Chereads / Husband In the Dark / Chapter 5 - Pelecehan Verbal

Chapter 5 - Pelecehan Verbal

"Aku udah bilang belum ya, kamu seksi dengan rambut basah kayak gitu."

Bella menghentikan makannya menggebrak meja Neo dengan keras. Laki-laki itu tidak hanya menghancurkan mimpinya. Tapi sekarang melakukan pelecehan secara verbal kepadanya. Kesabaran Bella benar-benar habis sepertinya untuk laki-laki itu.

"Oke maaf! Aku hanya bilang apa yang kulihat."

Bella tidak menjawab hanya melemparkan tatapan tajamnya untuk laki-laki itu. Neo mengusap kepalanya. Beranjak dari kursi dengan raut sedikit takut. "Kamu memang semenyeramkan ini ya kalau marah?"

Bella tidak menjawab. Perempuan itu hanya sedikit tidak mengerti ketika Neo memberikan es krim dihadapan perempuan itu. "Mungkin bisa balikin mood kamu?"

"Nggak usah!" Bella berucap ketus.

"Yakin?" Neo bertanya dengan memakan beberapa suap memejamkan matanya seolah-olah memang seenak itu. Sial sekali! Dari mana laki-laki menyebalkan itu tahu Bella penyuka nomor satu es krim. Neo tersenyum puas.

"Boleh kok bawa pulang kalau kamu nggak mau makan disini!"

Neo memberikannya ke tangan perempuan itu. Bella masih bersikap ketus membanting pintu Neo dengan keras untuk menyelamatkan harga diri terakhirnya. Neo tersenyum tipis melihat kelakuan wanita itu. Namun entah kenapa di detik berikutnya ia meringis sambil merasai dadanya. Seolah-olah ada sesuatu yang luka pada bagian itu.

***

Pagi Bella tidak kalah lebih kacau dari sebelumnya. Laki-laki itu mengantarkan sarapan pada Bella dengan wajah terberengsek yang pernah Bella lihat. Heran! Kenapa dia harus ditakdirkan berdekatan dengan laki-laki itu saat ini.

"Bee, udah sarapan?" Galas melakukan panggilan video lagi padanya masih dengan kondisi kamera seperti sebelumnya. Kali ini ada sebuah piring yang menemani laki-laki itu sambil bekerja. Ah. Bella benar-benar khawatir.

"Lagi enggak mood…" bibir Bella maju beberapa saat.

"Kenapa?"

"Ehmm itu… bukan apa-apa." Bella memilih menyembunyikan sementara dari Galas. Tidak tega dengan pria yang banyak pikiran itu makin terbebani.

"Bee…" nada Galas terdengar khawatir.

"Cuma tetangga sebelah apart, dia sedikit mengganggu itu saja."

Galas mengetuk-ngetukkan jarinya pada meja seolah ingin mempertimbangkan sesuatu. "Jangan khawatir. Aku Cuma sedikit bete aja."

"Tumben kamu bisa benci sama orang!" Galas Berkomentar.

Bella memejamkan matanya. Ia memainkan bibirnya beberapa saat. Keningnya berkerut-kerut. "Dia pria yang nabrak aku…" Bellla bersuara lesu. Galas diam, sepertinya laki-laki itu memperhatikan wajah isterinya membuat Bella tidak tega pada Galas yang berfikir keras sementara dia juga sibuk dengan urusan lain saat ini.

Bella menarik nafasnya. "Sejujurnya aku sudah memaafkan mencoba melupakan tapi melihat wajah lagi saat aku membuka mata aku seperti melihat cerita kelam di masa gelap itu lagi. Kamu pasti ingat masa itu? Dia begitu mudahnya menghancurkan semuanya dan dibiarkan bebas setelah beberapa tahun aja? Dan kamu tahu, dia tidak pernah menunjukkan rasa bersalah apa-apa."

Galas diam beberapa saat. "Lantas kamu ingin apa dari laki-laki itu, hon? Kamu ingin dia berlutut di kaki kamu atau kamu ingin dia mengalami seperti apa yang kamu rasakan juga?"

"Tidak perlu seperti itu. Cukup dengan pergi dari hidupku aja. Aku jijik melihat wajahnya itu."

Galas diam lagi, mungkin pria itu mendengarkan saja semua amarah isterinya lantas berfikir mencari jalan keluarnya. Sekali lagi Bella tiba-tiba merasa bersalah pada suaminya itu. Ia menghapus air matanya yang tidak terasa menggenang begitu saja.

"Aku minta maaf terbawa perasaan." Bella menarik nafasnya. "Kamu enggak usah terlalu mikirin. Pria itu pasti akan mendapatkan karmanya sendiri nanti."

***

Pria tampan itu sedang tercenung sebentar sambil memutar kopinya. Pandangannya lurus ke depan pada pengerjaan konstruksi tapi yang jelas bukan itu yang laki-laki itu pikirkan. Ada hal lain yang ingin dilakukannya.

"Melamun di tempat kerja bisa bahaya, Pak!" Toro, arsitek tampan yang terlibat kerja sama dengannya dalam projek kali ini sekaligus salah satu teman terakrab yang dimilikinya. Pria itu mengambil tempat duduk disampingnya. Ia juga ikutan menyesap kopi bersama dengannya.

"Ada masalah apa sih? Dalem gitu mikirnya." Toro melanjutkan komentarnya meniup secangkir kopinya berniat ingin menyesapnya lagi.

"Kalau tiba-tiba menceraikan isteri ke pengadilan akan ngabulin dengan mudah enggak ya?"

Phuft! Air yang sedang diteguk Galas tersembur begitu saja keluar mendengar teman terakrabnya itu mengucapkan kata perceraian. Toro memandang Galas dengan tatapan tidak yakin. sekali lagi menelisik keseriusan pria itu melalui wajahnya.

"Loe tadi ngomong apa?" Toro menggelengkan kepalanya.

"Loe akan menceraikan Bella? Kenapa? Galas Loe waras?" Toro melemparkan serangkaian pertanyaan yang becibun pada temannya itu.

Galas menarik nafasnya lantas mengusap wajahnya setelah itu. Toro masih melihat itu. Masih belum melepaskan pandangannya sedikitpun dari teman yang sudah cukup lama dikenalnya itu. Semenjak dirinya dan Galas sama-sama berkuliah lantas meniti karir dengan profesi masing-masing meski masih berhubungan.

Toro menarik nafasnya juga melihat pria itu. "Loe udah yakin?"

Sekali lagi tarikan panjang Galas berikan lantas mengusap wajahnya. "Gue udah berusaha sekeras yang gue bisa dan kayaknya emang enggak bisa." Pria itu berkata lirih. Terasa teramat berat dan pahit. Lebih pahit dari sekedar kopi hitam yang tersaji dihadapan mereka.

Toro menyesap kopinya lagi. Agaknya pria itu mengerti kemana arah yang Galas maksud hingga membuatnya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kalau Loe ngomong kayak gitu gue bisa apa." Hanya itu komentar Toro pada akhirnya.

"Udah bicara dengan mama?" tentu saja yang dimaksud disini mama mertuanya Galas alias ibunya Bella.

"Mungkin nanti. Setelah pulang kerja."

Toro mengangguk-anggukkan kepalanya lagi. "Hm, Loe kan mintanya baik-baik, mulanginnya baik-baik juga kalau bisa."

Galas hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanggapan. Laki-laki itu tidak menyesap satu tegukpun kopi yang diminumnya. Hanya memutari pinggiran kopi dengan jarinya. Pikirannya pasti sekarang tertuju pada isterinya, membayangkan reaksi Bella menerima surat perceraian itu namun juga membayangkan reaksi Bella saat bersamanya.

Toro geleng-geleng kepala membaca pikiran kawannya tersebut. "Ada ya orang masih saling cinta tapi minta cerai." Pria itu bangkit berdiri mungkin melanjutkan bagiannya. Sementara Galas masih terdiam disana. belum berhasrat sedikitpun untuk bergabung dengan Toro. Dia hanya menarik bibirnya tipis.

Di depan matanya tersaji kehangatannya bersama Bella. Bagaimana Galas selalu ketagihan mendekap perempuan itu setiap malamnya. Bagaimana Galas yang begitu suka memperhatikan gerak Bella dalam segala hal lantas pura-pura tidak tahu apa-apa ketika Bella menyadari kehadiran laki-laki itu. Galas pasti akan merindukan masa di mana dia akan pulang ke rumah secara diam-diam lantas mengejutkan Bella dari belakang. Memberikan sebuah kecupan kadangkala dibubuhi bunga kadangkala sekedar kecupan kecil pada pelipis Bella.

Galas akan kehilangan semua itu nantinya. Akan kehilangan rengekan Bella yang menanyakan tanggal kepulangannya. Disaat yang sama, Bella juga berusaha pengertian. Berusaha tahu Galas cukup sibuk hingga Bella menahan rindunya. Kadangkala hal itu membuat Galas tersentuh.

Ia mengusap wajahnya bermaksud melenyapkan semua bayangan itu di depan matanya. Efeknya hati laki-laki itu jadi semakin berat sekarang. Namun pertimbangan lain tentang Bella membuat Galas pada akhirnya menceraikan isterinya itu. Tiga tahun mereka memang harus berakhir sepertinya.

***