"Ya kita emang nggak ngelakuin apa pun, Mel, tapi malam itu nggak bisa aku lupakan gitu aja, kapan lagi aku bisa tidur sama kamu," cetus Mahesa diselingi dengan senyuman tulus, menggambarkan perasaannya kini yang masih sangat mencintai perempuan di hadapannya itu yang sudah kecewa, sedangkan Camelia sendiri mengubah raut wajahnya jauh lebih menahan malu jika mengingat malam itu. Bisa-bisanya ia menghabiskan satu malam dengan Mahesa, padahal ia sudah berjanji pada dirinya sendiri agar tidak tidur dengan laki-laki, walaupun sikap dan kelakukannya bar-bar, hidup bebas dan sering clubbing saat di Australia, tetapi ia terus berusaha agar tidak membuat kakeknya murka nanti, dan anehnya hal itupun terlepas dari pengawasan Tania yang merupakan bodyguard pribadinya.
"Oh ya, Mel, kalau kamu nggak keberatan kita pergi yuk, aku mau ajak kamu makan malam nanti, kita bernostalgia dan mungkin hal itu bisa membuat hatimu luluh dan bisa memperbaiki hubungan kita lagi," pinta Mahesa.
"Gue keberatan!" perempuan itu langsung menolak dengan tegas ajakan dari Mahesa yang tidak mungkin diiyakan.
Namun, bagi Mahesa tolakan dari Camelia tidak berarti sungguhan, ia yakin jika di dalam hati perempuan itu pasti mau dengan ajakannya, mungkin karena rasa kecewa yang masih dialaminya sampai sekarang.
"Mel, kamu nggak usah bohong deh, please ya, kita makan malam nanti, aku akan jelasin tentang kekecewaan yang kamu rasakan dulu, supaya kamu paham dan nggak beranggapan kalau aku laki-laki berengsek yang sengaja meninggalkan kamu," pintanya kembali sembari berusaha meraih pergelangan tangan mantannya. Akan tetapi keinginan dari Mahesa hanya keinginan semu, karena perempuan itu lebih cepat menghindar, sudah tak sudi disentuh olehnya.
"Gue sibuk, Sa! Udahlah lo nggak usah ganggu-ganggu hidup gue, lagian kita udah nggak ada hubungan apa pun, hanya sebatas mantan yang nggak mungkin kembali!" Camelia mempertegas ucapannya agar Mahesa mengerti dengan posisinya ini yang sudah tidak memiliki hubungan apa pun, bahkan ia masih benci terhadapnya, bagaimana bisa untuk memperbaiki hubungannya lagi dikala hatinya masih sakit.
"Satu lagi gue udah nggak mau mendengar penjelasan apa pun tentang kita dulu, walaupun lo berusaha untuk menjelaskannya!" tegas Bella yang tidak ingin melemah dengan rasa bencinya kepada laki-laki itu.
Mahesa mendesah pelan, kali ini ucapan perempuan itu masuk ke dalam batinnya, bahkan dengan raut wajah Camelia yang tidak ada kebohongan sama sekali, benar-benar tidak ingin mendengar penjelasannya. Perempuan itu melengos pergi begitu saja meninggalkan rasa kecewa di diri Mahesa, tatkala perempuan yang masih sangat dicintainya itu sudah memasuki mobil range-rover-nya, tak memperdulikan teriakan nama yang dilontarkan oleh Mahesa. Mobil yang dikendarainya meninggalkan kawasan perusahaan kakek Rasya.
Hembuskan napas berat yang dikeluarkan oleh Mahesa menggambarkan keadaannya yang tengah kecewa, namun ia tidak akan menyerah untuk mendapatkan Camelia kembali. Mahesa yakin jika perempuan itu masih mencintainya sampai sekarang, hanya terhalang oleh rasa kecewa akibat kebodohannya dulu.
Di depan Mahesa tadi, Camelia berusaha agar tidak mengeluarkan emosi batinnya yang sudah meluap, masih jelas teringat dengan perlakuan laki-laki itu yang membuatnya sangat nyaman, bahkan Mahesa berani pindah kuliah demi dirinya, namun semua itu dihentikan dengan sikapnya yang telah membuatnya kecewa berat seolah tidak bisa memaafkannya begitu saja. Tetapi, dalam penjelasan Mahesa tadi jika laki-laki itu sangat terpaksa meninggalkannya kala itu, entah apa yang membuatnya berada dalam posisi bingung, dirinya pun tidak meminta penjelasan lebih detail kepadanya karena terlanjur membenci.
Camelia berusaha fokus mengemudi di jalan yang cukup ramai melintang dengan kendaraan lain, bisa-bisanya dalam keadaan seperti ini ia malah teringat dengan pertemuan dan segala ucapan Mahesa yang seperti ingin mendekatinya lagi. Ia tidak ingin rasa cemas itu menggerogotinya secara perlahan, membahayakan dirinya dan juga orang lain, dan benar saja apa yang dikhawatirkan oleh Camelia, jika tiba-tiba saja mobil yang dikendarai perempuan itu hampir saja menabrak sebuah mobil mewah yang berada di sebelahnya ketika pikirannya tidak fokus. Padahal mobil tersebut berada di jalur aman dan tidak bermasalah sama sekali, sampai membuat Camelia harus mengerem secara mendadak mobilnya tersebut daripada menghantam area belakang mobil orang lain. Ia merasa jika jantungnya seperti akan keluar setelah kejadian tersebut. Namun, dengan perlahan ia mulai merasakan kembali jika jantungnya berdetak tatkala bisa menghindari kecelakaan akibat kebodohannya sendiri, sehingga tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
Napas perempuan itu terengah-engah dan terasa berat, naik turun sebelum menyadari jika posisinya masih hidup. Dengan gerakan cepat Camelia segera meraba-raba tubuh dan wajahnya yang masih dalam keadaan utuh, tidak lecet sama sekali, dan di saat itulah ia mulai bisa bernapas lega dengan membuang napasnya dengan perlahan.
Tersadar dengan yang dilakukannya cukup bodoh, Camelia membuka safety belt dan melihat di depan mobil seseorang yang hampir saja ditabrak olehnya. Perempuan itu segera turun dari mobil untuk meminta maaf atas kebodohannya tadi yang tidak hanya membahayakan nyawanya, melainkan juga nyawa orang lain. Namun, ia merasa tidak asing dengan mobil tersebut, bahkan dengan plat nomornya seperti pernah melihat.
Tatapan perempuan itu sedikit memudar dengan wajah yang dikernyitkan, mulutnya cukup tercengang tatkala seseorang yang hampir saja ditabraknya adalah Raven. Laki-laki itu baru saja keluar dari mobil dengan aura wajah yang cukup menyeramkan dan langsung menyoroti dengan tatapan tajam ke arah Camelia, seolah sudah tahu jika mobil yang menabraknya adalah mobil calon istrinya sendiri. Sementara mulut perempuan itu sedikit menganga karena tidak percaya kenapa semua ini bisa terjadi antara dirinya dengan Raven.
Dari jarak yang dekat Camelia sudah merasakan aura kemarahan dari laki-laki itu sampai membuatnya tak berani untuk menatap ke arah Raven.
"Kenapa kamu nggak fokus mengemudi, hah? Kamu lagi mikirin sesuatu sehingga nyetir ugal-ugalan dan hampir saja menabrak mobil orang!" sentak Raven yang membuat perempuan itu langsung bergidik dan menundukkan wajah, begitu takut dengan amarah meluap-luap yang dikeluarkan olehnya.
Raven tidak peduli karena kali ini dirinya benar-benar marah dengan kecerobohan Camelia yang bisa membahayakan nyawanya sendiri. Bahkan Raven mencurigai jika perempuan itu tengah dipengaruhi oleh minuman beralkohol, sehingga ugal-ugalan.
"Nasib baik kamu hampir menabrak mobil saya, Mel, bukan mobil orang lain yang akan berabe nanti!"
Perempuan itu belum berani menjawab karena masih tertohak dengan kejadian yang menimpanya hari ini.
Raven mencondongkan wajah ke arahnya sembari menghirup di sekitar wajah Camelia yang tidak tercium aroma alkohol sama sekali, dan apa yang dilakukan olehnya membuat Camelia risih, meskipun ia sadar dengan sikap Raven.
Perempuan itu mendorong tubuh Raven ke belakang agar jarak tubuhnya tidak terlalu dekat, Ia sadar atas kebodohannya sendiri yang hampir saja mencelakai orang lain juga.
"Gue minta maaf, Rav, gue bener-bener nggak sengaja tadi, dan apa yang terjadi pure karena kesalahan gue, bukan karena pengaruh alkohol," cetus Camelia yang menjelaskan kecurigaan Raven terhadapnya.
Raven mengusap wajah dan mencoba untuk menahan emosinya, untuk sekarang keadaan perempuan itupun cukup syok dengan kejadian ini, dan seharusnya ia tidak membentaknya yang membuatnya tambah takut nanti.
Raven berusaha merangkul tubuh Camelia yang terasa bergetar, untuk pertama kalinya juga ia melakukan hal seberani ini, tapi jujur saja dirinya pun cukup terkejut dengan kejadian tadi yang ternyata dilakukan oleh calon istrinya.
"Saya yang minta maaf, nggak seharusnya saya membentak kamu sampai takut begini." Raven benar-benar merangkul tubuh perempuan itu sehingga menempel dengan tubuhnya.
Setelah beberapa saat keduanya saling berpelukan dan Camelia sadar dengan perlakuan hangat Raven kepadanya, dengan buru-buru perempuan itu menyudahi aksinya dari laki-laki itu yang membuatnya nyaman nanti.
"Lo pasti cari kesempatan dalam kesempitan, kan!" sergah Camelia yang mulai menghindar berdekatan dengan Raven. Tentu saja ucapan dari perempuan itu memantik emosi dari Raven sendiri yang memang berniat menolongnya, namun malah disalahartikan olehnya.