Nenek Hanna tampak lekat memperhatikan sikap cucunya malam ini, tidak banyak makanan yang masuk ke dalam mulutnya, karena sejak tadi Raven hanya memainkan saja dan pikirannya pun terlihat berat, entah apa yang sedang dipikirkan olehnya. Di lain sisi ada satu hal yang ingin kembali ditanyakan kepada Raven mengenai perjodohan dengan cucu sahabatnya. Sampai sekarang laki-laki itu belum memberikan keputusan apakah mau atau tidak menikah dengan cucu dari sahabatnya.
Perempuan paruh baya tersebut menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sendok karena ingin fokus kepada Raven. Namun, perhentian tangan yang dilakukan oleh perempuan itu membuat Raven pun ikut tersadar dan mungkin saja sang nenek memperhatikannya sejak tadi.
"Ada apa, Rav? Sepertinya kamu sedang memikirkan hal berat sampai mengganggu makan malammu, bahkan hanya satu suap makanan yang masuk ke dalam mulutmu selebihnya kamu mainkan begitu," sahut Nenek Hanna.
Namun, Raven hanya diam tak langsung menjawab, tatapannya masih mengarah ke piring dengan sisa makanan yang masih banyak.
"Kamu keberatan Nenek jodohkan dengan Camelia, Nak? Bahkan kamu sendiri belum memutuskan mau atau tidak menikah dengannya?" Nenek Hanna terus berbicara menanyakan kesiapan Raven untuk menikah dengan Camelia. Walaupun kejadian di restoran kemarin membuatnya cukup tersontak, kata-kata tolakan terlontar langsung dari mulut dari cucunya dan ditimpal oleh Camelia yang sama-sama tidak menginginkan perjodohan terjadi. Hal itu pula menimbulkan spesikulasi antara dirinya dengan Rasya jika kedua cucunya memang tidak ingin dijodohkan.
Raven mengembuskan napasnya dengan pelan, ia merasa bersalah atas sikapnya yang diam seperti ini pasti membuat neneknya bertanya-tanya.
"Rav meminta waktu seminggu untuk memikirkan perjodohan ini, Nek. Rav nggak mungkin mengambil keputusan secepat kilat, apalagi mengenai pernikahan dengan perempuan yang nggak kucintai, rasanya berat. Tapi, Rav akan memikirkannya dengan baik," balas Raven yang meraih gelas berisi air putih, lalu ditenggak.
"Baik, nggak masalah kok. Tapi, apa boleh Nenek tahu kenapa kamu menolak sesaat bertemu Camelia kemarin. Nenek dan kakek Rasya bisa melihat kalau kalian memang menolak perjodohan ini? Padahal sesaat Nenek pertama kali mengatakan kamu akan dijodohkan dengan cucu dari kakek Rasya, kamu nggak merasa keberatan sama sekali, bahkan menerima jika Camelia melanjutkan kembali pendidikannya. Kenapa sekarang terlihat berbeda, Nak. Apa karena ada seseorang yang sudah kamu cintai?"
Raven kembali menyimpan gelas tersebut ke atas meja. Pertanyaan dari neneknya kali ini terasa berat. Ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya hal yang membuatnya berat menikahi perempuan itu. Namun, ia pun tidak akan menyembunyikan jika memang pernah mencintai perempuan lain, tanpa sepengetahuan neneknya.
"Ehm … apa yang Nenek katakan tadi memang benar, Rav pernah menyukai salah satu karyawan ketika perjodohanku dengan Camelia terhenti, karena perempuan itu fokus pada pendidikannya. Rav nggak salah jika menyukai perempuan lain, tapi hubungan kami kandas selama satu tahun bersama. Maaf, karena Rav nggak kasih tahu nenek perihal itu," ungkap Raven yang pada akhirnya mengatakan yang sebenarnya.
Hanna cukup tercengang mendengarnya karena Raven tidak pernah memberitahunya jika pernah menjalin hubungan dengan perempuan lain. Namun, cucunya tidak bersalah dan hal wajar jika memiliki perasaan kepada perempuan lain.
"Tapi, Nenek tenang aja, Rav dengan Camelia sudah membicarakan perihal ini kok dan kami memutuskan untuk memikirkannya selama satu minggu," ungkap Raven yang segera menjelaskan karena terlihat raut wajah neneknya yang tercengang.
"Oh ya, Nek, boleh aku tahu kenapa Nenek ngebet banget pengen jodohin Rav sama dia, maksudnya kenapa nggak orang lain?" tanya Raven. "Walaupun ini perjodohan yang kedua kalinya Nenek lakukan kepadaku, tapi Nenek belum pernah menjelaskan kenapa Rav harus nikah sama Camelia?"
Nenek Hanna terlihat tersenyum mendengar pertanyaan dari cucunya ini, setelah terkejut berubah menjadi senyuman. Janji di masa lalu membuatnya harus melaksanakan janji tersebut.
"Karena Nenek dan Kakekmu bersahabat sejak lama dengan kakek Rasya, kita menginginkan jika keturunan kami nanti memiliki ikatan hubungan kekeluargaan. Maka dari itu almarhum kakekmu ingin sekali menjodohkan cucunya dengan cucu kakek Rasya. Nenek lihat jika Camelia perempuan yang baik dan pintar, sangat pantas menjadi istri kamu, Rav," cetus Nenek Hanna yang menjelaskan.
Raven mendelik, mendengar kata-kata dari neneknya yang mengira jika calon cucu menantunya adalah perempuan baik-baik. Padahal di balik itu semua Camelia adalah perempuan yang berani melakukan suatu hal, hidup bebas dan tentunya sering pergi clubbing, mabuk, sikap perempuan yang sama sekali tidak disukainya. Ia tidak yakin neneknya akan terus meminta ia menikahi perempuan itu jika tahu dengan kelakukan Camelia yang sebenarnya sesaat di Australia, namun dirinya pun tidak akan mengatakan dan membuat neneknya kecewa nanti. Setiap orang pasti akan berubah, ia berhatap perempuan itu akan mengubah sikap jika semisal pernikahan ini terjadi.
"Ya, ya. Waktu seminggu akan aku pikirkan baik-baik, Nek," balas Raven yang kembali menenggak air mineralnya.
Setelah puas berbincang dengan nenek Hanna, Raven kembali ke ruang kerjanya karena harus mengurus sesuatu yang penting. Walaupun tubuhnya yang sudah lelah dan ingin sekali diistirahatkan. Namun, ia memiliki tanggung jawab besar terhadap perusahaan sang nenek, bahkan dengan para karyawan yang bekerja di perusahaannya. Menjadi cucu laki-laki dari keluarga Sagara memang berat tanggung jawab yang harus dilakukannya, memiliki adik perempuan yang masih harus menyelesaikan pendidikannya di negeri paman sam membuat Raven harus mengurus sendiri, dan nasib baik dibantu oleh orang-orang yang sudah bekerja lama dengan sang nenek.
Namun, setelah mendudukkan tubuhnya di atas kursi kerja, Raven masih terlihat membengong dengan menindih dagu di telapak tangan. Harapan neneknya agar ia menikah dengan Camelia membuat kepalanya pusing. Sampai sekarang saja ia masih enggan untuk menjadikan perempuan itu sebagai istrinya, terlebih dengan kehadiran Luna tadi.
Raven mengeluarkan napasnya sedikit kasar dan menyandarkan tubuhnya di punggung kursi, sedangkan kedua tangan tampak mengusap wajah dan sedikit memberantakan rambutnya. Entah mengapa begitu berat berada di posisi seperti ini.
"Coba saja kamu bisa merebut hatiku lagi, Mel, kamu nggak melakukan hubungan yang saya nggak suka. Mungkin saya nggak perlu waktu untuk mengiyakan perjodohan ini. Tapi, karena hubungan kamu dengan laki-laki itu membuat saya berpikir berkali-kali, apakah saya harus menikah dengan kamu. Padahal saya sendiri sangat menginginkan pendamping hidup yang penurut, tidak banyak bergaul dengan laki-laki," gumam Raven yang berbicara pada dirinya sendiri sembari memejamkan mata. Namun, deringan ponsel yang menyala membuat laki-laki itu mulai berposisi tegap dan menatap ponselnya.
Tidak mungkin karyawan atau rekan bisnis yang berani meneleponnya malam-malam begini, mereka punya sopan santun yang tidak akan mengganggu orang lain yang sedang beristirahat. Dan dugaan Raven ternyata benar jika yang menghubunginya adalah perempuan yang membuat pikirannya tidak tenang.
Tidak seperti biasanya Raven yang menghindar jika Camelia menelepon, laki-laki itu akan mencari cara untuk tidak peduli, atau bahkan tak mengangkat panggilannya. Namun, berbeda dengan malam ini, laki-laki itu langsung menjawabnya dengan tujuan ingin lebih dulu menutup ponselnya kembali jika urusan Camelia sudah selesai.
"Halo … ada apa kamu menelepon saya malam-malam begini? Mengganggu waktu istirahat orang lain saja?" tanya Raven yang langsung to the point menyinggung Camelia, karena jujur saja perempuan itu memang menggangu waktunya. Padahal sudah jam sepuluh malam.
"Ah … gue tahu kok kayanya lo lagi sibuk malam ini, Rav, nggak kek orang yang lagi istirahat Ngaku aja lo lagi mengerjakan sesuatu di ruang kerja, kan," cetus perempuan itu seolah tahu dengan apa yang dilakukan oleh Raven, sampai membuat laki-laki itu sedikit tertohak mendengarnya.
"Ya, kamu benar saya memang sibuk di ruang kerja. Tapi, tetap saja kamu mengganggu waktu orang lain!"
"Katakan, ada keperluan apa kamu menelepon saya?"
To be continued…