Raven membuka pintu ruang pribadi kakek Rasya setelah sekretaris dari laki-laki itu mengizinkannya untuk bertemu dengan atasannya, yang tengah disibukkan dengan menandatangani beberapa laporan untuk proyek yang akan diselenggarakannya dalam waktu dekat. Bukan tanpa alasan mengapa Raven datang ke perusahaan kakek dari Camelia siang ini, karena ada beberapa hal yang ingin dibicarakannya. Selama semalam penuh, Raven memikirkan mengenai perjodohan antara dirinya dengan perempuan itu, dan sekarang adalah waktu yang tepat untuk memutuskan perjodohan yang setelah sekian lama harus tertunda, sampai dirinya pun sudah tidak mengharapkan lagi. Raven berharap keputusan yang diambilnya ini baik untuk dirinya terutama, dan tidak ada penyesalan nanti.
Kedatangan dari Raven disambut hangat oleh Rasya, sebuah senyuman tercipta jelas di wajah keriput dari laki-laki konglomerat tersebut, namun penampilannya masih sangat fashionable dan berkelas, ketika usianya tidak sesuai dengan kesibukannya sebagai seorang Chairman di Perusahaan Manufaktur terbesar di Indonesia.
Rasya langsung beranjak bangun setelah Raven yang tengah berjalan ke arahnya, bahkan sedari tadi laki-laki itu memang menunggu Raven setelah Raffi mengatakan kedatangan cucu dari sahabatnya ini.
"Maaf karena telah mengganggu waktu Kakek Rasya siang ini," ucap Raven yang merasa tidak enak ketika kedatangannya mungkin saja menggangu waktu laki-laki yang masih terlihat produktif di tengah usianya yang sudah tak muda lagi itu.
"Owh … nggak apa-apa kok, Rav, santai saja, malahan Kakek senang banget kamu datang ke kantor dan pastinya ada hal penting sampai membuatmu ingin bertemu dengan Kakek," balas Kakek Rasya yang merasa tidak keberatan sama sekali.
"Ya sudah silakan duduk." Rasya mengajak Raven untuk duduk bersama sembari merangkul bahu laki-laki itu. Rasya sudah menganggap jika Raven sebagai cucunya juga, karena kedekatan persahabatan dengan kakek dan nenek dari laki-laki itu, bahkan dengan rencananya yang ingin sekali menikahkan Raven dengan Camelia.
"Terima kasih banyak, Kek," balas Raven dengan perasaan yang sedikit canggung, ketika duduk berdua dari jarak dekat dan tangan Kakek Rasya yang masih menyentuh bahunya.
Jujur saja Raven merasa sangat kagum kepada Kakek Rasya, di usianya sekarang yang sudah tak muda lagi laki-laki itu masih tetap bekerja keras dan sangat disiplin, bahkan perusahaannya bisa terus maju pesat dan menjadi perusahaan terbesar di negeri ini, berbeda dengan cucunya yang begitu menyebalkan dan hidup dengan seenaknya. Ya, Raven hanya mengenal Camelia sebagai sosok perempuan yang cinta kebebasan, tidak suka dikekang. Hanya itu yang tahu, tanpa mengetahui sikap asli dari perempuan itu yang di luar dugaan Raven, mungkin jika Raven tahu laki-laki itu akan berbalik kagum kepadanya.
"Tumben banget kamu datang ke sini, Rav, ada apa? Apa ada hubungannya dengan Camelia?" sahut Rasya yang sudah menduga ke arah sana, teringat dengan obrolannya pagi tadi bersama Camelia yang membahas mengenai perjodohan. Apalagi cucunya itu mengatakan jika Raven meminta waktu seminggu untuk memikirkannya dulu, seolah enggan untuk menikahi cucunya.
Raven terdiam dan sedikit tertohak, tujuannya datang ke sini memang ingin membahas perihal perjodohannya dengan Camelia. Namun, ketika posisinya sekarang yang hanya berdua begini membuatnya cukup gugup juga.
Raven menganggukkan kepalanya setelah beberapa saat terdiam, ia takut jika perkataan yang akan keluar dari mulutnya tadi keliru. Namun, semalam dirinya tidak bisa tidur sama sekali karena terus memikirkan hal ini, baik atau buruknya akan diambil siang ini. Rasanya tidak bisa berlama-lama untuk mengambil keputusan penting dalam hidupnya.
"Iya Kek, kedatangan Rav ke sini karena ingin membahas perjodohan yang ingin Kakek dan nenek Hanna harapkan dari Rav sama Camelia," cetus Raven yang sudah merasa tak nyaman duduk, ketika pandangan Kakek Rasya terus mengarah kepadanya.
Sedangkan laki-laki itu terlihat sumringah mendengarnya, walaupun belum tentu Raven akan menerima atau menolak perjodohan tersebut.
"Kamu menerima atau menolak perjodohan itu, Rav? Katakan kepada Kakek yang sebenarnya?" tanya Kakek Rasya yang langsung to the point.
Satu kalimat yang dilontarkan oleh Kakek Rasya membuat Raven tertohak mendengarnya. Entah mengapa terdengar jika seolah-olah laki-laki itu tahu dengan permasalahan yang terjadi antara dirinya dengan perempuan itu.
"Tentu saja Rav menerimanya, Kek," balas Raven dengan tegas, ia harap inilah hasil akhir setelah semalaman dirinya berpikir untuk menerima menikah dengan Camelia.
"Kamu serius?"
"Iya, tentu saja Rav serius, memangnya kenapa, Kek? Kenapa Kakek Rasya seperti nggak yakin kalau Rav menerima perjodohan ini?" Raven balik bertanya.
"Owh bukan seperti itu, Rav, cuma pagi tadi Camelia mengatakan jika kamu meminta waktu seminggu untuk memikirkan mengenai pernikahan ini, kamu terlihat seperti enggan untuk menerimanya. Maka dari itu, Kakek bertanya ke kamu apakah serius untuk menjadi suami cucu Kakek," balas Kakek Rasya yang menjelaskan dan barulah Raven mengerti tak bisa mengelak.
"Ehm … iya Kek, Rav memang meminta kepada Camelia untuk memikirkannya, karena pernikahan bukanlah perkara yang mudah dan cepat untuk diputuskan, menyangkut masa depan dan kehidupan pasangan nanti. Namun, setelah Rav yakin rasanya nggak mau menunda lagi," cetus laki-laki itu yang menuturkan tanpa memberitahu apa yang terjadi sebenarnya. Padahal hal utama yang membuatnya mau menikahi Camelia hanya karena tidak ingin mengecewakan nenek Hanna, bukan karena mengiyakan ajakan konyol dari Camelia, yaitu setelah menikah boleh menjalin hubungan dengan perempuan lain karena keduanya tidak saling cinta, apalagi tujuan perempuan itu menikah dengannya hanya karena menginginkan harta kakeknya.
Kakek Rasya menyentuh punggung tangan Raven, menghela napasnya pelan dengan raut wajah yang seperti menahan rasa bahagia yang dirasakannya pagi ini. "Makasih ya, Rav, kamu mau menerima perjodohan ini, banyak hal yang sangat Kakek harapkan dari kamu, terutama mengubah sikap dan sifat Camelia agar jauh lebih baik lagi," cetus Kakek Rasya dengan penuh harapan dari kalimat yang dilontarkannya.
Raven sadar di balik pernikahan yang akan dijalaninya nanti dengan perempuan itu, tersembunyi harapan besar dari Kakek Rasya, hal itu pula yang membuatnya tidak bisa menolak pernikahan ini, walaupun sebelumnya ia tidak tahu alasan dari Kakek Rasya, namun harapan dari laki-laki itu hampir sama dengan neneknya.
Sementara di lain tempat, tepatnya di kawasan ruangan kakek Rasya, Camelia berjalan lengang untuk menemui sang kakek. Beberapa staf kantor dan jajaran yang kenal dengan Camelia pun memberikan hormat kepada cucu dari atasannya ini ketika tengah berjalan termasuk Raffi, sang sekretaris yang kemanapun atasannya pergi laki-laki itu pasti ikut. Bisa dibilang jika Raffi adalah kaki tangan dari Kakek Rasya, usia Raffi pun hampir sama dengan almarhum papa Camelia, maka dari itu Raffi begitu dekat dengan Kakek Rasya. Namun, kali ini laki-laki yang sudah berkeluarga tersebut melarang cucu atasannya untuk bertemu dengan kakeknya sendiri, bukan tanpa alasan mengapa ia melarangnya, karena sebelumnya laki-laki baya tersebut sudah memberikan perintah kepada Raffi agar tidak ada seorang pun yang mengganggu waktunya dengan Raven, termasuk pekerjaan yang penting.
"Pak Raffi, kenapa aku nggak boleh masuk ke ruangan Kakek!" celoteh Camelia yang merasa kesal ketika laki-laki itu terus melarangnya untuk bertemu dengan kakeknya sendiri, bahkan posisi tubuh Raffi yang berada di depan pintu menghalangi Camelia untuk masuk ke dalam. Wajah Camelia terus dicemberutkan.
"Maaf Non, tapi kakek Rasya sendiri yang meminta Pak Raffi untuk melarang siapa pun masuk. Pak Rasya sedang sibuk hari ini, jadi nggak bisa diganggu," cetus Raffi menjawab. Sebenarnya ia pun merasa tidak enak kapada Camelia, namun semua ini atas perintah dari atasannya.
"Ya, aku tahu kakek lagi sibuk, tapi sesibuk apa sih sampai ngelarang cucunya untuk bertemu. Lagi pula aku datang ke sini karena ada hal penting juga kok yang ingin aku bicarakan," timpal Camelia yang tidak mau tahu.
"Emangnya Kakek lagi sibuk kerja atau lagi ngobrol sama rekan bisnisnya?" tanya perempuan itu yang tetap kekeh ingin bertemu dengan Kakek Rasya, ia tidak ingin pulang sia-sia sebelum mengungkapkan apa yang mengganjal di dalam batinnya, waktu pagi Camelia terlupa untuk mengatakannya.
"Pak Rasya sedang berbicara dengan Pak Raven," balas Pak Raffi telak membuat kedua bola mata Camelia membeliak seketika mendengar nama calon suaminya, yang ternyata sedang berbincang dengan kakeknya, dan karena hal itulah membuatnya tidak bisa bertemu dengan kakek Rasya.
"Raven? Jadi Kakek lagi ngobrol sama dia?" tanya balik Camelia sembari mengerutkan dahinya.
"Iya Non."
"Kenapa Pak Raffi nggak bilang dari tadi kalau orang itu adalah Raven. Tapi kenapa segitunya banget sampai Kakek ngelarang siapapun nggak boleh masuk."
"Sepertinya hal yang sangat penting, Non, Pak Raven kan cucu dari sahabat Pak Rasya."
Camelia teringat dengan perjodohan lagi, dan mungkin saja kedatangan laki-laki itu ke sini ingin mengatakan jika dia keberatan untuk menerima perjodohan ini. Pikiran Camelia sudah ke mana-mana, apalagi semalam jawaban Raven tidak meyakinkan mau menikah dengannya. Walaupun ia sudah mengatakan beberapa kali jika Raven bisa menjalani hubungan dengan perempuan lain.
To be continued…