Chereads / Seduction Romance / Chapter 30 - Hari Pernikahan

Chapter 30 - Hari Pernikahan

Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat, bahkan Camelia tidak pernah menyangka jika pada akhirnya ia benar-benar akan menikah dan berakhir menjadi istri dari laki-laki yang sangat jauh dari kriterianya. Meksipun ia tidak menampik jika Raven memiliki wajah tampan dan sosok figur yang sempurna, mungkin banyak orang yang menginginkan laki-laki itu untuk menjadi suaminya karena sikapnya yang diidolakan banyak orang. Namun, berbeda dengan Camelia yang masih tidak suka dengan sikap dinginnya dan irit bicara. Camelia yang lebih suka dengan kebebasan dan sangat berbanding terbalik dengan sikap Revan yang mungkin akan mengungkung istrinya terus berada di rumah, tidak membiarkannya mencari kesenangan di luar rumah. Tetapi, sikap perhatiannya dua hari lalu membuatnya terbawa perasaan, sampai ingin membuka hati untuknya.

Rencana sebelumnya yang ingin mendapatkan jabatan CEO dari pernikahan yang dijalaninya tiba-tiba hilang begitu saja. Rasanya cukup egois jika menjadikan pernikahan yang sakral hanya demi mendapatkan harta semata. Lalu, apa yang diharapkan di dalam pernikahan ini, cinta dari Raven?

Camelia mengerjapkan matanya sebentar ketika pikirannya terus dipenuhi dengan hal-hal seperti itu. Lalu, dibuka kembali dan kini tatapan perempuan itu masih terlihat nanar di dalam kamar miliknya yang cukup luas dan terlihat bernuansa serba putih dengan pernak-pernik pernikahan yang sering digunakan pada umumnya. Pernikahannya dengan Raven diselenggarakan di rumah kakek Rasya yang memang megah dan cocok untuk dijadikan tempat dilaksanakan pernikahan ini.

Dengan mengenakan gaun pengantin berwarna putih yang menjuntai panjang menyentuh lantai, rambut yang dicepol rapi dihiasi dengan beberapa pernak-pernik, beberapa helai rambut yang sengaja digerai begitu saja di sisi wajah untuk mempercantik wajahnya. Camelia terlihat sangat cantik feminim setelah mendapatkan riasan make up natural dari beberapa pelayan yang ditugaskan untuk merias wajahnya. Bahkan kedua tangan yang saling bertautan terasa berair di setiap ruas jarinya. Dengan perlahan perempuan itu menjatuhkan pandangan ke arah gaun yang dikenakannya ini, tak terasa jika air matanya ikut jatuh begitu saja dan menggenang di wajah, meski dadanya terasa sesak seperti kesulitan bernapas, bahkan untuk membuka mulutnya pun terasa sulit dilakukan. Hal utama yang membuat raut wajah Camelia berubah dengan perlahan seperti ini, karena tiba-tiba saja ia teringat dengan orang tuanya yang sudah meninggal, rasanya sakit tidak bisa dihadiri langsung di acara pernikahannya. Ia teringat dengan keinganan mamanya dulu sesaat masih hidup, ingin melihatnya menikah.

Camelia segera mengusap air matanya yang bercampur dengan riasan make up yang telah menempel di wajah. Jangan sampai ada yang melihat jika dirinya menangis di hari bahagia ini. Namun, ia tidak bisa menyembunyikan rasa sesak di dada, rasanya ingin sekali menangis sekencang mungkin.

"Ma, pa, aku kangen banget. Aku berharap mama dan papa datang ke acara pernikahanku, hiks. Walaupun raga kalian udah nggak ada di dunia, tapi aku yakin kalian pasti lihat putri satu-satunya menikah," lirih Camelia yang begitu merindukan orang tuanya yang sudah lama meninggal.

"Ma, pa!" lirih Camelia yang tak bisa menahan air matanya untuk tidak keluar. "Aku kangen hiks …, padahal dari dulu mama dan papa yang ingin banget lihat aku married, tapi kalian yang lebih dulu ninggalin aku," isak Camelia yang sesekali mengusap air mata yang keluar lagi dari pelupuk mata. Di hari bahagianya ini, perempuan itu merasa lemah jika mengingat orang tuanya.

Camelia menggerakkan kepalanya ketika mendengar suara decitan pintu yang terbuka, ia pikir kedua pelayan yang telah merias wajahnya tadi datang kembali. Namun, dugaannya salah jika seseorang yang tengah berdiri di ambang pintu adalah Tante Mely, dan membuat ujung bibirnya terangkat tersenyum tipis ke arahnya. Seseorang yang sudah dianggapnya sebagai ibu sendiri setelah sepeninggalan mamanya. Namun, di lain sisi Camelia pun merasa kasihan kepada tantenya yang tak kunjung menikah.

"Mel …." sahut Tante Mely yang berjalan mendekat ke arah keponakannya yang duduk di depan cermin besar. Perempuan itu langsung memeluk tubuhnya dengan erat, ia tahu dalam keadaan seperti ini Camelia pasti sangat membutuhkannya, apalagi sebelumnya Camelia pernah mengatakan jika dirinya sangat merindukan almarhum orang tuanya. Bahkan, terlihat wajahnya yang sedikit sembab seperti sudah menangis.

Camelia menangis sesenggukkan di pelukan Tante Mely yang tak dapat dibendung, ia ingin mencurahkan segala kegundahan hatinya di hari bahagia ini kepada seseorang yang sangat dekat dengannya.

"Tante tahu gak, sesaat aku ngeliat wajah Tante tadi di balik pintu, jujur aku bahagia banget, karena wajah Tante Mely mirip banget seperti Mama, dan aku kira kalau Tante itu mama," cetus Camelia dengan suara lirihnya yang mempererat pelukan di tubuh tantenya seolah tidak ingin berpisah dengan perempuan itu, karena setelah menikah ia yakin Raven pasti akan memintanya untuk tinggal di rumahnya.

Tante Mely terus mengusap punggung Camelia mencoba menenangkannya meski belum ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Ia merasa tersentuh mendengar ungkapan keponakannya yang sebentar lagi akan berganti status menjadi seorang istri.

Ketika keadaan Camelia yang sudah mulai agak baikan, dengan perlahan Tante Mely melepaskan pelukan tersebut, menggeser kursi yang berada di samping Camelia untuk didudukinya.

"Ini hari bahagia kamu, Mel, jangan menyiksa dirimu seperti ini, ya. Tante ingin kamu bahagia, dan Tante yakin papa dan mama kamu pasti bangga dan bahagia melihat putri satu-satunya menikah, Sayang," cetus Tante Mely yang mengusap lembut telapak tangan keponakannya yang terasa dingin.

Penglihatan Camelia terasa kabur karena dipenuhi cairan bening tersebut.

"Iya Tan, aku bahagia kok, tapi tiba-tiba aja aku keinget mereka berdua, karena mama yang pengen banget lihat aku nikah," isak Camelia.

Mely segera menghentikan isakan Camelia yang semakin membesar, bahkan riasan make up-nya sudah mulai luntur karena air mata perempuan itu yang terus keluar.

"Mel, dengerin Tante, ya. Kamu nggak boleh nangis di hari bahagia ini, ingat kamu udah melaksanakan apa yang diinginkan oleh orang tuamu, mereka pasti bangga. Apalagi kamu menikah dengan Raven, laki-laki baik dan bertanggung jawab yang bisa membahagiakan kamu."

Camelia merenung beberapa saat dengan ucapan tantenya yang memang benar, tidak seharusnya juga ia menangis sampai harus merusak makeup-nya. Namun, ada satu kalimat yang membuatnya harus berpikir lagi, mengenai Raven.

"Tante bilang kalau Raven laki-laki bertanggung jawab? Kenapa Tante bisa berpikir kaya gitu?" tanya Camelia sembari mengerutkan dahinya, karena ada beberapa orang yang mengatakan hal sama terhadap Raven. Dan setelah menikah nanti dirinya pun berniat untuk menggoda laki-laki itu agar jatuh cinta lebih dulu kepadanya.

"Ya, Tante udah kenal lama sama dia, ketika nenek Hanna yang mengajak Raven ke acara-acara penting perusahaan, di saat laki-laki itu masih muda. Kelihatan kok kalau sikapnya penuh tanggung jawab dan tentunya baik. Sayang kalau laki-laki sebaik Raven nikah dengan orang lain, Mel," tutur Tante Mely membalas, dan mengambil alat-alat make milik keponakannya di atas meja rias, untuk merias kembali wajah Camelia yang terlihat berantakan.

To be continued…