Chereads / Seduction Romance / Chapter 18 - Kebaikan Raven

Chapter 18 - Kebaikan Raven

"Kesempatan apa sih! Orang saya hanya berniat menolong kamu aja kok." Raven langsung melepaskan sentuhannya dari tubuh perempuan itu, tak terima ketika Camelia mencurigai jika dirinya mencari kesempatan dalam keadaannya seperti ini, padahal ia hanya merasa bersalah karena telah membentak sesaat perempuan itu masih syok. Sementara itu Camelia tengah merapikan pakaiannya, jujur dirinya masih sedikit trauma dengan kejadian tadi yang hampir saja membuatnya mati nanti jika sampai terjadi kecelakaan fatal, bahkan terjadi dengan calon suaminya sendiri.

"Kamu ikut pulang dengan saya, Mel." Dengan terpaksa Raven harus memegangi pergelangan tangan Camelia lagi, namun perempuan itu masih terdiam seolah enggan untuk ikut melangkah dengan Raven menuju mobilnya.

"Tapi, gimana dengan mobil gue, Rav?"

"Itu urusan gampang, nanti saya akan meminta seseorang untuk mengambilnya, berikan saja kunci mobil kamu ke saya. Lagian saya nggak mungkin membiarkan kamu pulang sendiri dalam keadaan kaya gini, Gimana kalau terjadi hal-hal yang nggak diinginkan lagi, gila aja kamu!"

Camelia tidak bisa berbuat apa pun selain mengiyakan ajakan Raven, karena apa yang dikatakannya memang benar. Ketika laki-laki itu menarik tangannya untuk melangkah menuju mobil yang hampir saja ditabraknya. Perasaan gusar dan takut masih menempel di dirinya dan sejujurnya membuat Raven sangat penasaran kenapa bisa Camelia mengemudi tak fokus hampir kecelakaan yang melibatkan dirinya, bahkan tidak tercium aroma alkohol sama sekali, berarti bukan disebabkan oleh hal yang tak disukainya. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa karena memikirkan mengenai pernikahan yang sebulan lagi akan dilaksanakan. Tapi, rasanya tidak mungkin karena perempuan itu yang memintanya secara terus menerus.

"Jangan lupa pakai sabuk pengamannya," pinta Raven dengan suara pelan, dan terdengar jelas oleh perempuan itu yang masih terdiam.

"Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu, Mel? Kamu memikirkan hal berat sampai nggak fokus begitu saat mengemudi?" tanya Raven yang sengaja belum melajukan mobilnya, karena ingin fokus mendengar jawaban dari perempuan itu yang membuatnya penasaran.

Karena keadaannya sudah mulai tenang kembali, tidak sulit bagi Camelia untuk menjawab, namun satu hal yang tidak akan keluar dari mulutnya, yaitu memberitahukan jika kejadian tadi karena seseorang, mantan pacar terindahnya yang kembali hadir dalam hidupnya.

"Ehm … Nggak kok, ya mungkin karena dalam waktu satu bulan ini ada dua pekerjaan penting yang harus gue kerjain di waktu bersamaan," balas Camelia apa adanya sembari tersenyum tipis, mencoba bersikap biasa agar Raven tidak mencurigai sesuatu.

"Pernikahan?" timpal Raven dengan segera dan langsung dibalas dengan anggukkan kepala oleh Camelia.

"Satu lagi?"

"Tante Mely akan membuka cabang kafe di luar kota, dan dia nyerahin semua urusan dekor dan desain interiornya ke gue. Gimana nggak pecah kepala gue, bahkan dengan pernikahan kita yang sebentar lagi."

Raven hanya mengangguk sembari tersenyum karena sudah mengerti. "Hanya itu?" tanyanya yang terlihat seperti ada hal mengganjal yang masih ingin didengar, dan membuat Camelia sedikit terhenyak.

"Iyalah! Emang lo pikir apa lagi," balas Camelia dengan wajah kesal, karena nada bicara Raven yang terdengar seperti curiga.

"Mungkin ada hal lain yang nggak mau kamu kasih tahu ke saya, dan bersifat privasi. Ya udahlah itu hak kamu." Raven segera melajukan mobilnya mengantar perempuan itu pulang.

"Oh ya, lo anterin gue ke apartemen, gue akan tinggal di sana untuk beberapa hari ini," cetusnya yang memberitahu.

Mulut Raven sudah terbuka ingin bertanya kembali namun karena tidak ingin berdebat membuatnya lebih milih untuk diam saja, dan mengiyakan perintah dari Camelia.

Hampir satu jam lamanya, Raven mengantar Camelia pulang ke apartemen yang berada di kawasan elite Jakarta, dengan buru-buru perempuan itu melepaskan sabuk pengaman dan membuka pintu mobil untuk keluar, tanpa mengucapkan terima kasih kepadanya yang sudah mengantar pulang, dan tentunya meminta maaf atas kejadian tadi yang hampir menabrak mobilnya. Raven pun tidak ingin peduli, tetapi secara tiba-tiba Camelia kembali ke arah mobil setelah berjalan beberapa langkah menuju apartemennya.

"Thanks dan gue minta maaf atas kejadian tadi." Kalimat yang diharapkan oleh Raven akhirnya terucap dari bibir bergelombang perempuan itu yang tanpa ekspresi. Raven merasa tertegun, karena Camelia tidak melupakan attitude-nya untuk berterima kasih. Namun, sesaat menatap wajahnya, terasa seperti ada beban tersendiri yang sedang dirasakan oleh perempuan itu.

Raven masih betah menatap langkah kaki Camelia sampai tak terlihat lagi dari pandangannya, setelah itu barulah ia kembali mengemudikan mobil meninggalkan kawasan apartemen perempuan itu, setelah ini ia akan mengunjungi salah satu temannya yang bekerja di sebuah wedding organizer, mempersiapkan pernikahannya dalam waktu dekat.

Sementara di lain tempat, Camelia melempar tas selempangnya secara asal ke atas ranjang dan perempuan itupun ikut mengempaskan tubuhnya, dengan detak jantung yang berjalan cepat, bahkan napasnya yang kian memburu. Yang membuat pikirannya tak tenang bukan karena kelalaiannya tadi saat berkendara, melainkan dengan kembalinya Mahesa ke dalam hidupnya. Ia tidak bisa berbohong jika laki-laki itu adalah mantan terindah dalam hidupnya sehingga begitu sulit untuk dilupakan. Dirinya tidak pernah berharap untuk kembali atau menjalin hubungan lagi dengannya. Namun, tidak dengan hatinya yang masih mengatakan 'ya' jika suatu saat itu terjadi. Lalu, bagaimana dengan pernikahannya dengan Raven? Apa ia melupakan tujuannya yang ingin mendapatkan harta Kakek Rasya dan juga jabatan CEO?

Suara ponselnya yang berbunyi dari dalam tas membuyarkan lamunan Camelia yang masih teringat dengan mantan kekasihnya, perempuan itu beranjak bangun dan meraih tas dengan perasaan malas. Tetapi, dengan perlahan raut wajahnya sedikit berubah ketika yang meneleponnya adalah Raven, baru saja ia bertemu dengan laki-laki itu dan kini malah menghubunginya lagi.

"Halo, ada apa lo telepon gue? Kangen?!" cetus Camelia dengan malas.

"Cuma mau kasih tahu nanti ada kurir yang akan antar makanan ke kamu, saya udah pesan," balas Raven datar, tidak terkecoh dengan ucapan Camelia.

Camelia terhenyak beberapa saat dengan kebaikan laki-laki itu.

"Lo serius, Rav? Tumbenan banget lo pesenin gue makan segala."

"Saya takut kamu mati karena banyak pikiran menghadapi pernikahan yang sebentar lagi akan dilaksanakan, sehingga membuat kamu nggak makan. Ya udah dengan inisiatif sendiri saya pesankan. Jangan lupa dimakan nanti," balas Raven yang menyudahi obrolannya dengan Camelia, karena niatnya menelepon perempuan itu hanya ingin memberitahukan saja.

Ketika perempuan itu sudah membuka mulut untuk mengucapkan kata terima kasih, namun sudah terlebih dahulu sambungannya dimatikan oleh Raven.

"Dasar! Tapi ternyata dia baik dan perhatian juga sampai beliin gue makanan, padahal nggak terbesit dalam benak kalau dia mau ngelakuin hal sebaik ini. Dan bener juga sih dalam keadaan kek gini mana sempet gue pesan makanan," gumam perempuan itu sembari tersenyum.

Tak lama setelah berbicara singkat dengan Raven dan menyimpan bingkisan yang berisi makanan untuk makan malamnya yang sudah tiba di antar oleh seorang kurir. Camelia lantas berjalan menuju toilet untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.

To be continued…