Malika tersenyum senang. Setidaknya ia bisa meringankan tugas Ryan.
Sementara itu Rendra masih setia menemani Aleeta berbelanja. Ia mengikuti ke mana pun langkah Aleeta.
"Ryan ... apa enggak masalah kau bawa itu? Mata Aleeta melirik troli dorong yang tengah Rendra pegang. "Kalau kau capek biar aku saja." Aleeta hendak mengambil alih troli tersebut,
.Namun, dengan sigap Rendra mencegahnya.
"Ayolah, Aleeta. Ini hanya didorong, kok. Ini enggak berat sama sekali. Bahkan, aku masih kuat kalau harus mendorong troli ini sambil gendongin kau." Aleeta membulatkan mata mendengar ucapan Rendra.
"Aku cuma bercanda, Aleeta." Rendra terkekeh melihat ekspresi Aleeta. "Ayo, kita cari lagi barang yang kita butuhkan." Rendra melanjutkan langkahnya.
"Kita? Bukannya semua itu barang-barang milikku?" gumam Aleeta lirih hingga tidak kedengaran oleh Rendra.
Menemani seorang wanita berbelanja ternyata cukup melelahkan untuk Rendra. Itu hanya berbelanja kebutuhan dapur Aleeta. Bagaiman jika ia menemani Aleeta berbelanja pakaian, tas, sepatu dan keperluan wanita lainnya. Mungkin lelaki itu akan melambaikan tangan tanda menyerah.
"Ryan, kau beneran enggak apa-apa?" Lagi-lagi Aleeta bertanya pada Rendra.
Sebenarnya ia tidak tega membiarkan Rendra membawa sendiri semua belanjaan miliknya. Bukan Aleeta tidak ingi membantu, tetapi lelaki itu bersikukuh ingin membawa sendiri.
"Tentu saja semua ini enggak gratis, Nona." Rendra tersenyum penuh arti.
"Hah? Maksudnya?" Aleeta menghentikan langkahnya. Rendra pun mengikutinya.
"Tenang saja, aku enggak akan minta yang aneh-aneh, kok."
Aleeta tersenyum cemas mendengar penuturan Rendra. Setelah mengatakan tidak meminta sesuatu yang aneh, wanita itu justru semakin cemas.
"A-apa yang kau inginkan?" tanyanya cemas. Dalam hati dia merapal doa semoga saja apa yang dimintanya sebagai imbalan benar-benar bukan sesuatu yang aneh.
"Aku ... cuma mau minta tolong sama kau, Aleeta. Cuma kau yang bisa bantuin aku. Kau mau, ya?" bujuk Rendra dengan nada sendu. Bahkan, telah menangkupkan kedua tangan di depan dada agar wanita itu iba dan mau membantunya.
Kening Aleeta berkerut hingga alisnya hampir tertaut. 'Pertolongan apa yang dibutuhkan Ryan?' batin Aleeta.
"Aku mau kau ikut denganku ke suatu tempat pada hari Minggu nanti," ungka Rendra hati-hati tida ingin Aleeta salah paham kepadanya.
"Suatu tempat?" gumam Aleeta mengulangi perkataan Rendra dan pria di hadapannya langsung mengangguk mengiyakan. "Tapi kemana Ryan? Kamu bukan ngajakin aku ke tempat aneh, 'kan?"
Rendra menggoyangkan telapak tangannya di depan dada sembari berkata, "mana mungkin, Aleeta. Aku cuma mau kau temani aku ke suatu tempat untuk bertemu seseorang."
Aleeta semakin bingung dan penasaran saja dibuatnya. Padahal biasanya pria itu selalu berbicara to the point. Namun, entah mengapa hari ini justru sangat bertele-tele.
"Bertemu siapa?"
Rendra terdiam sesaat. Tangan kanannya memegang ujung dagu, sedangkan tangan kirinya setengah bersedekap.
"Hm, aku terlanjur janji sama seseorang untuk membawa pacarku bertemu dengannya hari Minggu nanti. Tapi, kamu tahu sendiri kalau kau belum memberikan jawaban atas perasaanku. Bahkan, hari ini baru hari pertama aku menunggu jawabanmu. Enggak logis rasanya untuk bawa wanita lain, sedangkan aku punya wanita yang aku sukai. Jadi, maukah kau membantuku untuk menemui orang tersebut dan latihan menjadi pacarku?" ucap Rendra panjang lebar mengemukakan maksudnya.
Aleeta cukup terkejut mendengar alasan itu. Namun, dia bingung dan tidak yakin untuk menerima ajakan itu.
Di satu sisi dia ingin ikut dan memastikan siapa orang yang akan ditemuinya. Apakah itu mantan pacar atau wanita yang mengejarnya? Atau dia hanya ingin memamerkan kepada temannya bahwa dia memiliki seorang kekasih.
Akan tetapi yang paling mengganggu adalah jika dia menolak dan meminta wanita lain untuk berpura-pura menjadi kekasihnya.
"Pukul berapa? Apakah pertemuan itu akan lama?" Wajah Rendra berbinar mendengarnya. Artinya kemungkinan besar wanita itu akan ikut dengannya.
"Aku akan menjemputmu pukul sepuluh. Enggak akan lama karena ini hanya untuk makan siang," jawab Rendra tersenyum senang.
Namun semua itu hanya sesaat.
"Okay, akan aku pikirin?"
Pria itu tersenyum kecut saat mengetahui Aleeta lagi-lagi memintanya untuk menunggu.
"Hhh, lagi-lagi dia nyuruh aku menunggu," keluh Rendra dalam hati.
Rendra tidak lagi berkata apa pun, jadi Aleeta mulai melangkahkan kaki lagi untuk melanjutkan kegiatannya. Belum semua kebutuhannya dia masukkan ke troli.
Sedangkan Rendra mengikutinya dari belakang. Ah, pria itu tidak habis pikir bagaimana jalan pikir wanita yang disukainya itu. Dipikirnya seorang Aleeta adalah pembuat keputusan yang tepat dan cepat. Namun, selalu saja dia butuh waktu untuk berpikir lebih. Tidak seperti dirinya yang selalu bertindak cepat dalam hal apa pun
Aleeta melirik Rendra sekilas. Tampaknya pria itu menjadi lebih pendiam setelah perbincangan mereka tadi. "Apa dia sedih karena aku enggak kasih jawaban, ya?" Wanita itu membatin cemas.
Aleeta berjalan menuju troli setelah mengambil sebuah barang secara acak, lalu meletakkannya di atas tumpukan belanjaannya yang lain.
"Kau mau membeli sesuatu, Ryan?" tanya Aleeta berusaha mencairkan suasana. Namun, pria itu tidak menjawab dan hanya menggelengkan kepalanya pelan. Persis seperti orang yang kehabisan tenaga.
"Oke." Aleeta berkata dengan mata melotot dan Rendra hanya menganggukkan kepala.
"Aku bilang oke, Ryan." Kembali Rendra mengangguk sebagai jawaban.
Rendra sedikit heran mendengar perkataan Aleeta. Entah kenapa wanita itu terlihat kesal hanya karena dia tidak mau membeli apa pun.
"Iya, oke. Aku memang enggak mau membeli apa pun, Aleeta. Aku hanya akan menemanimu. Jadi, nikmati waktumu," ucap Ryan dengan senyum yang jelas dipaksakan.
Aleeta memejamkan mata dan menyugar Surai panjangnya dengan kasar karena kesal pria di hadapannya itu tidak mengerti maksud perkataannya.
"Maksudku ... oke, aku akan menemanimu bertemu dengan seseorang hari Minggu nanti. Mengerti?" ucap Aleeta setelah menarik napas dalam menenangkan dirinya.
"Sungguh?" teriak Rendra tanpa sadar memegang kedua tangan Aleeta dengan wajah berbinar.
Seringai kecil menghiasi wajah Aleeta. Tidak mengira jika pria itu sedikit menggemaskan.
"Iya. Aku jawab sekarang karena sepertinya kau sedih setelah kuminta menunggu jawaban dariku." Aleeta mencoba menggoda Rendra. Namun, wanita itu sangat terkejut dengan apa yang terjadi selanjutnya.
"Ah, aku sangat senang, terima kasih, Aleeta." Tanpa sadar Rendra memeluk tubuh Aleeta sembari melompat-lompat kegirangan.
Mata Aleeta membulat karena sangat terkejut. Bisa saja dia menolak sentuhan itu dan mendorong tubuh pria yang belum lama dikenalnya itu. Namun, entah mengapa tubuhnya justru memberikan reaksi yang berbeda.
Jantungnya memacu tiga kali lebih kencang dari biasanya saat Rendra memeluk tubuhnya. Namun, dia juga menikmati kehangatan yang tersalurkan dari tubuh pria itu. Terlebih dengan dada bidangnya yang sangat sandaran-able. Membuat pelukan itu kian terasa menenangkan.
Sesaat kemudian Rendra tersadar saat masih memeluk Aleeta. Baru saja dia akan .lepaskan pelukannya. Namun, wanita pujaan hatinya itu melakukan sesuatu yang aneh.
"Apa maksud Aleeta?" batin Rendra terkejut.