Chereads / Seduction Romance / Chapter 19 - Move on Dari Mahesa

Chapter 19 - Move on Dari Mahesa

Camelia tampak menjelak dengan kelopak mata melebar dan bola mata berwarna kecokelatannya yang seperti akan menggelinding jatuh ke bawah lantai, tatkala melihat sosok lak-laki yang dilihatnya secara nyata akan masuk ke dalam unit apartemen yang berada tepat di sebelah apartemennya. Bahkan terasa sulit untuk menelan saliva karena tenggorokannya terasa tercekik dengan apa yang dilihatnya, tidak mungkin ia bertetanggaan dengan Mahesa. Padahal satu bulan yang lalu ia masih ingat penghuni apartemen di sebelahnya bukan Mahesa, melainkan orang lain dan cukup kenal dengan orang tersebut. Lalu, kenapa malah diisi oleh laki-laki itu, mantannya sendiri. Apa mungkin Mahesa salah satu anggota keluarganya? Atau membeli apartemen itu?

Perempuan itu tak bisa berkata apa-apa selain menggerutu di dalam hati dan menampilkan wajah tercengang ketika laki-laki yang cukup dihindari untuk saat ini malah tersenyum dan mendekat ke arahnya. Bagaimana bisa ia hidup dengan tenang di apartemen jika setiap hari bertemu dengannya. Padahal niatnya tinggal beberapa hari ini di apartemen demi menenangkan pikiran dan fokus pada pernikahannya yang sebentar lagi akan dilaksanakan.

"Kamu pasti syok dengan keberadaanku di sini kan, Mel. Tapi, jujur deh kukira kamu udah pindah apartemen, tapi ternyata masih di sini dan aku bahagia banget karena bisa tetanggaan sama kamu dan jarak tempat tinggal kita saling bersebelahan, nggak menutup kemungkinan kita bakalan saling ketemu," sahut Mahesa yang tidak bisa menyembunyikan rona kebahagiaan, dan menyadarkan perempuan itu dari keterbengongannya.

"Lo nggak bercanda, kan, Sa?" Perempuan itu masih belum percaya seratus persen, namun menilik dari raut wajah yang ditampilkan Mahesa seperti tidak ada kebohongan sama sekali jika laki-laki itu memang penghuni baru di apartemen sebelahnya.

"Ya nggak lah, aku udah beli apartemen ini dengan harga mahal, dan semua itu karena kamu, Mel," cetus Mahesa yang menjelaskan.

Camelia tambah terhenyak mendengarnya, kepalanya tiba-tiba saja berdenyut sedikit kencang, mengapa Mahesa seperti terobsesi kepadanya sampai sengaja membeli apartemen dengan harga tinggi hanya ingin dekat dengannya. Padahal hubungannya saja sudah lama kandas.

"Lo gila kali! Kita udah putus, lo cuma mantan gue, Sa, dan nggak seharusnya lo bersikap kaya gini, seolah-olah hubungan kita akan kembali menyatu!" sentak Camelia.

Mahesa mengerti dan sadar atas kesalahannya dulu sehingga membuat hubungannya kandas dengan Camelia, padahal ia masih sangat mencintai perempuan itu dan sebaliknya Camelia pun masih sangat mencintainya. Bahkan, tanpa Mahesa tahu jika perempuan itu akan segera menikah dengan laki-laki lain.

"Justru apa yang aku lakuin ini agar hubungan kita kembali kaya semula, Mel. Aku belum bisa ngelupain kamu. Gimana bisa aku hidup jauh dengan kamu, setelah apa yang kita lakuin dulu dengan penuh kenangan.Aku benar-benar menyesal dan ingin memperbaiki lagi." Mahesa mencoba meraih pergelangan tangan perempuan itu, agar Camelia bisa melihat kesungguhannya meminta maaf dan mengembalikan lagi kisah asmara dulu yang sempat dirajut.

Namun, ternyata perempuan itu lebih memilih mengempaskan tangan Mahesa, berusaha agar tak disentuh, karena posisinya akan segera menikah dengan Raven dan tidak mungkin ia menjalani hubungan lagi dengan mantan kekasihnya. Jangan sampai hatinya luluh dengan sikap Mahesa.

Perempuan itu menggelengkan kepalanya tanpa menoleh sedikitpun ke arah Mahesa. "Nggak, gue nggak mau balikan lagi sama lo, Sa. Hati gue aja masih sakit sekarang dan belum bisa terobati akibat keberengsekkan lo. Jujur, gue udah move on sama lo, dan satu lagi mungkin gue harus kasih tahu supaya lo nggak kejar-kajar gue terus menerus kaya gini."

Bella memejamkan matanya sebentar sembari menghela napas dalam, meskipun di hati kecilnya masih ada nama Mahesa yang belum bisa tergantikan, namun ia harus mengutarakan perihal pernikahannya agar Mahesa mengerti dan tidak menghantuinya.

"Gue bakalan married bulan ini, Sa," kata Camelia memberitahu dengan kedua mata yang masih terpejam. Sementara wajah Mahesa sudah memicing dengan dahi mengkerut. Tapi, laki-laki itu tak langsung percaya begitu saja, karena wajah mantan kekasihnya yang tak meyakinkan. Ia tahu dengan sifat dan sikap Camelia yang suka dengan kehidupan bebas, dibanding sebuah pernikahan, rasanya aneh mendengar mantan kekasihnya akan menikah. Bahkan, Camelia pernah mengatakan jika tujuannya kuliah di luar negeri dan tinggal lama di Ausi, yaitu demi menghindari sebuah kekangan, dan dirinya ingin hidup bebas.

"Kamu nggak usah bercanda, Mel. Iya aku tahu kamu akan married nanti dan pastinya sama aku," jawab Mahesa dengan penuh percaya diri. Dan kali ini, perempuan itu yang tersenyum kecut mendengar jawaban kepercayaan diri yang begitu tinggi dari Mahesa.

"Lo nggak usah ngayal, gue nikah bukan sama lo, tapi sama cowok lain yang jauh lebih baik dari lo!" sarkas Camelia yang menatap tajam ke arahnya.

Camelia masuk ke dalam ruangan apartemennya sembari menutup pintu dengan sedikit kencang, ia tidak ingin berdebat lagi dengan Mahesa dan membuat hatinya luluh nanti. Entah kenapa ia merasa sedikit berat untuk menjalani pernikahan ini, terlebih setelah Mahesa kembali ke dalam hidupnya, bahkan kini laki-laki itu terus berusaha untuk mengembalikan hubungannya lagi seperti dulu. Camelia sadar, mengapa berani mengambil keputusan untuk menikah dengan Raven, laki-laki yang dihindarinya sejak dulu dan tidak suka dengan sikap dingin dari Raven yang membuatnya mati kutu nanti, dirinya dengan Raven sangat jauh berbeda. Selain karena permintaan kakeknya, dan tentu saja dengan ancaman dari Kakek Rasya yang terus berdengung di kepalanya mengenai harta warisan dan jabatan CEO.

Camelia masih berada di balik pintu dengan meraba dadanya karena terasa jantungnya yang berdetak dua kali lipat lebih kencang dari biasanya, sementara Mahesa pun masih menatap jelas pintu unit apartemen Camelia. Hatinya terus merutuk mendengar pernyataan jika perempuan itu akan menikah. Rasanya tidak percaya, namun kali ini raut wajahnya tidak ada kebohongan sama sekali.

Belum sembuh kepalanya berdenyut sampai membuatnya harus menjatuhkan tubuh ke atas ranjang, namun suara ponsel yang diletakkan di atas nakas membuatnya kembali bangun dan meraihnya. Tidak lain dari Raven yang menghubunginya lagi, padahal beberapa waktu yang lalu pria itu sudah menghubunginya.

"Ada apa?"

Lagi dan lagi Camelia yang membuka pembicaraan, dan kali ini dalam perasaan malas.

"Biasa aja dong, kamu kaya ngajak ribut," sahutnya karena mendengar nada suara Camelia yang sedikit ketus.

"Sorry." Dan kali ini suaranya terkesan sendu.

"Kamu di apartemen, kan?"

Camelia mendadak heran dengan pertanyaan Raven, padahal laki-laki itu yang mengantarnya tadi ke apartemen.

"Iya lah, lo pikir gue di mana?"

"Ya, mungkin kamu pergi clubbing," sahut Raven mengatakan sesuatu yang selalu dikhawatirkannya dari perempuan itu, apalagi sekarang dia tinggal jauh dengan kakeknya.

"Nggak kok, lo nggak usah curigaan, gue ada di apartemen." Perempuan itu tampak tak suka dengan kecurigaan dari Raven. Bagaimana jika sudah menikah nanti, mungkin laki-laki itu melarangnya untuk bekerja dan menyuruhnya untuk menjadi ibu rumah tangga biasa.

"Wajar dong saya curiga, saya tahu dengan kehidupan kamu dulu. Tapi … tujuan saya ganggu kamu malem-malem cuma mau kasih tahu kalau mobil kamu udah ada di rumah saya, besok pagi saya antar ke apartemen kamu." Raven mengutarakan maksud meneleponnya malam ini, meskipun harus didahului dengan pertengkaran kecil.

"Ya, thanks. Tapi kenapa lo bisa tahu sih, lo kan nggak ada saat gue tinggal di Ausi?" Camelia mulia mencurigai sesuatu, karena tidak hanya sekali namun beberapa kali Raven sering berbicara seolah tahu dengan apa yang dilakukannya saat tinggal di luar negeri.

"Kamu nggak usah meragukan kemampuan saya, Mel. Apa pun yang kamu lakukan dulu tentu saya tahu. Jadi, setiap saya mengatakan kamu sering clubbing dan minum, tentu saja karena ada bukti dan nggak asal saya bicara begitu saja."

Tanpa Raven tahu jika perempuan itu cukup tergelak mendengarnya sampai menutup mulut. Ia merasa deg-degan dengan pernyataan Raven, apa laki-laki itupun tahu dengan hubungannya bersama Mahesa, dan satu malam yang dihabiskan dengan mantan kekasihnya.

Ketika tak ada pembicaraan lagi dan keduanya pun tampak terdiam tak ada yang bersuara karena perempuan itu masih mencerna atas ucapan Raven, dan rasa canggung yang mendera laki-laki itu, sehingga memilih untuk saling terdiam di saat ponselnya yang masih tersambung.

"Ya udah, lebih baik kamu istirahat." Raven yang menutup sambungan ponselnya lebih dulu dan hanya berkata singkat, namun mengandung perhatian.

To be continued…