Satu minggu lagi pernikahan antara dirinya dengan Camelia akan berlangsung, sudah banyak persiapan yang dilakukan sebelumnya dan Raven pun menyerahkan kepada Wedding Organizer untuk mengurus semuanya. Di kala kebahagiaan yang menyelimuti setiap pasangan yang akan berganti status menjadi seorang suami maupun istrri setelah proses akad dilaksanakan. Namun, hal ini sepertinya tidak berlaku bagi Raven yang notabene memang hatinya masih enggan untuk menerima seratus persen Camelia menjadi istrinya. Hatinya masih keras membeku menerima karena bayang-bayang masa lalu perempuan itu. Padahal setelah rapat tadi, Nenek Hanna seolah memberikan pencerahan kepadanya agar bisa menerima masa lalu seseorang, karena kita akan hidup di masa mendatang bukan kembali ke masa lalu, meskipun sang nenek tidak pernah tahu menahu dengan masa lalu calon cucu menantunya.
Siang ini Raven menghabiskan waktu istirahatnya mengobrol dengan teman kuliahnya dulu yang sekarang bekerja sebagai CTO (Chief Technology Officer) di perusahaannya, selain berteman di perguruan tinggi, keduanya pun berteman juga di tempat kerja. Karena seusia dengan Raven, laki-laki itu sangat mengerti dengan keadaan temannya jika sedang ada masalah yang membuatnya terbelenggu, hanya dengan Noah dan Dika-lah, Raven bisa bercerita apa yang dirasakannya selama ini mengenai hubungannya dengan Camelia, ataupun masalah pekerjaan.
Tidak ada sedikitpun makanan yang masuk ke dalam mulut Raven, laki-laki itu hanya fokus menyesap latte hangat yang sekarang tinggal setengah lagi, padahal Raven-lah yang mengajak Noah untuk menghabiskan waktunya di salah satu café yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan kantor.
Noah mengembuskan napasnya yang terdengar berat, memantik Raven yang ikut menegakkan bahu dan wajah ke arahnya. Ia yang sedang memikirkan masalah, namun Noah-lah yang terlihat banyak masalah, tanpa Raven tahu jika keadaan Noah sekarang karena menggambarkan keadaan Raven, menggoda laki-laki itu yang tak terlihat tenang.
"Lo, kenapa tersenyum gitu?" tanya Raven yang kurang mengerti karena melihat sorot mata Noah yang tak biasa, seolah meledek.
"Ya, gue pengen tersenyum aja ngeliat lo yang kaya punya beban masalah berat banget," celoteh Noah sembari tersenyum.
"Padahal lo bakalan nikah sama perempuan yang udah lo cintai sejak dulu, harusnya lo bahagia dong, eh … malah kelihatan bingung gitu," lanjutnya kembali yang menyeruput kopi Americano yang sudah dingin, berbeda dengan Raven yang lebih memilih kopi latte yang hampir habis.
Raven baru sadar sekarang, jika sejak tadi laki-laki itu ternyata tengah menggodanya dengan raut wajah yang ditampilkan.
"Wajarkan kalau gue masih berharap untuk mendapatkan seseorang yang sempurna, apalagi demi masa depan gue. Perempuan yang akan menjadi pendamping hidup dan menjadi ibu untuk anak-anak gue nanti." Raven langsung membalas, tak bosan mengutarakan kalimat itu lagi, hanya kepada Noah-lah laki-laki itu berani untuk mengungkapkan keganjalan yang terus menghantuinya.
Noah hanya dapat menganggukkan kepalanya beberapa kali, ia sudah paham dengan sifat dan sikap Raven yang terlalu perfeksionis. Tidak ada duanya jika urusan kesempurnaan, apalagi untuk menyangkut masa depannya nanti.
Noah menyimpan gelas kopi yang tinggal setengah lagi, perutnya sudah terlalu kenyang.
"Orang itu nggak ada yang sempurna, Rav, mau lo mencari kesempurnaan apa pun sampai ke ujung dunia, ya tetep pastinya akan ada kekurangan di dalam diri seorang perempuan. Terlepas dari masa lalu Camelia yang buruk di mata lo, mungkin perempuan itu punya satu hal yang membuat lo tertarik nanti dan tentunya buat lo tergila-gila tanpa terduga. Gue cuma mau kasih tahu aja ke lo jangan sampai menyesal nanti, apalagi sekarang lo lagi kesel karena mantan perempuan itu kembali hadir ketika posisi lo dengan dia akan segera married bentar lagi. Sampai saat ini, lo nggak pernah tahu perasaan Camelia kek gimana, walaupun lo udah suka sama dia sejak lama dan dia nggak pernah tahu dengan perasaan lo. Lo nggak takut apa kalau mantannya bisa membuat Camelia jatuh cinta kembali, karena sikap dia mungkin lebih baik daripada sikap dan sifat menyebalkan lo yang terlalu dingin," ungkap Noah yang mulai membuat Raven kembali berpikir dengan perasaannya dulu kepada perempuan itu, ia tidak menampik jika rasa cemburu terus menguasai hatinya saat melihat Camelia dengan Mahesa pagi tadi. Ia sadar jika sikapnya tidak baik.
Namun, keterdiaman dari Raven yang sedang mencerna kalimat dari Noah mengenai perasaannya kepada perempuan itu, terhenti ketika ponselnya yang berada di atas meja tiba-tiba saja bergetar. Pandangannya teralih, lalu segera meraih ponsel menatap nama di layar yang tak lain adalah Rahandika. Tanpa menunggu lama laki-laki itu segera menjawab panggilan dari sahabatnya.
"Halo Dik, ada apa?" Sapa Raven terlebih dahulu.
Raven tampak setia mendengarkan ocehan teman sahabat laknatnya tersebut yang sedang berbicara menyerobot tanpa jeda.
"Lo serius?" Dahinya sudah berkerut, menandakan sebuah ketidakpercayaan terpatri jelas di wajahnya.
"Y-ya udah, nanti malam deh gue ke apartemen lo, kita bahas nanti, lagian gue juga mau minta bantuan sama lo terkait pernikahan gue nanti."
Tak lama Raven menyudahi obrolannya dengan Dika, wajahnya yang tampan dengan balutan kemeja hitam ketat menutup tubuh bidangnya, dan yang membuatnya tambah sempurna ketika lengan kemejanya pun ikut digulung sampai siku, memamerkan otot-otot lengannya yang kekar. Tanpa Raven dan Noah sadari jika di beberapa kursi yang diisi oleh para karyawan perempuan yang sedang menikmati waktu istirahatnya, terus menolehkan pandangan ke arah kedua laki-laki tampan dan sempurna itu, sembari berbisik membicarakan kehaluan dan harapan bisa menjadi istri Raven maupun Noah.
"Dika?" timpal Noah.
"Heem."
Hanya dijawab suara oleh laki-laki itu.
"Gue udah lama juga nggak ketemu dia, Rav, lo ada janji mau ketemuan ama dia?"
"Ya, nanti malem, si Dika mau membicarakan mengenai bisnis, tapi gue malah minta tolong ke dia untuk bantu pernikahan gue dulu. Baru deh bicaraian binisnya," jawab Raven dengan melebarkan bibirnya.
"Ok deh, gue ke apartemen dia nanti malam. Oh ya satu lagi … adek perempuan lo nggak berencana untuk pulang ke Indonesia gitu?" tanya Noah dengan penuh harap.
Raven yang baru saja menikmati makan siang ikut tersedak dengan pertanyaan Noah, sudah sejak lama memang temannya itu terus menanyakan kabar adiknya yang memang jarang sekali pulang ke tanah air, dan Raven pun lebih suka jika Yunaira berkarier di Amerika, walaupun masih harus menyelesaikan pendidikannya dulu. Namun, keinginannya tidak sama dengan keinginan sang nenek yang malah meminta cucu perempuannya itu segera pulang ke Indonesia jika telah selesai menyelesaikan pendidikan magister-nya, demi membantu mengurus perusahaannya.
"Yuna bakalan pulang kok ketika gue married, dia bakal usahain banget walaupun di tengah padatnya nyelesain tesis dan juga kerja. Setelah dia lulus jenjang strata dua, dia akan bekerja di Indonesia di perusahaan sesuai dengan yang nenek Hanna inginkan, tapi cuma seminggu doang setelah pernikahan gue selesai dia harus kembali ke Amerika," balas Raven yang seolah pura-pura tidak tahu dengan rasa senang Noah saat mendengar kabar bahagia mengenai perempuan incarannya selama ini akan pulang ke Indonesia, meski hanya sebentar saja. Namun, sudah mampu menghilangkan rasa kerinduannya.
Hal itu terlihat ketika bibir Noah melebar, tersenyum penuh semangat dengan jawaban dari Raven seperti sedang memikirkan sesuatu yang sudah direncanakan.
"Lo kenapa senyum-senyum gitu? Bahagia banget ngedengar kalau adik gue mau pulkam?" goda Raven pura-pura tidak tahu, padahal sudah sejak awal ia mencurigai Noah memiliki perasaan khusus kepada Yuna.
"Bahagialah, karena gue bakalan deketin adek lo, Rav!" jawab Noah dengan penuh penegasan, tidak kata ragu di wajahnya.
Raven mencondongkan wajahnya lebih dekat dengan Noah, menatap lekat kedua pipi temannya yang sudah sedikit memerah, hampir mirip dengan perempuan ketika sedang malu.
"Emang gue bakalan merestui hubungan lo dengan Yuna, hah! Nggak ya!"
Wajah Noah yang sejak tadi bahagia mendengar kepulangan Yuna dalam waktu dekat, namun sudah mulai berubah kesal karena Raven.
"Lo mau cari calon suami untuk Yuna kaya gimana lagi, Rav. Gue ganteng, mapan dan jabatan gue juga seorang CTO. Baik dan tentunya sangat perhatian, gue bisa bahagiain Yuna kok. Hidup adik lo udah terjamin sama kerja keras gue." Noah mempetegas ucapannya di depan Raven, agar laki-laki itu mau merestui hubungannya dengan Yunaira nanti, meskipun belum ada hubungan serius yang sedang dijalaninya ini.
Mendengar ketegasan dan ketulusan dari Noah saat ingin mendekati adiknya membuat Raven malah tertawa pelan dan menghentikan aktivitas makannya sebentar. Ia memang tidak meragukan Noah sedikitpun, apa yang dilakukannya tadi hanya ingin menggodanya saja dan melihat ketulusan dari laki-laki itu. Namun, pertemanan yang sudah lama dibangun antara dirinya dengan Noah, hal itulah yang membuatnya takut jika suatu hal yang tak diinginkan terjadi.
Dengan perlahan senyuman yang tercipta di wajah Raven mulai menghilang, ada hal penting yang ingin ditanyakan langsung kepada Noah.
"Lo serius suka sama Yuna?" Kali ini nada suara Raven terdengar berbeda, lebih serius dan tatapannya pun lebih dalam.
To be continued…