Chereads / Seduction Romance / Chapter 7 - Kemarahan Raven dan Kemasabodohan Camelia

Chapter 7 - Kemarahan Raven dan Kemasabodohan Camelia

"Apakah yang dikatakan perempuan itu benar, Rav?" tanya Luna dengan wajah yang cukup tercengang, dan Raven pun terlihat sama terkejutnya dengan Luna. Namun, berbeda dengan Camelia yang malah cengar-cengir dengan kalimat yang baru saja dilontarkannya, dan memantik emosi dan rasa penasaran dari Luna yang terlihat jelas dari wajahnya.

"Rav, perempuan ini calon istri kamu?" Luna kembali bertanya dengan nada memaksa.

Raven belum menjawab pertanyaan Luna dan malah mengedarkan pandangan kepada Camelia. Lalu, menatap tajam perempuan itu yang masih tersenyum seperti merasa tidak bersalah sama sekali atas ucapannya yang menimbulkan pro dan kontra orang lain. Namun, setelah melihat raut wajah menakutkan dari Raven membuat Camelia dengan perlahan merengkutkan bibirnya ke semula, jika dilihat kembali raut wajah Raven cukup menakutkan menyorotinya dengan tajam begitu.

"Raven!" sentak Luna yang memegang pergelangan tangan laki-laki itu dengan kuat. Ia sangat butuh jawaban dari Raven. Luna tak menampik jika sampai sekarang ia masih mencintai atasannya itu sehingga membuatnya belum bisa menerima jika Raven akan menikah dengan perempuan lain. Luna seperti lupa dengan apa yang dilakukannya setahun yang lalu, perempuan itulah yang telah meninggalkan luka di hati Raven, ketika lelaki itu masih sangat mencintainya. Padahal Raven mencintainya dengan tulus dan harus disakiti dengan kabar perjodohan perempuan itu dengan teman masa kecilnya.

Sebenarnya Raven ingin sekali menjawab jika Camelia adalah calon istrinya, namun perasaan suka kepada Luna masih ada sampai sekarang, dan di lain ia masih merasa sakit hati dengan kandasnya hubungan karena perempuan itu yang meninggalkannya. Rasanya belum sanggup ia mengatakan mengenai perjodohan dengan Camelia. Terlebih ia pun tidak ingin Camelia besar kepala nanti.

Camelia merasa heran dengan sikap Raven yang cenderung diam, bukannya langsung menjawab dan membungkam mulut perempuan itu supaya diam tidak banyak bertanya. Ia merasa bosan juga dengan ekspresi wajah Luna yang menyebalkan, dan terus menampilkan wajah sewot kepadanya.

"Rav, ayo dong jawab, kenapa kamu diem gitu sih!" sentak Camelia yang menyadarkan Raven, padahal sejak tadi lelaki itu tidak sedang melamun.

"Nanti saya akan jelaskan ke kamu, Lun," sahut Raven yang mencengkeram pergelangan tangan Camelia untuk mengajaknya pergi, sampai membuat Luna membulatkan mata ketika Raven menyentuh tangan Camelia. Laki-laki itupun menarik paksa Camelia untuk pergi dengannya meninggalkan Luna yang masih menyimpan tanda tanya besar akan hubungan mantan kekasihnya dengan Camelia, apalagi Raven berani menyentuh tangan perempuan itu.

Sesampainya di depan mobil Raven yang terparkir di halaman restoran. Laki-laki itu langsung mengempaskan begitu saja tangan perempuan yang menurutnya begitu menyebalkan. Wajahnya begitu kalut dan membuat perempuan itu merasa sedikit takut diterkam oleh Raven hidup-hidup. Padahal ia sama sekali tak berbuat kesalahan.

"Sakit tau gak!" Camelia mengusap pergelangan tangannya sembari menatap penuh kekesalan pada Raven.

"Kenapa kamu bilang jika kamu calon istri saya di depan Luna! Bahkan saya saja belum memutuskan mau menikah dengan kamu atau nggak!" gertak Raven dengan suara tinggi, tidak peduli dengan pandangan orang-orang yang melintas nanti, menggertak seorang perempuan di depan umum.

"Emangnya kenapa sih, Rav. Perempuan itu siapa? Mantan terindah lo? Sampai lo nggak suka dengan ucapan gue tadi!" Camelia balik bertanya.

"Kamu nggak harus tahu dengan kehidupan saya, Mel. Seharusnya kamu jaga ucapan, jangan mengatakan sesuatu hal yang mungkin saja nggak terjadi. Saya aja masih mikir-mikir dengan ajakan kamu menikah. Jangan memberikan kabar yang nggak-nggak!" pungkas Raven yang melengos pergi memasuki mobilnya.

"Rav ….!" Panggil Camelia, tetapi tak mendapat gubrisan dari Raven yang memang sangat marah kepadanya.

Camelia teringat jika dirinya tidak membawa mobil, sengaja naik taksi agar Raven mengantarnya pulang hari ini, dan dirinya pun tidak ingin pulang naik taksi. Mau tidak mau memaksa perempuan itu ikut pulang dengan Raven, dan tak peduli jika laki-laki itu akan mengusirnya nanti. Lagi pula ia butuh penjelasan dari Raven atas hubungannya dengan perempuan berwajah jealous itu.

Tanpa permisi Camelia masuk begitu saja ke dalam mobil Raven ketika pemilik mobil tengah memakai sabuk pengamannya, dan tercengang melihat keberadaan perempuan itu di sampingnya. Camelia perempuan yang berbeda memang, ketika Raven menatapnya tajam dan tidak suka, perempuan itu malah memberikan senyuman agar Raven luluh.

"Keluar dari mobil saya!" pinta Raven dengan suara baritone tinggi meminta Camelia untuk turun dari mobil. Ia tidak ingin berurusan lagi dengan perempuan menyebalkan sepertinya.

Namun, perempuan itu enggan untuk turun dan malah menggelengkan kepala sembari menyilangkan tangan di dada, sementara bibirnya dicemberutkan, ekspresi wajah yang cukup lucu memang yang ditampilkan oleh perempuan itu sekarang demi mempertahankan posisinya. Ia tahu cara meladeni seseorang yang tengah marah kepadanya.

"Kamu tuli banget sih, saya minta kamu keluar dari mobil saya!" gertak Raven dengan suara yang begitu menggelegar, dan membuat nyali perempuan itu menciut.

Camelia yang sedang menatapnya pun dibuat tak percaya jika Raven bisa semarah itu kepadanya. Lagi dan lagi perempuan itu tak gentar sama sekali, ia tidak takut walaupun Raven akan memukul atau mendorongnya nanti keluar dari mobil.

"Gue nggak mau turun dari mobil lo, Rav!" balas Camelia singkat, padat, dan jelas.

"Kamu bawa mobil sendiri, kan? Ya udah pulang sendirilah, nggak usah minta di antar sama orang lain."

Perempuan itu harus mengembuskan napasnya dengan kasar. "Gue sengaja nggak bawa mobil, supaya lo antar gue pulang," timpal Camelia dengan santai.

"Kamu bisa naik taksi atau ojek online, saya sibuk dan harus segera kembali ke kantor," balas Raven telak.

"Gue nggak mau naik taksi, gue pengen lo anterin pulang. Please deh, Rav. Kayanya lo deh yang budeg. Udah jelas-jelas gue bilang pengen diantar pulang sama lo."

Raven tidak mungkin mengusir ataupun memaksa perempuan itu untuk turun dari mobilnya, dan mau tidak mau dirinya harus mengantar perempuan itu pulang. Padahal keadaannya sekarang hanya ingin sendiri dan terhindar dari perempuan menyebalkan sepertinya.

Raven mencoba menormalkan keadaannya, tidak baik juga mengemudi dalam keadaan yang kalut. Tidak hanya membahayakan keselamatan dirinya, tapi juga orang lain. Apalagi sekarang ia sedang membawa satu nyawa manusia yang paling menyebalkan di muka bumi ini. Laki-laki itu mencoba mengeluarkan napasnya dengan pelan.

"Pakai sabuk pengamannya." Raven memberitahu perempuan itu dengan suara yang pelan kali ini. Dan mungkin saja Raven sudah mulai bersahabat dengan Camelia.

Setelah mobil melaju, Camelia melirik ke arah Raven, keadaannya sudah normal dan membuat perempuan itu ingin menggerakkan lidah bertanya kepadanya, ia tidak peduli jika pertanyaannya nanti mungkin akan memantik emosi dari pria itu.

"Oh ya, Rav, perempuan tadi mantan terindah lo, ya, sampai lo belum bisa berpaling gitu kelihatannya?" tanya Camelia yang ingin tahu, dan terus mengelus-elus kedua tangan di pahanya. Sementara arah wajah memandangi Raven yang fokus menyetir.

"Bukan urusan kamu!" balas Raven singkat dan tidak ingin membahas.

"Ya, memang bukan urusan gue, tapi lo kan calon suami gue. Ya wajar dong kalau gue pengen tahu, dan nggak keberatan juga kok kalau semisal lo berterus terang ke gue."

"Berhenti berbicara dan berharap seolah-olah kalau kita benar-benar akan nikah, Mel!" pungkas Raven tidak suka jika Camelia membahas mengenai pernikahan kembali.

Camelia mengerti, jika bukan karena ingin harta dari kakeknya yang banyak dan sayang jika disumbangkan, tentu saja ia pun tidak ingin menikah dengan manusia kutub macam Raven. Seperti tidak ada laki-laki lain saja di dunia ini yang lebih mengerti dengan dunianya.

"Ya udah deh gue bakalan diem," cetus Camelia duduk di posisi semula dan menutup mulut. Namun, karena masih ada hal yang ingin dikatakan membuat perempuan itu kembali menatap Raven dari samping.

"Tapi Rav, kalau kita jadi nikah, gue nggak akan ngelarang lo untuk menjalin hubungan dengan perempuan tadi, kalau lo masih cinta sama dia. Dari awal gue udah bilang kalau pernikahan ini hanya untuk mengabulkan keinginan kakek Rasya dan nenek Hanna aja. Lo sendiri yang bilang nggak mau mengecewakan nenek Hanna yang pengen banget punya cucu menantu kek gue. Maka dari itu, kita masih bisa menjalin hubungan dengan seseorang yang kita cintai setelah kita menikah nanti, dan tentunya tanpa diketahui oleh kakek Rasya dan nenek Hanna. Pernikahan yang kita jalani ini hanya sebuah status aja dan nggak harus terikat perasaan masing-masing individu," tutur Camelia menjabarkan tujuan pernikahannya dengan Raven nanti, jika laki-laki itu menyutujuinya. Ia pun tidak akan membuat hidup Raven sulit jika semisal laki-laki itu masih ingin berhubungan dengan Luna.

Raven belum membalas dan fokus mengemudi, walaupun ucapan dari Camelia tadi begitu terdengar jelas dan membuat pikirannya sedikit kacau. Namun, ia masih enggan untuk menimpali. Pemikirannya sangat jauh dengan perempuan itu yang memiliki tujuan hanya ingin mendapatkan harta semata, berbeda dengan dirinya yang ingin menikah hanya satu kali seumur hidup, memiliki keluarga kecil, hidup harmonis dengan anak-anaknya nanti, mencintai perempuan yang akan menemaninya, bukan ingin berakhir dengan perceraian.

To be continued…