Sampai di basement, Zyan segera pergi menuju kantornya, lebih tepatnya perusahaan yang dia dirikan dari hasil kerja kerasnya, perusahaan yang bisa bersaing dengan perusahaan milik orang tuanya.
Saat sampai halte, Zyan melihat Valencia yang sedang duduk, sepertinya dia sedang menunggu bus atau taksi, Zyan pun menghentikan mobilnya di hadapan Valencia lalu membuka kaca mobilnya.
"Masuklah, aku akan mengantarmu," ucap Zyan.
"Tidak perlu, terima kasih," ucap Valencia.
"Kau tinggal di mana?" tanya Zyan. Lalu Valencia menyebutkan di mana alamat rumahnya.
"Masuklah, kita searah," ucap Zyan lagi, Valencia pun akhirnya masuk ke mobil Zyan.
"Terima kasih, maaf selalu merepotkanmu," ucap Valencia.
"Hmm!" gumam Zyan.
"Astaga, lagi-lagi!" ucap Valencia dengan lirih.
Keadaan di antara mereka menjadi hening setelah perbincangan singkat mereka, sampai Valencia melihat foto wanita cantik yang tergantung di mobil Zyan.
"Dia siapa?" tanya Valencia.
"Istriku," jawab Zyan dengan wajah datarnya.
"Sorry, berarti semalam kau ...." ucap Valencia terhenti.
"Tak apa, lagi pula dia berada di tempat terbaik saat ini!" ucap Zyan menyela dengan memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Sampaikan maafku kepada istrimu, karena membuat kau tidak pulang semalam, aku tidak bermaksud untuk ...."
"Diamlah, Valencia!" ucap Zyan kembali menyela.
Valencia pun kembali bungkam seketika mendengar ucapan Zyan.
"Apa istrinya tahan dengan sikap acuhnya ini, aku tidak bisa membayangkan jika aku yang menjadi istrinya, setiap hari aku pasti makan hati," ucap Valencia di dalam hatinya.
"Apa kau masih ingin diam di sini?" tanya Zyan.
Valencia melihat ke arah luar ternyata dia sudah sampai di kawasan perumahan elite miliknya.
"Aku hanya bisa mengantarmu sampai sini," ucap Zyan.
"It's oke, thank's!" ucap Valencia, lalu dia segera turun dari mobil karena yakin Zyan tidak akan menjawab ucapannya.
Benar saja, bahkan sampai mobil sport pria itu menghilang, Valencia tidak mendengar ucapannya sama sekali.
"Untung kau tampan dan baik, jika kau sangat menyebalkan seperti pria itu, aku pasti akan memakimu habis-habisan!" ucap Valencia dengan kesal.
"Nona, Anda ke mana saja?" tanya seorang bertubuh tegap dengan pakaian serba hitam. Tidak seorang, tapi beberapa orang datang menghampiri Valencia, saat melihat wanita itu turun dari mobil sport mewah.
"Kenapa? Si bujang tua itu pasti mencariku?" tanya Valencia kepada pria itu, Valencia tau kalau orang-orang yang ada di hadapannya ini pasti orang suruhan yang mencari dirinya karena tidak pulang semalaman.
"Ya, Nona, tuan Alfred sangat mencemaskan, Anda, ayo pulang sekarang!" jawabnya lalu berjalan mendampingi Valencia di belakang.
Sebenarnya, Valencia sangat muak dengan semua ini, ke mana-mana selalu ada bodyguard yang menjaga, tidak boleh begini, tidak boleh begitu, Valencia ingin bebas.
"Haiish ... kapan pria itu akan memberi kebebasan untukku!" ucap Valencia, dia berjalan dengan tak hentinya menggerutu.
Saat sampai di rumah nan mewah miliknya, seorang pria yang terlihat cemas langsung menghampiri Valencia.
"Valen, dari mana saja kau, semalaman tidak pulang, ponselmu juga tidak dapat dihubungi?" tanya pria itu khawatir.
"Kalian menemukan dia di mana?" tanyanya kepada para bodyguard.
"Diamlah, Kak, aku lelah," ucap Valencia, pria itu adalah Alfred Alexander, kakak dari Valencia Alexander.
"Kau sudah tau tentang si brengsek itu?" tanya Alfred menebak.
"Ya, dan dia lebih memilih jalang itu dari pada aku," jawab Valencia.
"Sudah, sekarang istirahatlah, aku akan pergi ke kantor sekarang, biar pelayan mengantarkan makanan untukmu." ucap Alfred, lalu pandangannya beralih kepada para bodyguard yang masih setia menunggu perintah darinya, "Kalian, jaga adikku baik-baik, jika terjadi sesuatu kepadanya aku akan penggal kepala kalian semua!"
"Baik, Tuan!" setelah itu, Alfred pun pergi menuju kantornya.
"Zyan, kita akan bertemu lagi," ucap Alfred dengan menyeringai.
"Apa kau sudah menemukan siapa dalang di balik kekacauan kemarin?" tanya Alfred kepada Brian, dia adalah tangan kanan Alfred.
"Belum!" jawab Brian.
"Temukan segera, jangan sampai polisi membuka kasus wanita itu lagi," ucap Alfred.
"Aku tau," ucap Brian.
"Jam berapa meeting dengan dia?" tanya Alfred.
"Makan siang nanti," jawab Brian.
"Aku sangat ingin menghancurkan dia," ucap Alfred.
"Lakukan saja, perlahan tapi pasti," ucap Bian.
"Tentunya, aku tidak menyangka jika keadaan dia akan berubah seperti ini, apa mungkin dia tau apa yang sudah kita lakukan dulu?" tanya Alfred.
"Aku rasa tidak, wanita itu tidak memiliki bukti apapun untuk bicara kepada polisi," jawab Bian.
"Mereka benar-benar bodoh!" ucap Alfred.
"Kenapa kau ingin sekali melihat dia hancur?" tanya Bian.
"Karena dia alasan wanita itu menolak aku!" jawab Alfred dengan penuh penekanan.
"Sekarang aku mengerti, kenapa kau melakukan itu kepada si gadis malang," ucap Bian.
"Ya, tapi sayangnya dia malah memilih hidup menderita dari pada menjadi ratuku!" ucap Alfred.
"Dia tidak akan sudi menjadi ratu pria bajingan sepertimu, Alfred!" ucap Brian dengan lirih.
"Kau mengatakan apa?" tanya Alfred.
"Tidak ada!" jawab Brian, lalu dia melajukan mobil dengan kecepatan yang semakin tinggi.
***
Setelah sampai di perusahaan, Zyan langsung disibukkan dengan setumpuk pekerjaan, perusahaan Zyan adalah perusahaan penggerak property dan arsitektur, Zyan membangun semuanya dari nol bersama dengan sahabatnya Arthur.
Usaha mereka tak sia-sia, kini perusahaan milik Zyan berkembang dengan pesat dan mampu bersaing dengan perusahaan besar lainnya di California termasuk perusahaan milik keluarganya, yaitu Royal Company.
Siapa yang tidak tau perusahaan itu, bahkan Royal dijuluki sebagai kerajaan bisnis milik keluarga Harisson. Ya, keluarga Harisson memang sangat terkenal, di seluruh penjuru California, perusahaan manapun pasti ingin bekerja sama dengan Royal.
Tapi, tidak banyak orang tau siapa pewaris tunggal selanjutnya kerajaan bisnis itu, saat ini mereka hanya tau jika Jonatan lah yang memegang semua kendali untuk Royal.
Ya, Jonatan ayah kandung Zyan, yang artinya Zyan adalah pewaris tunggal selanjutnya perusahaan Royal. Namun, dengan apa yang dimiliki oleh keluarganya, Zyan sama sekali tidak tertarik sedikit pun, terkadang dia melupakan jika dialah sang pewaris tunggal. Zyan lebih memilih membangun usahanya sendiri. Bahkan, Zyan menutupi identitas dia yang sebenarnya dari orang lain, kecuali Arthur sahabatnya.
"Morning, Honey, semua yang aku punya tidak ada artinya karena kau tidak bersamaku lagi." ucap Zyan, sambil memandang foto istrinya yang selalu ia simpan di atas meja kerjanya.
Tok tok tok
"Masuk!" perintah Zyan kepada seseorang yang mengetuk pintu ruangannya dari luar.
"Ini berkas kerja sama milik dia," ucap Arthur.
"Tolak saja, aku tidak berminat sedikit pun," ucap Zyan yang tetap fokus dengan berkasnya.
"Baiklah, sesuai apa yang kau inginkan," ucap Arthur lalu dia keluar dari ruangan Zyan.
"Tunggu kehancuranmu, kau akan membayar semua penderitaan yang dirasakan oleh istriku." ucap Zyan menyeringai.
Bersambung....