"Sudah kalian lakukan semua perintahku?" tanya seorang pria yang duduk di kursi kebesarannya sambil menikmati secangkir coffee latte.
"Sudah, Tuan, kau bisa melihat mereka di tempat kejadian," jawabnya.
"Kalian menghilangkan semua jejak?" tanyanya lagi.
"Tentu, Tuan," jawabnya.
"Bagus, kalian boleh pergi, nikmatilah hasil kerja keras kalian," ucap pria itu sambil melemparkan amplop berwarna coklat berisi uang dengan jumlah yang sangat fantastis.
"Terima kasih, Tuan." ucapnya, lalu dia pergi. Lalu pria itu pun beranjak dari kursinya, dia pergi untuk melihat pertunjukan yang menurutnya sangat menyenangkan. Sesampainya di tempat kejadian, dia tersenyum penuh kemenangan karena sangat puas dengan hasil pekerjaan anak buahnya.
"Jangankan untuk hidup, untuk bernafas pun kalian sangat tidak layak," ucapnya dengan penuh kepuasan saat melihat antek-antek musuhnya saling membunuh.
"Aku akan menghabisi kalian dari daun terlebih dahulu, setelah itu baru aku akan menuju akar." ucapnya lagi lalu pergi dari tempat itu setalah melihat mayat bergelimpangan di sana.
***
Seorang pria berusia dua puluh enam tahun mengendarai mobil sportnya memecah hingar bingar malam Kota California, kota yang terkenal dengan penduduk terbanyak di AS, yang merupakan kota besar yang terletak di pesisir barat Amerika Serikat.
Pria itu memarkirkan mobilnya dengan sempurna di garasi bawah tanah mansion milik orang tuanya, dia berjalan memasuki mansion sambil memainkan ponsel, dia tidak menyadari kalau ada seseorang yang sejak tadi menunggu kedatangannya.
"Dari mana saja kau, Zyan Damian?" tanya seorang pria paruh baya bernama Jonatan Harisson.
"Bukan urusanmu!" jawab Zyan dengan tatapan tajamnya.
"Itu menjadi urusanku karena kau tinggal di mansionku!" ucap Jonatan tak kalah sengitnya.
"Kau yang memaksaku untuk tinggal di sini, bukan keinginanku, aku sudah muak berada di sini, tinggal dengan orang picik sepertimu dan ...."
"DAMIAN, JAGA UCAPANMU, AKU INI AYAHMU!" pekik Jonatan, suara bentakan Jonatan kini menggema di ruangan itu, membuat beberapa penghuni lainnya yang sudah terlelap menjadi terjaga kembali.
"Aku bukan anakmu, semenjak kau memperlakukan ibuku dengan sangat tidak pantas," ucap Zyan dengan tatapan tajamnya.
"Ada apalagi ini?" tanya Merlin yang langsung menghampiri Zyan dan Jonatan yang sedang bersitegang.
"Cih ... pura-pura tidak tau, kau lah biang keladi dari semua kekacauan ini," jawab Zyan lalu melangkahkan kakinya untuk pergi lagi.
"Damian, sekali lagi kau melangkahkan kaki dari mansion ini, maka selamanya kau tidak akan pernah bisa kembali lagi, jangan harap kau akan mendapatkan fasilitas lagi dariku!" pekik Jonatan.
"Aku tidak peduli, aku tidak butuh uangmu, lagi pula sejak kapan aku memakai fasilitas yang kau berikan, aku menggunakan mobil hasil kerja kerasku, uang yang aku gunakan juga hasil kerja kerasku, kau ada di mana saat aku dan ibuku hidup terlunta-lunta karena perbuatan wanita ini, fasilitas apa yang aku gunakan? Apakah sekedar makan dan tidur aku juga harus membayar di sini? Baiklah aku akan membayarnya!" ucap Zyan lalu dia mengambil dompetnya, saat Zyan akan mengeluarkan uang, seseorang datang untuk menghentikannya.
"Tunggu, Zyan, kau tidak perlu membayar apapun, semua fasilitas ini milik Opa, bukan milik dia," ucap Felix sambil menunjuk kepada Jonatan, Felix adalah kakek Zyan.
"Sorry, Opa, aku tidak ingin mereka terus mengatakan aku menggunakan fasilitas di mansion ini, aku juga harus pergi dari sini," ucap Zyan, lalu dia kembali melirik kepada Jonatan, "Dan ini, uang untuk mengganti apa yang sudah aku gunakan selama di sini!" ucap Zyan lagi seraya melemparkan uang dollar yang sangat banyak kepada Jonatan, hal itu membuat Jonatan dan Merlin diam mematung.
"Kau mau ke mana? Jangan pergi, apa kau tega melihat omamu bersedih?" tanya Felix.
"Aku akan sesekali mengunjungi kalian Opa, tapi tidak untuk tinggal di sini, atau Opa dan oma ingin ikut tinggal di rumahku?" tanya Zyan.
"Tidak, Opa harus melindungi apa yang seharusnya menjadi milikmu, kalau Opa pergi dari sini, orang yang tidak tau malu akan sangat leluasa menjalankan rencananya," jawab Felix dengan tatapan tajamnya kepada wanita yang berdiri di samping Jonatan.
"Baiklah Opa, jika Opa ingin bertemu denganku, Opa hubungi saja aku," ucap Zyan lagi, lalu dia benar-benar pergi dari mansion megah itu.
"Kau sudah puas melihat cucuku pergi? Dasar wanita tidak tau malu!" ucap Felix dengan tatapan sinisnya kepada Merlin, lalu dia kembali masuk ke kamarnya.
"Maaf, karena kehadiranku, semuanya jadi seperti ini," ucap Merlin.
"Tidak perlu meminta maaf, memang dia anak yang kurang ajar," ucap Jonatan.
"Lebih baik kita istirahat, kau juga pasti sudah lelah." ucap Merlin lalu keduanya berlalu menuju kamar.
***
Zyan kan aku mengendarai mobilnya memecah keheningan malam itu, dadanya masih bergemuruh karena amarahnya kepada sang ayah, setelah sekian lama Zyan baru kembali ke tempat itu, kini Zyan kembali pergi karena dia tidak tahan dengan semua kepalsuan yang terjadi di sana. Zyan memutuskan untuk melajukan mobilnya menuju ke apartemen miliknya yang saat ini ditinggali oleh Arthur temannya, saat Zyan sedang fokus berkendara, tiba-tiba ....
BRUK
CEKIIIT
Suara rem mobil yang berderit begitu memekakkan telinga karena Zyan menghentikan mobilnya tiba-tiba, saat melihat seorang wanita dengan sengaja menabrakkan diri ke mobilnya.
"SIAL!" umpat Zyan, lalu dia segera turun dari mobilnya.
"Hei Nona, apa kau sudah gila? Kau sudah bosan hidup, huh?" tanya Zyan dengan nyalang.
"Biarkan aku mati!" racau wanita itu, saat Zyan mendekat, ternyata wanita itu sedang mabuk, bau alkohol sangat menyengat dari mulutnya, lalu wanita itu jatuh tidak sadarkan diri.
"Bodoh, jika kau ingin mati jangan menyusahkan orang seperti ini!" umpat Zyan lagi, lalu dia menggendong wanita itu untuk masuk ke mobilnya, tidak mungkin Zyan meninggalkan wanita ini di tepi jalan sendirian, dia bisa jadi mangsa empuk untuk para pria yang selalu melakukan one night stand, apalagi postur tubuh wanita ini sangat menggoda.
"Sangat menyebalkan, baru saja aku mendapatkan keberuntungan, tapi harus mengalami dua kali kesialan!" umpat Zyan yang kembali melajukan mobilnya.
Tak berapa lama, Zyan pun sampai di basement apartemen, dia segera menggendong wanita itu untuk menuju unitnya.
"Benar-benar merepotkan!" makin Zyan sambil berjalan menuju lift.
Ting
Pintu lift pun terbuka, Zyan segera menuju pintu apartemennya.
"Ah sial! Bagaimana caranya aku mengambil cardlock!" maki Zyan lagi karena dia kesulitan untuk menjangkau saku celananya, tapi ternyata pintu tidak dikunci, saat tangan wanita itu tidak sengaja menyenggol pintu, pintu pun langsung sedikit terbuka, Zyan langsung menendang pintu agar terbuka lebih lebar.
"ASTAGA!" pekik Zyan dengan mata yang terbelalak sempurna.
"Kesialan apalagi ini!" maki Zyan.
"Zyan, kau datang?" tanya Arthur dengan posisi yang sangat intim bersama dengan seorang wanita, lebih parahnya lagi mereka sedang tidak menggunakan sehelai benang pun.
Bersambung....