Hari baru, setelah banyak kesedihan semenjak dia kembali mendapatkan cahaya bagi kehidupannya, Bella mulai lelah menangis. Terutama menangis perihal Galas dan bertanya-tanya perihal pikiran dan rencana apa yang ada dipikiran suaminya tersebut. Ia juga sudah mulai menyerah mempertahankan Galas di hidupnya. Percuma saja saat semua orang memilih bungkam, sementara Galas sendiri tidak pernah berani menampilkan wujudnya di hadapan Bella.
Bella yang lalu Bella menandatangani tuntutan perceraian yang Bella ajukan. Tanpa mediasi karena Galas hanya mengirim perwakilannya saja melalui pengacara. Bella benci itu. Percuma saja jika bukan Galas yang bicara langsung padanya.
Jadinya Bella memutuskan untuk menuruti keinginan Galas tanpa banyak mengajukan gugatan. Terserah mau laki-laki itu. Sekarang Bella fokus pada dirinya sendiri. Mengepak barang-barangnya untuk kembali pergi ke rumah mama. Untuk apa dia berada di tempat yang Galas beri.
Dia meninggalkan beberapa barang Galas yang berada disana dan membuang beberapa barangnya yang tidak lagi dia butuhkan. Beberapa pemberian dari Galas untuk dirinya pun Bella tinggalkan. Tidak peduli entah Galas nanti akan mengambilnya sendiri atau tidak.
"Kamu ingin pergi kemana?" suara menyebalkan itu bertanya di belakang Bella ketika gadis itu kesusahan membuka pintu. Bella tidak menjawab perempuan itu malas mengacaukan harinya yang dia mulai dengan tekad baik. Mengabaikan pria itu lebih baik daripada memakinya.
"Bel …" tapi Neo sepertinya tidak memiliki pemikiran yang sama dengan Bella. Pria itu masih mengejar jawaban Bella tanpa tahu gadis itu berusaha keras untuk bersabar.
Tentu saja Bella tidak sekuat itu untuk tangguh. Panggilan lirih itu berhasil menyesakkan hati Bella. "Bel? Loe pikir kita sekedat apa? Berhenti memanggil saya dengan panggilan seperti itu." Bella menghempaskan tangan Neo.
Laki-laki itu mengusap wajahnya. "Biar aku antar kamu."
Neo sudah mengambil alih koper besar yang berada ditangan Bella lantas menyeretnya sebelum Bella sempat menolak. Memasukkannya ke dalam mobilnya membuat Bella mau tidak mau mengizinkan juga laki-laki itu untuk mengantarnya. Meskipun dia sedikit menghenyakkan pantatnya dengan kasar sebagai tanda marahnya pada Neo.
"Kenapa harus pindah ke rumah mama? Kamu tidak nyaman sendiri atau …"
"Mama?" Bella memotong ucapan laki-laki itu. Mendengus mencemooh mendengar watak pria itu yang sama sekali tidak tahu malu.
Neo meneguk ludahnya. Semua yang keluar dari mulutnya, semua tindakan yang dilakukannya, selalu saja salah di mata gadis itu. "Mau makan?"
Bella diam saja. membuang mukanya dan mengabaikan pertanyaan Neo tersebut. Laki-laki itu menggigit bibirnya. Perasaannya campur aduk. "Ya sudah. Tapi nanti makan ya."
Bella memejamkan matanya muak dengan pria itu yang sok perhatian. Menahan sekeras mungkin agar tidak mengeluarkan umpatannya pada Neo. Untungnya menit menyiksa itu berakhir juga. Mobil Neo memasuki perkarangan rumah mama Bella. Perempuan itu sudah menunggu anaknya di teras depan.
Ia sedikit terkejut mendapati Neo yang datang bersama Bella. "Tadi aku lihat Bella keluar bawa apartemen sambil bawa koper. Jadi bantuin bawa."
Mama tersenyum. "terima kasih, Neo. Mama sempat bilang kalau Bella menitipkan semua barang sama jasa pengangkut barang aja. Enggak usah banyak yang dia bawa sendiri."
"Jasa pengangkut barang?" kening Neo mengkerut. Pandangannya beralih pada Bella. "Kamu pindah?"
"Menurut Loe gue tahan tinggal bersebelahan dengan makhluk kayak Loe." Bella menjawab sinis.
"Apa urusannya aku sama kediaman kamu. Kamu berhak tinggal di tempat kamu sendiri."
Bella berdehem. "Lagipula itu juga bukan tempat gue." Menyembunyikan sesuatu yang miris dari perasaannya sebelum masuk ke dalam rumah.
Neo masih meminta penjelasan lebih pada mama Bella. Wanita yang juga dipanggilnya dengan sebutan mama juga tanpa tahu malunya. Wanita tua itu menarik nafasnya panjang. "Bella merasa tidak perlu lagi tinggal disana. Perceraian dan membuat Bella meninggalkan tempat itu juga."
"Tempat itu untuk Bella, Ma. Entah adanya perceraian atau tidak, tempat itu tetap untuk Bella." Neo seolah tidak terima.
Mama menarik nafasnya lagi. "Sayangnya Bella tidak merasa seperti itu. Apa yang sudah Galas beri Bella keberatan untuk masih memilikinya."
Galas menyibakkan rambutnya ke belakang. Sekali lagi merasa keberatan dengan kalimat yang terlontar oleh mama Bella itu. Mama kemudian memegang bahu Neo. "Mama rasa juga ada baiknya Bella tinggal sama mama dan papa lagi. Setidaknya Bella bisa sedikit diawasi dan ditemani."
Neo menjilat bibirnya. "Aku minta maaf udah buat …"
Mama menggelengkan kepalanya. "Kamu sudah menerima hukuman kamu dan kamu juga sudah bertanggung jawab dan mengakui semua yang kamu lakukan. Tidak perlu merasa bersalah, Nak. Kamu juga harus bahagia tanpa perasaan bersalah itu. Bella hanya butuh waktu untuk memaafkan kamu."
Neo menarik nafasnya. Laki-laki itu kemudian menganggukkan kepalanya. "Ya sudah Neo pergi, Ma. Tadi Bella belum sempat makan sepertinya. Dia enggak mau diajak makan di jalan. Kalau mama bisa membujuk, tolong ya ma!"
Mama tersenyum. "Neo, sampai kapan kamu peduli perihal Bella? Kamu juga harus memikirkan diri kamu sendiri, nak. Biarlah Bella sama mama dan papa lagi."
Neo tersenyum kecut. "Hidup Neo tergantung Bella, Ma." Mengedipkan matanya diakhir membuat wanita itu mencibir padanya.
"Buaya." Setelahnya mama menatap sendu lagi laki-laki itu. "Kamu juga tidak akan melewatkan jadwal makan kan?"
Neo tertawa kecil. "Aku akan berusaha untuk tidak."
Mama menganggukkan kepalanya lagi. memperhatikan laki-laki itu pergi dari sana. Menarik nafasnya sebelum masuk ke dalam rumah.
"Aku enggak semulia itu bisa memaafkan dia. Jangan paksa aku, ma!" Bella bersuara ketika mamanya menghampiri perempuan itu.
"Mama tidak memaksa kamu. Itu pilihan kamu." Mama menoel hidung anaknya sedikit. "Kamu pasti tahu, Bel tidak ada gunanya menyimpan perasaan benci itu berlarut-larut. Mama yakin kamu tahu itu."
Mama masuk dapur kemudian kembali membawakan makanan untuk puterinya itu. "Bukan karena Neo saja yang minta. Tapi kamu harus tahu betapa kurusnya kamu."
Bella menerima, mengaduk makanan tersebut tanpa berniat memasukkannya ke dalam mulut. Padahal telur balado buatan mama menu kesukaan Bella. Mama berdecak, menginstruksikan anaknya itu untuk segera memasukkan makanan ke dalam mulut.
Satu suap dan dipaksakan rasanya sangat sulit. "Lupakan Neo sementara, lupakan Galas sementara. Apa rencana kamu sekarang? Masih ingin melanjutkan fotography? Atau … kamu mau liburan?"
Bella menarik nafasnya kemudian menaikkan bahunya. "Entahlah …" ujarnya tanpa nafsu.
"Bel," mama menggenggam tangan puterinya. "Cobalah melihat-lihat dunia luar. Semenjak sembuhkan kamu terlalu fokus dengan Neo dan Galas. Kamu tidak ingin menikmati waktu sendiri?"
Bella menarik nafasnya. "Baiklah! Nanti Bella coba …" ucapnya masih dengan suara yang begitu lemah. Mama mencolek dagu anaknya tersebut. menyuruh Bella tersenyum sedikit supaya energi positif bisa masuk daripada dia terus-terusan menampakkan wajah masamnya.
Hanya senyuman tipis yang bisa Bella lakukan sebelum berubah sendu lagi. Mama menarik nafasnya. Mungkin masih butuh waktu.