Ryan sangat kenal dengan suara itu. Perasaannya pun mulai tidak enak.
"Sedang apa dia di sini?" gumam Ryan mempertanyakan keberadaan orang itu. Namun, dia enggan membalikkan badan.
Ryan mulai berpikir dengan cepat untuk mencari alasan yang tepat.
Namun, Malika segera berdiri tepat di depan Ryan, seolah-olah sedang menghadang Rendra. "Kenapa bicaramu seperti itu ke calon adik iparmu, Rendra? Ini bukan kantor, kamu enggak bisa seenaknya," protes Malika dengan wajah cemberut. Dia memang sedang kesal kepada Ryan, tetapi wanita itu tidak akan membiarkan orang lain menindas kekasihnya. Termasuk kakak sepupunya itu.
"Hah, ayolah Malika, jangan terlalu memanjakannya. Lagipula dia itu karyawanku, jadi dia harus melakukan perintahku, 'kan?" Rendra tersenyum penuh kemenangan. Begitu yakin bahwa Malika tidak akan mampu menyangkal perkataannya.
"Please, deh, Kak. Ini bukan di kantor dan waktu kerja sudah selesai sejak tadi," ucap Malika masih berusaha membantu Ryan.
Ryan senyum-senyum sendiri melihat perdebatan Rendra dan Malika. Akhirnya atasannya itu menemui lawan yang tangguh.
Rendra memberenggut kesal, lalu mengacungkan jari telunjuk ke arah Ryan. Namun, segera Malika menepisnya dengan wajah menampakkan rasa tidak suka.
"Enggak usah main tunjuk-tunjuk, Kak."
"Kenapa kamu tersenyum senang seperti itu?" hardik Rendra dengan suara yang meninggi. "Apa kau senang dibela seorang wanita? Sampai bersembunyi di belakang Malika seperti itu." Rendra berdecih memandang remeh ke arah asistennya itu.
Malas, Malika memutar bola matanya. Kakak sepupunya itu selalu seperti itu. Sering sekali ingin menang sendiri.
"Aku dan pacarku ini mau makan malam, Kak. Kak Rendra mau ikutan makan dengan pasangan kekasih ini enggak?" tanya Malika dengan suara seimut mungkin.
Tentu saja hal itu membuat Ryan harus mengelus dada karena tidak mampu menanggung perasaanya. Ya, meski telah berpacaran lama, tetapi wanita itu tetap sangat menggemaskan baginya. Tanpa sadar tangannya terulur dan mencubit pelan pipi Malika.
Malika yang sedang berbincang dengan Rendra menjadi terdiam dan menatap Ryan. Saat mendapati tatapan mesra dari kekasihnya, wanita itu memutar-mutar tubuhnya dengan wajah merona.
"Argh, shit! Apa yang kalian lakukan di depan seorang jomlo? Kalau sudah punya kekasih nanti, aku akan pamer kemesraan di depan kalian," sarkas Rendra frustasi sembari mengusap kepala kasar.
Ditinggalkannya sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara itu. Lebih baik meninggalkan tempat itu, daripada harus menyaksikan adegan yang pasti akan membuatnya kesal.
Wanita paruh baya yang sedari tadi menjadi penonton setia pun segera angkat kaki. Tidak ingin menjadi obat nyamuk.
"Jadi kita akan makan malam di mana, Sayang?" Ryan mengedip-ngedipkan matanya.
"Siapa yang mengajakmu makan malam bersama?" Seketika raut wajah malika berubah kesal kembali.
"Loh, Sayang. Tadi kamu mengatakan ...." Ryan mengikuti langkah Malika yang sudah meninggalkannya.
Baru saja Ryan merasa bahagia karena sang kekasih sudah tidak merajuk lagi. Namun, rupanya itu hanya sandiwara Malika saja di depan Rendra. Tidak bisa dipungkiri, hati Ryan cukup bahagia karena Malika masih peduli padanya. Sekarang ia hanya perlu memikirkan bagaimana cara mengembalikan mood kekasihnya itu.
Ryan mengikuti Malika sampai ke meja makan. Bahkan dia ikut duduk di sana.
"Kamu mau apa?" tanya Malika saat melihat Ryan hendak mengambil nasi dan lauk di atas meja.
"Mau makanlah. Kan, tadi kamu yang ngajak. Tidak apa, kok, Sayang. Kita makam malam di rumah juga. Selama itu berdua sama kamu, semua akan terasa menyenangkan." Dengan tidak tahu malu Ryan tersenyum manis kepada Malika.
Wanita itu tampak mengembuskan napas. "Aku tidak mengajakmu!" tegas Malika.
Raut wajah Ryan berubah seketika. Lelaki itu menundukkan kepala.
"Baiklah kalau begitu. Maaf aku sudah mengganggu waktumu. Aku akan kembali ke kantor. Sepertinya malam ini aku memang enggak akan bisa menghindari Pak Rendra malam ini." Ryan beranjak meninggalkan meja makan.
"Sayang ...." Panggilan berhasil menghentikan langkah Ryan. "Kamu tidak boleh pergi bersama Kak Rendra." Malika sudah melingkarkan tangannya di pinggang Ryan.
Yess. Jurus terakhirku rupanya berhasil. Batin Ryan.
"Kenapa? Kamu, kan, enggak mau aku ada di sini, jadi lebih baik aku pergi ke tempat di mana orang menginginkanku," ujar Ryan dengan suara yang dibuat sesedih mungkin tanpa membalikkan badannya.
"Ta-tapi ... okay, kamu di sini saja denganku. Kita makan bersama." Malika kian mengeratkan pelukannya.
Senyum Ryan mengembang berubah menjadi seringai kepuasan.
Lelaki itu kemudian membalikkan tubuhnya lalu berkata, "kamu yakin mau makan malam denganku?"
Malika menganggukkan-anggukkan kepalanya beberapa kali. Dia mendongakkan kepala dan menatap wajah kekasihnya.
"Jangan marah lagi, ya, Sayang. Kamu tau aku sangat menyayangimu, 'kan?" Malika lagi-lagi mengangguk membenarkan perkataan Ryan.
"Tapi kamu jangan pergi dengan Kak Ryan, ya?" tanya Malika dengan nada manja. Tidak lupa ia mengerucutkan bibirnya lucu untuk mendukung aksinya.
Ryan tersenyum simpul. Ah, harus ia apakan kekasihnya yang sangat menggemaskan itu. Dia pun balas memeluk Malika setelah mengecup pelan kening sang kekasih.
"Bagaiman aku bisa pergi ke atasanku yang jomlo dan meninggalkan pacarku yang sangat cantik dan menggemaskan ini."
Wajah Malika merona setiap kali mendengar kata-kata manis yang Ryan ucapkan. Wanita itu menggandeng tangan Ryan menuju meja makan. Menikmati makan malam yang tidak mereka rencanakan sebelumnya. Niat Ryan untuk menyelam sambil minum air ternyata berjalan mulus. Bahkan ia mendapatkan ikan yang besar saat menyelam.
Malam itu malika benar-benar menahan Ryan agar sang kekasih tidak menemui Rendra. Diam-diam Malika mematikan ponsel Ryan.
"Sayang, kenapa aku enggak boleh menemui Rendra malam ini?" Ryan masih penasaran. Karena tidak biasanya Malika bersikap seperti itu.
"Aku curiga kamu akan berpura-pura menjadi kekasihnya." Jawaban itu jujur diungakapkan oleh Malika.
Tentu saja Ryan tertawa mendengar ucapan kekasihnya itu.
"Seandainya enggak ada lagi wanita di bumi ini, belum tentu aku mau dengan Rendra, Sayang. Lebih baik aku menjadi jomlo seumur hidup." Ryan mencubit gemas pipi Malika.
"Aku juga khawatir jika kamu terus-terusan menggantikan Kak Rendra untuk bertemu dengan para wanita yang dijodohkan dengannya, lama-lama kamu akan tertarik dengan mereka." Rupanya masih ada keresahan lain di hati Malika.
Ryan tersenyum melihat wajah khawatir dan cemburu sang kekasih. Sesaat kemudian ia merengkuh pundak Malika dan menatapnya dalam.
"Sayang, dengarkan aku. Jangan pernah mengkhawatirkan hal apa pun yang akan membuat hatimu terluka. Aku menggantikan Rendra hanya untuk membuat para wanita itu illfeel padaku. Bagiku hanya kamu wanita yang paling cantik di dunia," tukas Ryan mengusap lembut wajah Malika.
Pelan Ryan membawa tubuh Malika ke dalam dekapannya. Mencoba meyakinkan wanita itu bahwa hanya dirinya yang bisa merebut hati pria itu.
"Apa yang kalian lakukan?" Lagi-lagi sebuah suara menganggu keromantisan sepasang kekasih itu.