Chereads / Cinta Sang Mafia / Chapter 36 - Penyusup

Chapter 36 - Penyusup

Setelah Valencia duduk dengan nyaman di dalam mobil, barulah Zyan melajukan mobilnya menuju tempat meeting. Selesai meeting, mereka menuju ke lokasi pembangunan hotel yang sedang ditangani oleh perusahaan Zyan.

"Kapan proyek ini akan selesai?" tanya Zyan kepada kepala pembangunan.

"Sekitar satu atau dua bulan lagi, Tuan," jawabnya.

"Bagus, jangan sampai terjadi kesalahan, kau perhatikan keselamatan para pekerja," ucap Zyan.

"Tentu saja, Tuan," ucapnya lalu kembali pergi.

"Kembali ke kantor!" ucap Zyan kepada Valencia lalu masuk ke mobilnya. Tanpa banyak bicara lagi Valencia mengikuti perintah Zyan.

'God, kenapa aku terus merasakan hal ini saat bersamanya.' Ucap Zyan di dalam hatinya. Jantungnya kembali berdegup tidak normal saat bersama Valencia.

***

Jauh di tempat lain, Alfred menatap nyalang kepada orang yang telah membuat kekacauan di Lacostra.

"Katakan siapa yang memintamu melakukan ini?" tanya Alfred.

"Aku tidak melakukan apapun Tuan, dia mengatakan jika anak istriku dibunuh oleh salah satu anggota Lacostra karena dia tidak terima kau lebih mempercayai aku dari pada dia, jadi aku membunuh orang yang telah menghabisi istri dan anakku," jawabnya dengan suara yang bergetar.

"Dasar bodoh, lihatlah ini anak dan istrimu, keadaan mereka baik-baik saja, bisa-bisanya kau mudah tertipu!" pekik Alfred seraya melempar ponsel yang diberikan oleh Jack.

"Siapa orang yang sudah mengatakan itu kepadamu?" tanya Brian, seraya memberikan kode agar dia menunjukkan siapa pelakunya.

Pandangan pria itu melihat satu persatu wajah orang yang berkumpul, Alfred memang meminta semua anggota Lacostra untuk berkumpul di rumah persembunyian.

"Tidak ada satu pun di antara meraka, Tuan," jawabnya dengan wajah yang tak berani menatap wajah Alfred

"Bagaimana bisa dia tidak ada, huh?" tanya Alfred dengan tatapan nyalang.

"Dia orang baru di Lacostra, Tuan," jawab salah satu dari mereka.

"JACK!" teriak Alfred lalu dengan tergesa-gesa Jack menghampiri Alfred.

"Siapa yang sudah menerima anggota baru di Lacostra tanpa ijin dariku?" tanya Alfred dengan sengit seraya memukul meja.

Keadaan menjadi semakin mencekam apalagi setelah Alfred membalikkan meja itu, mengenai salah satu anggotanya, dia merasakan nyeri akibat tertindih meja.

"CEPAT KATAKAN SIAPA YANG MENERIMA ANGGOTA BARU, ATAU AKU AKAN MEMBANTAI KALIAN SEMUA!" pekik Alfred semakin murka.

"Aku!" Alfred langsung menoleh ke arah suara itu.

"BERANINYA KAU MELAKUKAN ITU TANPA PERSETUJUAN DARIKU!" Lalu Alfred mengambil senjata api dan mengarahkan kepadanya.

"Hentikan, Alfred" cegah Brian.

"BIARKAN AKU MELENYAPKANNYA!" maki Alfred

"Dengarkan dulu penjelasan Edward," ucap Brian.

"Aku menerima dia karena dia membawa surat pernyataan darimu, Alfred!" ucap Edward nyalang.

"AKU TIDAK PERNAH MEMBERIKAN APAPUN!" pekik Alfred yang semakin naik pitam.

"Kau lihat ini, bahkan di sini ada tanda tanganmu dan stempel Lacostra," ucap Edward seraya melemparkan sebuah amplop kepada

Dengan cepat Brian mengambil surat itu dari tangan Edward lalu membukanya.

"Dia benar Alfred, kau sudah menyetujui ini," ucap Brian.

"Jangankan menyetujuinya, bertemu dengan lalat itu pun aku tidak pernah," ucap Alfred semakin murka.

"Lalu ini ulah siapa? Yang menyimpan stempel itu hanya kau," maki Edward yang mulai tersulut emosi.

"TEMUKAN DIA SECEPATNYA, HIDUP ATAU MATI!" ucap Alfred lalu semua anak buah Alfred pergi dari sana kecuali Brian dan Edward.

"Lakukanlah jika kau ingin membunuhku, aku lebih baik mati dari pada kau menuduhku berkhianat," ucap Edward dengan tatapan tajam.

"Hentikan, tidak ada gunanya kalian berdebat seperti ini tidak akan membuat dia datang dalam waktu sekejap," ucap Brian.

DUAARR

Setelah menarik pelatuk senjata apinya, Alfred pergi menuju kantornya begitu juga dengan Edward yang pergi meninggalkan Brian yang menyunggingkan senyuman sulit untuk diartikan.

***

"Selesaikan berkas ini sekarang," ucap Zyan kepada Lucy.

"Ha ... hari ini Tuan?" tanya Lucy dengan bersusah payah menelan salivanya karena melihat tumpukan berkas yang Zyan berikan.

"Hmm!" Zyan hanya bergumam menjawab pertanyaan Lucy.

"Baik," ucap Lucy lalu pergi dari ruangan Zyan dengan segala macam umpatan.

Setelah Lucy keluar dari ruangannya, Zyan mengambil ponsel yang berdering.

"Ada apa?" tanya Zyan dengan wajah datar setelah telpon tersambung.

"Beres," jawab seseorang di seberang sana.

"Good job, lakukan yang selanjutnya," ucap Zyan dengan menyeringai dengan puas.

"Oke, aku sangat bersemangat untuk membalaskan kematian adikku," ucapnya.

"Lakukan pekerjaanmu dengan baik, Kakak Ipar," ucap Zyan dengan menekankan sebutan 'kakak ipar'.

"Tentu saja," ucapnya lalu memutuskan sambungan telpon.

"Kalian memang para mafia bodoh," ucap Zyan yang tersenyum dengan sangat lebar, Zyan tidak menyadari ada yang menatapnya dari ambang pintu.

"Manusia kutub itu, ternyata bisa tersenyum juga," ucap Valencia dengan lirih lalu cepat-cepat menutup lagi pintu ruangan Zyan kerena degup jantungnya yang kembali tidak normal.

"Kau sedang apa di situ bodoh, minggir aku ingin masuk!" Valencia memutar matanya malas melihat kedatangan pria ini. Siapa lagi jika bukan Arthur yang memaki Valencia.

"Menyebalkan!" ucap Valencia dengan sinis lalu masuk ke ruangan Zyan untuk memberikan laporan hasil meeting tadi.

"Aku ingin berkas pembangunan yang tadi," ucap Zyan seraya menandatangani berkas yang Valencia berikan.

"Baik, Tuan," ucap Valencia dengan sopan.

"Sejak kapan kau memanggil dia dengan sopan?" tanya Arthur yang duduk di hadapan Zyan.

"Sejak aku amnesia," jawab Valencia sekenanya lalu pergi dari ruangan Zyan.

"Diam!" ucap Zyan dengan tajam saat Arthur akan melayangkan protesnya.

"Aku belum mengatakan apa-apa," ucap Arthur.

"Tidak ada waktu untuk membahas masalah yang tidak penting," ucap Zyan tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

"Oke, semoga kau bertahan berada di dekat dia," ucap Arthur.

"Katakan!" perintah Zyan yang tidak ingin mendengar ocehan Arthur yang menurutnya tidak penting.

"Aku hanya ingin mendengar laporan tentang lalat itu," ucap Arthur.

"Nanti saja, aku sedang sibuk," ucap Zyan.

"Oke, aku akan datang ke mansion lagi, setelah bersenang-senang nanti," ucap Arthur.

"Berhenti membicarakan hal yang sangat menjijikan di hadapanku, lebih baik kau kembali bekerja!" maki Zyan.

"Kau yang menjijikan, bodoh." Arthur pun pergi dari ruangan Zyan. Saat di luar ruangan Arthur melihat Valencia begitu juga dengan Valencia yang melayangkan tatapan permusuhan kepada Arthur setelah itu Arthur kembali ke ruangannya.

"Aku ingin sekali melenyapkan dia," ucap Valencia dengan sinis.

"Kau kerjakan ini," ucap Lucy, seraya meletakkan sebagian berkas yang Zyan berikan kepadanya tadi.

"Kau yang diminta untuk mengerjakan berkas itu, bukan aku. Jadi kau kerjakan sendiri," ucap Valencia.

"Berani kau menantang aku?" tanya Lucy memekik.

"Jangankan hanya menantangmu, jika ada yang memintaku untuk melenyapkanmu pun, akan akan melakukannya dengan senang hati," jawab Valencia dengan tatapan menantang kepada Lucy.

"Kau hanya pegawai baru di sini, jadi jangan bersikap kurang ajar," pekik Lucy tangannya sudah terangkat bersiap ingin menampar Valencia, tapi ....

"Ada apa ini?" tanya Zyan yang keluar ingin mengajak Valencia pergi meeting tapi malah melihat Lucy yang sedang mengangkat tangannya.