"Really?" tanya Elma.
"Ya, Nyonya tapi setelah aku pulang dari rumah sakit," jawab Cristie.
"Baiklah, aku akan meminta supir untuk menjemputmu," ucap Elma dengan senyuman yang mengembang.
"Tidak perlu, Nyonya, aku bisa datang sendiri," ucap Cristie, dia tidak enak hati jika harus merepotkan Elma.
"No, kau tidak boleh datang sendiri, itu sangat berbahaya," ucap Elma.
"Baik, Nyonya, aku sudah tidak bisa membantah Anda lagi," ucap Niela.
"Apa kalian sudah selesai?" tanya Felix yang sudah berada di dalam mobil dan duduk di samping Elma.
"Sudah, silahkan Nyonya, Tuan," jawab Cristie.
"Aku tunggu kedatanganmu," ucap Elma kepada Cristie sebelum mobil mereka pergi.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Elma kerena melihat Felix terus tersenyum.
"Seperti yang kau pikirkan," jawab Felix.
"Really?" tanya Elma dengan alis yang terangkat.
"Ya, aku tau maksudmu meminta gadis itu datang ke mansion," jawab Felix.
"Dia gadis yang baik, aku ingin melihat Zyan menikah dan bahagia, sudah cukup dia terus meratapi kepergian Liona," ucap Elma.
"Aku akan menyelidiki gadis itu terlebih dahulu, aku tidak ingin Zyan seperti Jonathan," ucap Felix.
"Lakukanlah, agar kita yakin jika dia benar-benar gadis yang tepat untuk, Zyan," ucap Elma.
***
"Zyan!" panggil Arthur lirih, karena Zyan seperti tidak fokus melihat presentasi yang sedang dilakukan oleh kliennya.
"Ada apa?" tanya Zyan.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Arthur.
"Tidak ada, kau fokus saja dengan presentasi ini," jawab Zyan lalu dia beranjak dari kursinya.
"Semua keputusan saya serahkan kepada Arthur, silahkan lanjutkan meeting ini, saya ada urusan mendadak yang harus segera saya selesaikan," jawab Zyan lalu dia pergi dari ruang meeting meninggalkan banyak sekali pertanyaan dalam pikiran Arthur.
Zyan pergi dari ruang meeting karena dia mendapat kabar dari seseorang, Zyan segera menuju mobilnya untuk pergi ke ruang rahasia di rumahnya.
Dua puluh menit perjalanan, akhirnya dia sampai, ruangan itu ada di dalam garasi bawah tanah rumahnya, Zyan pun segera masuk. Saat sampai, ada seseorang yang sudah menantinya, orang itu bernama Mike, dia adalah detektif kepercayaan Zyan.
"Ada apa?" tanya Zyan.
"Aku menemukan di mana dua pelaku yang lainnya, mereka adalah teman dari Alfred Alexander," jawab Mike.
"Di mana mereka?" tanya Zyan.
"Yang satu berada di Jerman, dan satu lagi sudah tiba di California, mereka sedang menjalin kerja sama, ternyata mereka adalah kelompok mafia yang paling dicari polisi karena mereka pelaku penyelundupan senjata dan obat-obatan terlarang, kedok mereka belum terungkap, hanya orang-orang di bawah mereka yang tertangkap," jawab Mike.
"Bagus, aku tinggal menunggu kabar dari dia selanjutnya," ucap Zyan.
"Apalagi yang harus aku lakukan?" tanya Mike.
"Terus awasi mereka, kabari setiap pergerakan yang mereka lakukan," jawab Zyan.
"Baik, Tuan," ucap Mike.
"Aku memerlukan orang untuk selalu mengawasi rumah sakit jiwa, kau pasti tau kriteria orang yang aku inginkan, jika dia berkhianat maka aku tidak akan segan untuk memenggal kepalanya," ucap Zyan.
"Aku mengerti Tuan, nanti malam orang itu akan datang menemui anda," ucap Mike.
Plak
Zyan melemparkan amplop berisi uang yang sangat banyak di hadapan Mike.
"Itu bonus karena pekerjaanmu sangat memuaskan. Tapi ingat, satu kesalahan yang kau lakukan, hidupmu selesai," ucap Zyan, dia memang royal kepada anak buahnya yang bekerja dengan baik dan setia. Tapi, sekalinya mereka berkhianat, Zyan tidak akan segan-segan memberikan pelajaran yang tidak akan mereka duga.
"Terima kasih, Tuan," ucap Mike.
"Pergilah, lakukan pekerjaanmu," ucap Zyan, lalu Mike pergi melalui jalan rahasia yang langsung terhubung dengan sebuah rumah kecil yang tidak jauh dari rumah Zyan, Zyan sengaja membangun rumah yang langsung memiliki akses jalan rahasia ke garasi bawah tanah rumah mewahnya.
Drrt drrt
Zyan mengambil ponselnya yang bergetar, dan menerima panggilan itu.
"Hallo, ada apa?" tanya Zyan.
"Kau, di mana bodoh?" siapa lagi yang bisa memaki Zyan jika bukan sahabatnya Arthur.
"Markas," jawab Zyan singkat.
"Aku ke sana," ucap Arthur.
"Untuk apa?" tanya Zyan.
"Kabar terbaru tentang, Alfred," jawab Arthur.
"Datanglah, temui aku di rumah," ucap Zyan.
Piip
Zyan pun memutuskan sambungan telponnya, dan menyandarkan kepalanya di kursi, senyuman licik pun tersungging di sudut bibirnya.
"Tunggu kehancuran kalian," ucap Zyan, lalu pergi menuju ke rumahnya.
Sambil menunggu Arthur datang, Zyan memeriksa beberapa laporan yang dikirimkan oleh Lucy sekretarisnya, Zyan melihat lagi berkas dari perusahaan milik Alfred, keningnya berkerut karena ada kejanggalan di sana.
"Caramu sangat murahan, Alfred, apa kau pikir semudah itu menjatuhkan aku," ucap Zyan.
"Zyan!" panggil Arthur dengan kencang.
"Tutup mulutmu!" bentak Zyan.
"Jika aku tutup mulut, aku tidak bisa mengatakan apa-apa," ucap Arthur dengan gemas.
"Katakan!" perintah Zyan.
"Alfred, memiliki adik perempuan," ucap Arthur, sedangkan Zyan tetap fokus menatap layar laptopnya.
"Lalu?" tanya Zyan.
"Haiish ... bodoh, kau bisa melakukan balas dendam lewat adiknya," jawab Arthur.
"Tidak!" jawab Zyan dengan tegas.
"Kenapa? Biarkan saja Alfred merasakan apa yang kau rasakan sekarang, aku dengar Alfred sangat menyayangi adiknya," ucap Arthur.
"Aku tidak akan melibatkan orang yang tidak bersalah dalam misi ini, apalagi menghancurkan kehidupan seorang gadis demi mencapai tujuanku, itu berarti aku tidak ada bedanya dengan dia, penjahat wanita," ucap Zyan.
"Ternyata kau masih memiliki kewarasan, baiklah jika kau tidak ingin melakukannya, biar aku yang melakukan," ucap Arthur menyeringai.
"Kau jangan gila, apa para wanitamu tidak cukup membuatmu puas?" tanya Zyan seraya mendelik.
"Aku membayangkan, jika adik dia cantik, seksi, dan satu lagi ...." Arthur menghentikan ungkapannya dengan memasang wajah yang sangat jijik untuk Zyan lihat.
"Bodoh, kau pasti sudah berfantasi liar," ucap Zyan lalu melempar bantal sofa kepada Arthur.
"Diam!" ucap Arthur dengan tatapan tajam, lalu kembali dengan dunia fantasinya, "aku sedang membayangkan menghabiskan malam dengan wanita yang masih virgin."
"Astaga, aku lupa jika di hadapanku ini juga seorang penjahat wanita," ucap Zyan.
"Kurang ajar kau, aku bukan penjahat wanita, mereka melakukannya dengan suka rela, aku tidak pernah memaksa, bahkan mereka dengan sengaja melemparkan diri untukku, salah satunya, Lucy," ucap Arthur.
"Lebih baik kau mencari wanita untuk dinikahi, agar uangmu juga berguna untuk menafkahi dia, bukan untuk para wanita murahan itu," ucap Zyan.
"Cih ... aku tidak percaya dengan cinta dan pernikahan, kau tidak lihat bagaimana orang tuaku, lalu kau?" tanya Arthur.
"Apa hubungannya denganku?" tanya Zyan.
"Kau menikah, mencintai seseorang, setelah orang yang kau cintai pergi, hidupmu seperti ini, tidak ada lagi Zyan yang ramah dan mudah tersenyum, aku sampai lupa kapan terakhir kali kau tertawa, yang ada hanyalah Zyan yang dingin dan penuh amarah di hatinya," jawab Arthur.
"Karena Liona sudah membawa hati Zyan yang dulu pergi bersamanya." Arthur menghela nafasnya panjang mendengar ucapan Zyan.
Bersambung....