Chereads / Seduction Romance / Chapter 20 - Antara Percaya Atau Tidak

Chapter 20 - Antara Percaya Atau Tidak

"Mel ….!

Beberapa kali Mahesa memanggil Camelia dari mulai perempuan itu meninggalkan ruangan apartemen sampai sekarang menuju baseman, seolah lupa jika mobilnya masih berada di rumah Raven setelah kejadian kemarin. Namun, panggilan dari Mahesa tak mendapatkan gubrisan sama sekali darinya yang lebih fokus pada langkah kaki terburu-buru. Hari ini Camelia akan bertemu dengan salah satu klien yang mengajaknya untuk bekerja sama berinvestasi di bidang properti. Hal itu pula dilakukannya demi mengambil hati sang kakek agar segera memberikan jabatan CEO kepadanya. Ia akan membuktikan jika dirinya memang cucu yang bisa diandalkan di perusahaan.

"Mel!" Mahesa berhasil meraih pergelangan tangannya, meski perempuan itu sudah muak dengan sikapnya yang seperti anak kecil. Tidak ada ketenangan sama sekali yang dirasakan setelah Mahesa kembali ke dalam hidupnya. Bayang-bayang masa lalu selalu menghantuinya.

"Ada apa lagi sih, Sa! Kenapa lo terus ganggu hidup gue!" sentak Camelia yang merasa malas ketika harus berhadapan lagi dengan laki-laki itu. Ketakutannya terjadi, Mahesa benar-benar mengganggu hidupnya, meski sudah tinggal di apartemen, namun lebih parah dibanding bayangannya yang bisa hidup tenang. Merasa sial juga kenapa Mahesa bisa menjadi tetangganya pula.

"Justru aku cuma minta penjelasan atas ucapan kamu semalam. Kamu nggak serius kan dengan pernikahan, pastinya kamu cuma bercanda ingin balas dendam sama aku. Iya kan!" Mahesa mempertegas pertanyaannya sembari menyentuh kedua lengan bahu Camelia.

Wajah Camelia memicing di depan Mahesa, hampir semalam juga ia memikirkan ucapannya yang tidak terkontrol, padahal sebelumnya ia berniat akan menutupi pernikahan ini, terutama dari Mahesa sendiri, karena ia pikir pernikahannya dengan Raven tidak akan bertahan lama, hanya karena mengabulkan keinginan sang kakek dan harta yang menjadi incarannya.

Sambil menghela napas dalam, Camelia mencoba tersenyum mendengarnya, tidak ada kata balas dendam dalam hidupnya, meskipun apa yang dilakukan oleh laki-laki itu dulu masih terasa sakit sampai sekarang, dan rasa cinta yang belum hilang kepada Mahesa.

"Kenapa gue harus bercanda seserius itu, Sa. Gue akan nikah dengan cucu dari sahabat karib kakek gue, Kakek Rasya, dan akan dilaksanakan bulan ini. Jadi gue harap lo nggak usah ganggu gue karena saat ini gue sangat sibuk untuk mempersiapkan pernikahan. Kalau nggak percaya bisa tanya langsung ke Kakek Rasya," tutur Camelia yang menjelaskan agar laki-laki itu mengerti dan tidak terus mengganggu hidupnya. "Satu lagi, gue bukan tipe orang pendendam, gue menikah dengan dia bukan karena balas dendam dengan apa yang telah lakuin ke gue, tapi karena emang kita udah jodoh," lanjutnya dengan santai. Padahal untuk saat ini belum ada rasa kepada Raven.

Namun, baru saja perempuan itu membalikkan tubuh untuk melanjutkan langkah kakinya, matanya terbelalak ketika mendapati Raven yang sudah berdiri dengan tatapan yang menghunus tajam ke arahnya. Apalagi mendapati dirinya dengan Mahesa tadi. Perasaannya sudah tak menentu, ia takut laki-laki itu berpikiran yang tidak-tidak nanti.

"Rav, lo kok ada di sini?" tanya Camelia yang seolah lupa dengan pembicaraan semalam dengan Raven via telepon. Jika laki-laki itu akan ke apartemennya pagi ini mengantar mobil.

Perempuan itu terus menyiratkan senyuman ke arahnya meskipun tidak dibalas sama sekali, Raven masih menampilkan wajah sama cukup menyeramkan.

"Siapa laki-laki itu?" Raven balik bertanya dengan suara deep dan aura menginterogasi. Laki-laki itu pura-pura tidak tahu dengan sosok Mahesa. Padahal sebelumnya ia sudah tahu ketika mencari tahu kehidupan Camelia saat di Australia, termasuk hubungan perempuan itu dengan Mahesa.

"Ehm …." Camelia mengerjapkan matanya sebentar, merasa bingung saat harus menjawab, bahkan sesekali pandangannya terbagi kepada Raven dan juga Mahesa.

"D-dia—"

"Saya mantan pacarnya? Kenapa? Kamu nggak suka?" timpal Mahesa yang mendekat ke arah keduanya, ia tidak suka dengan sikap dan nada bicara Raven yang cukup angkuh menurutnya. Ia sendiri tidak tahu dengan laki-laki itu siapanya Camelia.

"Owh … mantan?" Satu alis tebalnya terangkat diselingi dengan senyuman merengkut. "Tapi, kenapa bisa bersama dengan calon istri saya di sini." Raven tidak ingin kalah sampai harus mengucapkan kata 'calon istri' kepada Mahesa, dan hal itupun memantik Camelia dan Mahesa tercengang mendengarnya, apalagi Camelia yang tidak percaya dengan suara pelan nan halus dari laki-laki itu menyebut kata calon istri kepadanya. Ada rasa tersentuh sedikit dan tidak percaya.

"Mel, dia calon suami kamu?" Mahesa tidak menjawab ucapan Raven, cukup emosi mendengarnya. Namun malah mengalihkan pertanyaan kepada mantan kekasihnya, sampai harus menyentuh kedua lengan bahu Camelia yang terdiam masih tidak percaya dengan ucapan Raven.

"Mel!"

"Iya, Sa! Kan gue udah bilang sama lo kalau gue mau nikah, tapi lo yang nggak percayaan, dia calon suami gue!" sentaknya yang membalas mengucapkan kata 'calon suami'.

Camelia terus menghindari tatapan tajam Raven yang terus mengarah kepadanya, ia tahu apa yang sedang dipikirkan oleh laki-laki itu sekarang, apalagi keberadaannya yang bersama Mahesa keluar dari apartemennya. Raven begitu tahu dengan seluk beluk kehidupannya dulu saat di Ausi, entah darimana bisa tahu, rasanya tidak nyaman, apa mungkin Raven pun tahu dengan kejadian satu malam yang pernah dihabiskannya dengan Mahesa.

"Kenapa mantan kamu bisa ada di sini, Mel?" Raven sudah mengeluarkan suara baritone yang memekik telinganya, jiwanya bergetar karena posisi perempuan itu yang tengah tertunduk dengan rasa takut terhadapnya. Namun, dengan perlahan mendongak.

"Kita nggak sengaja bertemu, Rav. Please … lo nggak usah berpikiran macem-macem," pinta Camelia yang meraih telapak tangan Raven. Kali ini dirinya harus berani menyentuh tangan laki-laki itu. Ia hanya takut jika Raven akan berubah pikiran mengenai pernikahan yang hanya tinggal menghitung hari.

"Kalau saya nggak tahu dengan kebiasaan kamu dulu, tentu saja saya nggak akan berpikiran negatif kepada kamu, tapi masalahnya kamu keluar berdua dengan mantan kamu. Kamu nggak tinggal bareng, kan?" sentak Raven yang sudah memasang wajah curiga.

Camelia tergagap mendengar kecurigaan Raven, apa yang ditakutinya ternyata benar-benar terjadi, dan tak tanggung-tanggung laki-laki itu langsung mengungkapkannya di depan Mahesa.

"Ya nggak lah! Gila lo, nggak mungkin gue tinggal sama dia."

Raven memang yakin tidak mungkin perempuan itu tinggal bersama mantan kekasihnya, terlebih setelah kepulangannya ke Indonesia dan terus mendapatkan ancaman dari kakeknya. Camelia tidak akan bertingkah gegabah, apalagi posisinya akan segera menikah. Yang dikatakannya tadi hanya ingin menggertaknya saja, menguji kebenaran dari Camelia.

Sekarang giliran Raven yang memegang pergelangan tangan perempuan itu, dan memaksanya pergi melangkah meninggalkan Mahesa yang sudah yakin dengan apa yang dikatakan perempuan itu memang benar. Pernikahan dengan laki-laki lain dan bukan dengan dirinya. Apa ia harus menerima itu semua, atau mencoba menggagalkan karena rasa cinta yang masih besar kepada Camelia.

Sesampainya di baseman, perempuan itu terus dihujani dengan tatapan menakutkan dari Raven, bahkan lebih menakutkan dari biasanya. Genggaman erat tangan Raven di pergelangannya pun terasa tak menyakitkan, karena tubuhnya lebih dulu bergetar.

"Kalau kamu nggak tinggal bareng sama dia, terus kenapa dia ada di kawasan apartemen kamu, Mel, nggak mungkin tiba-tiba ketemu, apalagi masih pagi gini? Dan saya lihat kamu seperti marah-marah ke dia." Raven masih bertanya hal yang sama.

"Kita cuma tetanggaan kok, dan jujur gue nggak tahu kalau ternyata Mahesa udah beli apartemen di sebelah gue, Rav, mungkin dijual sama si pemiliknya dan Mahesa yang beli. Gue aja terkejut semalam karena tetanggaan sama dia. Please …." Camelia menyentuh punggung tangan Raven. "Lo jangan berpikir kalau gue masih ada hubungan sama dia, gue udah putus dan dia cuma mantan gue aja, Rav."

Masih sulit untuk percaya seratus persen kepada perempuan itu, apa yang dilihatnya dulu saat mencari tahu kehidupan Camelia di Australia yang membuatnya terkejut, dan hal itupula yang membuatnya enggan untuk menerima perjodohan ini. Lalu, ditambah dengan keberadaan mantan kekasihnya yang dekat dengannya.

Keterdiaman dari Raven sekarang membuat Camelia meradang, ia merasa jika laki-laki itu belum percaya kepadanya. Entah apa yang dilihat Raven darinya seolah tahu dengan apa pun yang dilakukannya dulu. Apa Raven sudah menganggap kalau dirinya perempuan yang tidak baik dan patut dicurigai.

"Rav, lo percaya, kan?"

Camelia masih terus berusaha untuk meyakinkan Raven ketika laki-laki itu lebih memilih diam, dengan wajah yang masih tidak bersahabat.

To be continued…