Chereads / Seduction Romance / Chapter 26 - Perhatian & Menyebalkan

Chapter 26 - Perhatian & Menyebalkan

Dengan perlahan Camelia membuka kedua matanya setelah terbaring lemas di tempat tidur, sesudah pertengkaran kecil tadi antara dirinya dengan Raven, perempuan itu memutuskan untuk beristirahat lebih dulu atas perintah Raven yang meminta maaf pada akhirnya, padahal dirinyalah yang salah karena terlalu mencurigai laki-laki itu. Tubuhnya benar-benar lemas untuk digerakkan saja terasa sulit, mual masih dirasakan sampai sekarang meskipun sudah minum obat sebelumnya.

Ekor matanya diedarkan ke samping tempat tidur, Raven terlihat sibuk menatap layar laptop dengan gerakan jari-jarinya di atas tuts keyboard. Di lain sisi Camelia merasa bersalah karena telah mengganggu pekerjaan laki-laki itu, karena sudah sejak dari tadi Raven terus menjaganya dan pasti pekerjaannya di kantor harus ditunda karena menjaganya.

"Rav," panggil Camelia dengan suara lirih.

"Ya." Raven langsung menimpal dan menatap ke arahnya. Laki-laki itu benar-benar menghentikan pekerjaan ketika Camelia memanggilnya.

"Ada apa, Mel?" Raven berangsur mendekat ke arah tempat tidur karena terlihat Camelia seperti ingin berbicara kepadanya.

"Lo antar gue pulang sekarang aja," pinta Camelia. Pandangannya sedikit kabur sehingga tidak terlalu jelas saat menatap wajah Raven yang jelas-jelas sudah ada di hadapannya.

"Keadaan kamu masih lemah, kamu istirahat dulu yang cukup, nanti saya antar kok."

"Gue udah istirahat kok tadi, dan gue yakin kakek Rasya lagi nungguin gue sekarang di rumah," cetus perempuan itu berbohong, padahal ia sama sekali tak memberitahukan keadaannya kepada kakek Rasya, ia tidak ingin membuat sang kakek khawatir nanti. Dan kebohongan Camelia karena terpaksa ia tidak ingin mengganggu pekerjaan Raven lagi, pekerjaan seorang CEO cukup banyak dan sampai kapan laki-laki itu harus menunggunya.

Raven ingin sekali percaya kepada Camelia, namun melihat dari raut wajahnya yang masih terlihat lemah, bahkan dengan bibirnya yang pucat membuatnya tidak tega jika harus mengantarnya pulang sekarang. Dengan berani, Raven menyentuh kening Camelia yang terasa panas di punggung tangannya. Namun, ia pun tidak bisa memaksa perempuan itu untuk tetap berada di sini, apalagi keadaan yang sudah malam, tidak mungkin baginya menginap di dalam satu apartemen yang sama.

"Ya udah, saya antar kamu pulang sekarang. Kamu punya mantel tebal untuk menutup tubuh kamu supaya nggak terlalu dingin?" tanya Raven yang sudah beranjak bangun bersiap untuk mengambil sesuatu.

Camelia mengangguk dan menunjuk ke arah lemari. "Di situ, Rav."

Raven langsung berjalan untuk mengambil mantel tersebut, udara malam ini cukup dingin dan dirinya tidak ingin perempuan itu kedinginan. Raven benar-benar tidak bisa mengontrol sikap perhatiannya kepada Camelia, meskipun ia ingin sekali bersikap sedikit acuh agar perempuan itu tidak berpikiran ke mana-mana. Namun, melihat keadaannya sekarang tidak sampai hati untuk bersikap sedingin itu.

"Kamu pakai." Raven sudah memberikannya kepada Camelia yang sedang menunggunya, terlihat seulas senyuman tipis yang terpancar di wajah perempuan itu membuat Raven merasa tak enak saat beradu pandang dengannya. Meskipun Camelia sedang sakit, tapi tidak menghilangkan wajah cantiknya. Apa karena sikapnya yang perhatian sampai membuat perempuan itu senyum-senyum sendiri begitu.

"Kenapa?" Raven mendudukkan bokongnya di tepi ranjang berhadapan dengan Camelia yang tengah memakai mantel tersebut.

"Sikap lo berbeda banget hari ini, Rav, baik dan perhatian, walaupun sisi dingin yang sering lo tampilkan ke gue nggak berubah, masih tetap sama," cetus Camelia menjawab dengan jujur.

Laki-laki itu merasa sedikit terperanjat dengan ucapan Camelia, bahkan ia merasa ada perubahan di wajahnya sampai harus mengalihkan sebentar ke arah lain.

"Saya bukan orang gila yang harus bersikap acuh ketika seseorang sedang sakit, keadaan yang sangat berbeda. Jika kamu sehat pun saya nggak mungkin bersikap baik sama kamu," tegas Raven menjawab dan kembali beranjak, tidak ada raut senyuman sedikitpun di wajahnya.

Perasaannya sudah dibuat tak nyaman dengan cara pandang dan ucapan Camelia yang membuatnya salah tingkah nanti. Sementara perempuan itu masih tersenyum dengan jawaban yang kurang mengenakkan darinya. Ia yakin sedingin-dinginnya Raven, laki-laki itu masih memiliki hati yang baik, mungkin lebih baik dan perhatian dari Mahesa.

***

Camelia sudah berada di mobil, menunggu si pemilik kendaraan yang belum kembali. Entah ke mana Raven pergi, setelah mengantar Camelia ke mobil, laki-laki itu kembali keluar karena ingin membeli sesuatu.

Hembusan napas yang keluar dari mulut perempuan itu menggambarkan keadaannya sekarang yang sedang tidak baik-baik saja, udara malam ini cukup dingin meskipun ia sudah memakai mantel tebal. Namun, tetap saja hembusan angin tidak bisa terhindar di kulit tubuhnya yang cukup menggigil.

"Maaf ya lama kamu nunggu saya." Terdengar suara Raven yang baru saja kembali dan sudah duduk di sebelahnya dengan membawa satu cangkir minuman di tangannya. Lalu diberikan kepada Camelia.

"Susu kunyit yang cocok diminum saat cuaca dingin, supaya menghangatkan tubuh kamu juga, Mel," ucap Raven yang menjelaskan karena melihat perempuan itu yang masih menohok, meskipun Camelia tidak mengatakan apa pun.

"Oh … thanks, Rav."

"Kenapa cuma satu, Rav? Buat lo?"

Raven malah tersenyum tipis menanggapinya. "Saya nggak terlalu suka minuman seperti itu, saya sengaja beli cuma buat kamu doang."

Camelia tersentuh dengan jawaban Raven barusan. Ia benar-benar tak menyangka jika laki-laki itu sangat perhatian, sampai rela membelikan minuman seperti ini dengan jarak yang cukup jauh dari kawasan apartemen dengan berjalan kaki.

Tak menunggu lama Raven segera mengemudikan mobilnya menuju rumah kakek Rasya, rasanya tidak tega berlama-lama di perjalanan dalam keadaan Camelia yang seharusnya beristirahat.

Di sepanjang perjalanan tak ada yang bersuara, bukannya tidak ingin namun bagi Camelia ia lebih memilih untuk menyandarkan kepalanya ke punggung kursi, dan menatap ke arah luar mengamati keadaan jalan yang tampak ramai dengan kendaraan lain. Sementara Raven sesekali mengangkat wajah menatap ke arah kaca spion dalam untuk memperhatikan Camelia yang tampak tenang memandangai kaca mobilnya.

Raven bergantian saat harus fokus pada kemudi dan sesekali ke arah Camelia lagi tanpa perempuan itu tahu. Wajah cantiknya sejak dulu tidak mengalami perubahan sedikitpun, namun perasaannyalah yang berubah-ubah. Raven pun tidak mengerti mengapa dengan mudahnya ia mengubah perasaan.

"Gue minta maaf ya." Suara Camelia yang secara tiba-tiba membuat Raven ingin menoleh ke arahnya.

"Untuk apa?"

"Ya, karena gue lo harus menunda pekerjaan." Camelia sudah mengubah posisi duduknya dengan sesekali menenggak minuman tersebut yang benar-benar melegakan tenggorokannya menjadi lebih baik.

"Tumbenan juga kamu minta maaf, toh biasanya kalau kamu mengganggu saya kalimat seperti itu nggak pernah keluar dari mulut kamu, Mel. Begitu berat bagi kamu untuk meminta maaf maupun mengucapkan terima kasih kepada saya," pungkas Raven sembari tersenyum tipis.

"Tapi, keadaan sekarang itu berbeda, kalau biasanya gue yang sengaja ganggu lo, tapi untuk saat ini ya karena keadaan gue yang nggak memungkinkan untuk pulang sendiri, maka dari itu gue minta tolong ke lo, Rav. Lo, kan, calon suami gue."

Ucapan Camelia barusan mengingatkannya pada seseorang, apa dirinya adalah orang pertama yang dimintai bantuan, atau sebelumnya perempuan itu sudah meminta bantuan kepada mantannya.

"Apa nggak terbesit dalam benak kamu untuk meminta tolong kepada Mahesa, Mel?"

Camelia cukup tertohak mendengar ucapan Raven yang mulai memantik emosinya lagi.

"Lo nggak usah mulai deh!" Camelia sudah terlihat emosi dengan pertanyaan Raven barusan, ia yakin jika laki-laki itu hanya ingin membuatnya emosi saja.

"Ya nggak apa-apa, saya cuma pengen tahu aja kok. Kamu kan tetanggaan sama dia."

"Kalau niat dari awal gue minta tolong ke dia, ngapain gue minta tolong ke lo, Rav. Nggak usah mancing emosi gue deh. Lo nggak lihat kalau keadaan gue kaya gini. Tega banget sih lo!"

Camelia lebih memilih untuk diam, berusaha untuk menahan emosinya. Sementara Raven hanya tersenyum melihat raut wajah dan emosi perempuan itu yang meluap-luap.

"Lo nggak ikhlas gue minta tolong ke lo!" Meskipun sudah berusaha untuk tidak emosi, namun faktanya tetap saja ia kesal dengan pertanyaan Raven yang terlalu menyudutkannya.

"Nggak kok, malahan saya senang," balasnya sembari terkekeh pelan.

Camelia melirik malas ke arah Raven, rasanya ingin meralat ucapan minta maaf yang sudah dilontarkannya tadi.

To be continued…