"Aku tidak bisa!" ujar Amora bergetar lirih.
"Kenapa?" tanya Anka tidak percaya mendengar perkataan perempuan itu.
"Karena aku berencana tidak akan menikah dan tidak akan terikat dengan pria atau cinta siapapun. Maaf kalau aku menyakitimu. Aku lebih suka membayar denda daripada memberi kamu kesempatan. Berteman tidak apa-apa, tapi berteman untuk mendapatkan hubungan asmara aku tidak suka. Maaf."
"Baiklah!" Anka menganggukkan kepalanya kemudian. "Aku pulang!" ujar Anka meninggalkan Bella.
***
"Kau sudah mendapatkan tamu bulananmu?" pertanyaan Anka yang tiba-tiba membuat gadis itu memutar bola matanya. Terlontar saja dari mulut laki-laki yang sedang mengendarai mobilnya sendiri ini.
"Kau mengkhawatirkan itu?" tanyanya. Apa dia masih memikirkan tanggung jawabnya? Haruskah Bella bersyukur dengan keadaan laki-laki langka ini?
"Aku hanya ingin memastikan bahwa kau tidak mendapatkan masalah lebih banyak karenaku." Anka menjelaskannya dengan tenang.
"Jadi jika aku mengandung benihmu itu masalah yang banyak? Bayi sesuci itu, anak yang tidak pernah meminta dilahirkan itu masalah?" Bella tampak sedikit sensitif dengan hal tersebut membuat Anka mengeluarkan umpatannya. Bukan itu maksudnya.
"Bukan itu maksudku. Berapa kali harus kujelaskan bahwa kita hidup di tempat yang mengandung norma yang tabu tentang masalah seperti itu. Aku sedang tidak menyalahkan norma yang ada. Tapi bukankah setidaknya kau harus realistis?" Anka mengucapkan hal tersebut sambil menahan kegeramannya. Ya Tuhan, dia memang tidak pandai berkata-kata.
Bella menunduk "Aku tidak mengandung. Sedang dalam masa bulanan. Lagi pula kau mengeluarkannya di luar."
Anka merangkul tubuh yang tiba-tiba terlihat ringkih seperti itu. "Aku tidak pandai berkata-kata. Tapi aku tidak mau kau dikemudian hari menyalahkan dirimu sendiri karena pemikiranmu yang sekarang. Pandanganmu sama sekali tidak salah. Tapi kau juga harus tahu kau hidup diantara koloni. Ada masyarat dan aturan yang tumbuh dalam dirimu. Aku harap kau paham maksudku."
Mengandung tanpa ikatan pernikahan bukanlah hal yang bisa di terima dengan wajar untuk kota mereka. Tidak perlu memikirkan orang lain dulu. Keluarga gadis itu saja sudah pasti tidak mau langsung menerima. Bella bisa saja didepak dari rumahnya karena masalah tersebut. Dianggap memberikan aib untuk keluarga dengan malu yang teramat sangat.
Bella masih terlalu sangat muda. Jiwa pemberontaknya masih dominan. Anka hanya tidak mau, benar-benar tidak mau kelak menyalahkan hal yang tidak seharusnya disalahkan. Menyesali beberapa hal yang tidak bisa diulang kembali hanya karena pemikirannya saat ini.
Bella mengangguk. Agaknya gadis itu benar-benar mengerti maksud dari perkataan Anka. Laki-laki itu tahu betul apa yang akan hadir dalam rahim Bella bukan dia yang memintanya. Karena hal tersebut Anka tidak mau wanita muda itu menyalahkan hal ini kelak. Untungnya menurut pengakuan gadis itu benar-benar tidak ada apa-apa. Anka tidak mau memberikan tekanan lebih pada gadis itu juga pada sesuatu yang tidak bersalah itu.
"bisakah sekarang kau kembali melajukan mobilmu karena aku sangat lapar," pintanya dalam beberapa saat setelah tenggelam dalam pelukan Anka.
Anka tergelak "Baiklah,,"
"Aku sudah katakan kau tidak perlu merasa bertanggung jawab atas diriku. Aku bisa saja memanfaatkanmu saat ini. Siapa tahu saja sebelum dan sesudahnya aku berkencan dengan laki-laki lain." Bella kembali menekankan hal itu pada Anka. Lelaki ini terlalu mengkhawatirkan hal yang tidak-tidak menurutnya. Seperti yang Bella katakan Anka bisa saja dimanfaatkan dengan sikapnya yang seperti ini.
"Kau masih perawan sebelum ku tiduri jika kau lupa. Setelah itu kau tidak pernah lagi terlibat hubungan satu malam dengan pria manapun bahkan untuk sekedar pergi minum lagi saja tidak.." kata Anka sambil melirik gadis itu sesekali. Dia menyebutkan semua yang dia tahu tentang gadis itu.
"Ya memang.." ucapan Bella terhenti Dia menatap Anka dengan mata yang membola. "Kau mematai-mataiku?"
"hanya untuk memastikan kau tidak melakukan hal yang konyol.." bukan tidak mungkin gadis semuda Bella frustasi kemudian berfikiran pendek. Anka tidak mau dengan kemungkinan terburuk tersebut. Untuk itu dia sengaja mengirim orang untuk memantau gadis itu.
Bella mengumpat kesal "Jangan lakukan hal itu lagi. Aku paling tidak suka dimata-matai." Anka masih melajukan mobilnya. "Damn Pak tua! Aku tidak akan bunuh diri atau melakukan hal bodoh lainnya hanya karena aku tidur denganmu. Atau aku akan benar-benar melakukan hal bodoh tersebut." Bella paling tidak suka dimata-matai. Dia sangat ingin kebebasannya dari dulu. Sikap Anka sudah pasti membuatnya sangat kesal. Mengingatkan pada Mom, Dad, Neo yang selalu memantau segala aktivitasnya.
"Kau mengancamku?"
"Aku tidak pernah hanya sekedar mengancam.." ucap Bella dengan kesungguhan Dia benar-benar bisa depresi jika semua orang selalu memantau hidupnya. Memangnya selemah apa dia sehingga tidak ada satupun yang bisa mempercayainya untuk membiarkannya menjalani aktivtasnya sendiri tanpa pengawasan apapun. Bella suah dua puluh tahun sudah sangat dewasa dengan kehidupannya sendiri. Sudah sepantasnya pula mendapatkan percayaan oleh orang-orang disekitarnya untuk memilih dan menjaga sendiri kehidupannya.
Anka mengumpat sambil memukul stirnya ketika mata Bella benar-benar menunjukkan bahwa dia tidak main-main dengan ucapannya. Setelah itu dia menghidupkan ponselnya untuk menghentikan semua orang yang memata-matai keberadaan Bella. Menarik mereka kembali dari kehidupan Bella. Meski baru mengenal gadis itu tapi Anka sudah bisa tahu bahwa Bella adalah gadis nekad yang tidak main-main dengan ucapannya.
"Kau puas?" tanya Anka yang diliputi sedikit kegeraman.Gadis ini benar-benar ampuh membuat Anka geram dengan sikap sok mandirinya itu. Anka juga tidak tahu kenapa dia bisa sekesal ini dengan permintaan gadis yang barusan.
Bella menundukkan kepalanya "Aku putri satu-satunya dalam keluargaku. Ibuku tidak bisa mengandung lagi setelah melahirkan kami berdua. Ada suatu masalah. Mungkin karena dia mengandung terlalu muda. Semenjak itu semua keluarga menjadi sangat overprotektif. Aku tahu itu bentuk cinta mereka tapi aku menginginkan kebebasanku sendiri."
Darah Anka terasa berdesir. Sekali lagi Anka seperti melihat orang sama. Aliana juga suka geram dengan keluarganya yang sangat menjaganya. Keluarganya yang sangat overprotektif padanya. Berkali-kali dia membicarakan hal tersebut kepada Anka dulu sewaktu mereka masih berhubungan.
Mereka kemudian turun mampir untuk membeli makanan. Anka menyaksikan menu tersebut yang lagi-lagi mendengus. Gadis ini benar-benar tidak pilih-pilih dengan makanannya. "Kau lebih suka makanan yang berminyak? Tidak takut gemuk?"
"Apa tidak bisa menahan mataku dari makanan enak ini. Lagi pula aku tidak pernah berlebihan." Mata Bella terlihat Lucu ketika dia membicarakan makanan didepannya itu dengan mata yang berbinar-binar sekaligus kesal saat Anka seolah-olah ingin melarangnya dengan makanan kesukaannya tersebut. Anka tersenyum kecut. Lagi-lagi mereka mirip. Aliana selalu tidak pernah memilih-milih makanan dan kesal ketika menu favoritnya dilarang. Alasan merekapun juga sama, tidak pernah berlebihan.
"Kenapa kau menatapku sedari tadi seperti itu? Apa ada yang salah?" tanya Bella ketika sadar Anka yang memperhatikannya sedari tadi tanpa menyentuh makanannya. Bella saja sudah masuk beberapa suap tapi Anka masih setia memandang wajahnya. Selah ada sesuatu yang ada disana.