Suasana hening kembali hadir di antara keduanya, ketika Raven yang lebih memilih untuk terdiam dan enggan untuk membuka mulut, sementara Camelia masih setia menunggu jawaban Raven agar hatinya bisa tenang. Ia tidak mengerti mengapa ketakutan sekali ketika Raven memergokinya bersama Mahesa, padahal tidak terjalin cinta di antara keduanya. Mungkin ketakutannya begitu beralasan jika Raven akan berubah pikiran nanti.
Raven mengangkat bahu dan mengubah posisinya sedikit. "Saya nggak tahu apakah kamu masih menjalin hubungan sama laki-laki itu atau nggak, tapi jujur saya nggak suka kalau kamu bertetanggaan dengannya. Apalagi dengan sikap mantan kamu yang sepertinya masih menyimpan rasa kepada kamu, Mel," balas Raven setelah beberapa saat terdiam, namun jawaban yang dilontarkannya membuat Camelia membulatkan matanya.
"Rav …!"
"Ingat Mel, sebentar lagi kita akan menikah, walaupun nggak ada cinta di dalam pernikahan kita nanti dan saya mau menikah dengan kamu hanya karena keinginan Nenek Hanna, bukan karena rasa cinta ataupun mendukung kamu untuk mendapatkan harta dari Kakek Rasya. Tolong jaga jarak dengan mantan kamu, semua bisa kembali ke semula ketika seseorang yang sudah pergi datang lagi," tutur Raven yang mengalihkan wajahnya ke arah mobil yang baru saja tiba.
Mobil tersebut dikemudikan oleh sekretarisnya yang memang sengaja diperintahkan oleh Raven untuk menyusulnya ke kawasan apartemen Camelia, karena pagi ini ia harus mengantarkan mobil perempuan itu akibat peristiwa kemarin.
Raven kembali menatap perempuan itu yang masih terdiam mencerna semua ucapannya. "Semua itu adalah keputusan kamu sendiri, jika ingin melanjutkan pernikahan ini jaga jarak dari Mahesa, kalau bisa kamu pindah ke apartemen baru atau tinggal dengan Kakek Rasya saja. Tapi, kalau masih tetap kekeh, saya bisa menolak pernikahan ini," pungkas Raven yang memberikan pilihan, dan mulai meninggalkan perempuan itu ketika Camelia yang masih terlihat ingin mengatakan sesuatu.
Namun, benar saja karena hal yang sangat mengganjal di dalam benak dan batinnya, Camelia menyusul langkah kaki Raven dan meraih pergelangan tangan laki-laki itu, menghentikan laju langkah kakinya.
Pandangan Raven turun ke area lengannya yang disentuh oleh perempuan itu, Raven merasa jika akhir-akhir ini hubungannya terlalu dekat, sampai harus saling bersentuhan tanpa ada jarak, meski hanya sentuhan tangan saja. Apa mungkin dirinya sudah mulai peduli terhadap diri Camelia.
"Rav … lo nggak usah berpikir kalau gue masih ada hubungan sama Mahesa, dia cuma mantan dan masa lalu gue aja!" Camelia mulai berani untuk menyanggah segala kecurigaan Raven. "Okay … jika kehadiran dia emang buat lo nggak nyaman, gue akan pindah dari apartemen ini. Tapi satu hal yang buat gue nggak paham dengan sikap lo yang seolah membawa perasaan ke dalam pernikahan ini, bahkan dengan kalimat-kalimat yang sering lo lontarkan dengan kehidupan gue dulu di Ausi seolah lo tahu. Apa selama ini lo terus mantau tanpa gue tahu?" Akhirnya Camelia menanyakan hal yang mengganjalnya selama ini, terasa aneh ketika Raven terus mengatakan jika dia tahu dengan kehidupannya yang bebas dulu, seolah itu pilihannya untuk tinggal di luar negeri agar bisa hidup bebas.
Sekarang giliran Raven yang terbelenggu mendengarnya, tersadar karena sikapnya yang terlalu berlebihan kepada Camelia seperti menunjukkan seseorang yang memiliki perasaan hati kepadanya. Padahal selama ini ia mencoba untuk menghilangkan perasaan itu kepada perempuan yang membuatnya tidak percaya. Namun, mendekati pernikahan rasanya sulit untuk menghilangkan hati yang sudah lebih dulu bersarang.
Ia berusaha untuk bersikap santai tak terkecoh dengan ucapan perempuan itu yang cukup menjebaknya.
"Kamu tahu sikap saya sejak dulu, kan, saya nggak suka dengan perempuan yang terlalu berani, apalagi kita akan segera menikah dalam waktu dekat dan kamu calon istri saya. Ya tentu saja saya nggak mau kalau kamu kembali dekat dengan mantan. Terlepas tidak ada perasaan di dalam pernikahan yang akan kita jalani ini, Mel.Tapi, saya ingin kamu memiliki sikap yang saya suka, tidak terlalu bebas dalam berteman apalagi dengan lawan jenis. Saya hanya ingin melakukan hal terbaik bagi nenek saya dan nggak mau mengecewakannya. Karena kamu yang meminta saya menyetujui pernikahan ini, bukan." Tutur Raven yang menjelaskan.
"Satu lagi yang ingin saya sampaikan, kamu benar saya memang tahu dengan seluk beluk kehidupan kamu dulu saat di Australia, sebagai laki-laki yang sudah dijodohkan dengan kamu sejak lama, tentu saja saya penasaran dan ingin mencaritahu apa pun yang kamu lakukan di sana, termasuk saat kamu menjalin hubungan dengan Mahesa," lanjut Raven yang membuat Camelia malah semakin bertanya-tanya dan cukup takut jika laki-laki itu tahu dengan masa lalunya.
Camelia menurunkan pandangannya secara perlahan, wajahnya mendadak pias. Namun, tak lama kembali ditegakkan mengarah Raven.
"Kenapa lo sampai ngelakuin hal itu, Rav. Lo nggak percaya sama gue? Sampai harus membuntuti kehidupan gue segala!" sentak Camelia yang terbawa emosi dan mulai merasa tidak suka dengan sikap Raven yang terlalu berlebihan menurutnya.
"Saya sudah kasih penjelasan ke kamu, Mel. Jadi, wajar kalau saya mencari tahu apa pun yang kamu lakukan, karena posisi kita akan dijodohkan."
Terlihat dengan jelas raut wajah memerah Camelia, ia ingin sekali memarahi Raven dengan sikapnya itu yang membuatnya tak nyaman. Namun, laki-laki itu memiliki alasan yang kuat dan sikapnya sejak dulu memang sudah menyebalkan, bukan tipe ideal laki-laki yang disukainya.
"Pak Raven ….!"
Sang sekretaris yang sejak tadi berdiri dari jarak yang tidak terlalu dekat dengan atasannya, dan mencoba untuk tidak mendengar obrolan kedua orang itu yang dirasa cukup penting, karena terlihat dari raut wajah atasannya yang memasang wajah tak bersahabat.
Raven mengedarkan pandangan ke arah sekretarisnya itu.
"Maaf … Tapi, pagi ini Pak Raven harus memimpin rapat penting dan akan dihadiri oleh Nenek Hanna," ucap sang sekretaris yang mengingatkan Raven dengan hal tersebut.
Raven mengalihkan wajahnya kembali kepada Camelia. Ia sadar jika sikapnya dulu mungkin dianggap berlebihan. Namun, karena tidak ingin kecewa terhadap perempuan yang akan dinikahinya nanti, membuatnya harus melakukan hal itu, apalagi setelah ia tahu dengan sifat Camelia yang tidak suka dikekang dan suka akan kebebasan, terlebih saat perempuan itu tinggal di luar negeri. Sikap yang memang tidak disukai oleh banyak perempuan, namun itulah Raven, ia ingin yang terbaik untuk kehidupannya nanti setelah menikah.
"Apa yang saya lakukan dulu itu demi kebaikan kita, Mel, saya punya kriteria khusus perempuan yang akan menikah dengan saya nanti. Maaf, jika hal itu membuat kamu nggak nyaman, tapi saya akan berusaha untuk menyembunyikan apa yang saya tahu dari nenek dan juga Kakek Rasya, cukup saya dan kamu yang tahu," ungkap Raven yang mulai melangkah pelan meninggalkan Camelia yang terlihat menyesal dengan perdebatannya ini.
Ucapan dari Raven yang terakhir menusuk masuk ke dalam jantungnya begitu saja, semakin bergetar tubuh perempuan itu seandainya Raven tahu jika ia pernah menghabiskan satu malam dengan Mahesa karena pengaruh alkohol. Dan tanpa Camelia tahu jika dari jarak yang tidak terlalu jauh, sejak dari tadi Mahesa terus memperhatikan obrolan keduanya. Karena begitu penasaran membuatnya dengan berani mendekat bersembunyi di antara mobil-mobil yang berjajar, ia benar-benar ingin tahu dengan hubungan Camelia yang sebenarnya, dan jujur Mahesa cukup tersontak mendengar perdebatan keduanya perihal pernikahan tersebut. Ada rasa bahagia ketika ia tahu yang sebenarnya jika pernikahan Camelia dengan laki-laki itu hanya karena perjodohan semata tanpa adanya cinta. Masih ada kesempatan baginya untuk mendekati perempuan itu dan ia yakin jika Camelia masih sangat mencintainya.
To be continued…