"Sedang apa kau di sini, Miss Lio?" tanya Zyan kepada seorang wanita cantik dengan rambut indah yang dibiarkan tergerai.
"Aku sedang menunggumu, Mr. Damian," jawabnya dengan senyuman yang mengembang.
"Untuk apa menungguku, hmm?" tanya Zyan sambil memainkan rambut panjang wanita itu.
"Menunggumu untuk bahagia," jawabnya.
"Aku sudah bahagia seperti ini," ucap Zyan.
"Tidak, Zyan, kau kesepian, kau tidak bahagia dengan semua ini, akhiri semuanya, apa kau tidak lihat jika aku sudah bahagia?" tanya wanita itu.
"No, Honey, aku tidak bisa melupakan setiap air mata yang kau teteskan kerena ulah para bajingan itu," jawab Zyan.
"Mereka sudah mendapatkan balasannya, jadi akhiri semuanya sebelum terlalu jauh, mulailah kehidupan baru dengan penuh kebahagiaan, walaupun kau bahagia tidak bersama denganku," ucapnya lagi.
"Aku bahagia seperti ini, jangan minta aku untuk mencari penggantimu, karena sampai kapanpun hanya kau wanita yang aku cintai," ucap Zyan.
"Sekarang kau belum menyadarinya, jika saatnya sudah tiba, kau pasti bisa melupakan aku dan hidup bahagia, love you so much, Honey, bye," ucapnya lagi seraya melangkah pergi menjauh dari Zyan.
"Tidak, Lio, kau tidak boleh pergi, kembali kepadaku!" pekik Zyan, tapi wanita yang dia panggil hanya menoleh sambil tersenyum manis kepada Zyan dan melambaikan tangannya.
"Lio, kembali, please Lio jangan tinggalkan aku!" pekik Zyan, namun wanita itu tetap tidak menghiraukan panggilan Zyan.
"Lio!" pekik Zyan lagi, lalu dia terbangun dari tidurnya, ternyata dia bermimpi lagi.
Zyan duduk dengan nafas yang memburu karena merasa terkejut, dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul enam pagi.
"Aku berharap kau kembali padaku, Lio!" ucap Zyan sambil memijat keningnya yang terasa berdenyut nyeri.
Ceklek
Zyan menoleh saat pintu kamar mandi terbuka, dari sana keluar wanita yang semalam sudah menabrakkan diri ke mobilnya.
"Kau sudah bangun?" tanya Dia sambil mengeringkan rambutnya yang basah.
"Sorry, aku memakai handukmu," ucapnya lagi.
"It's oke," ucap Zyan dengan wajah datar.
"Terima kasih karena kau telah membawaku ke sini," ucapnya.
"Hmm," Zyan hanya bergumam membuat wanita itu kesal.
"Apa kau tidak bisa bicara lebih panjang lagi?" tanyanya.
"Bisa," jawab Zyan dengan singkat.
"Haiish ... sangat menyebalkan," ucapnya lalu berjalan keluar menuju dapur.
"Kau yang menyebalkan, dasar gadis bodoh." maki Zyan segera beranjak dari sofa menuju kamar mandi.
Di dapur, gadis itu terlihat mencari-cari sesuatu yang bisa dimasak, tapi dia hanya menemukan roti tawar, susu dan telur, akhirnya dia memutuskan membuat french toast untuk sarapan.
"Hai Nona, kau sudah sadar rupanya," sapaan Arthur membuat wanita itu terkejut.
"Kau siapa?" Arthur malah tertawa dengan kencang mendengar pertanyaan wanita itu.
"Kenapa kau tertawa?" tanyanya lagi.
"Kau aneh, Nona, seharusnya aku yang bertanya kau siapa, kau sedang ada di apartemenku," jawab Arthur.
"Sorry, aku pikir hanya dia yang tinggal di apartment ini," ucapnya.
"Apa pria dingin itu tidak menerkammu semalam?" tanya Arthur menyeringai.
"Menerkam apa maksudmu?" tanya wanita itu.
"Kau jangan pura-pura bodoh, Nona, jaman sekarang sulit mencari wanita yang masih mempertahankan kesuciannya," jawab Arthur.
"Kau jangan gila, aku bukan wanita murahan yang rela melemparkan diri kepada siapa saja," ucapnya dengan kesal tapi Albert malah tertawa dengan kencang, dan ....
Byuur
Wanita itu menyiram Arthur.
"Kau gila?" tanya Arthur dengan kesal.
"Kau yang gila, bukan aku, ternyata semua penghuni di sini sama saja yang satu seperti orang bisu, yang satu lagi kewarasannya sudah hilang," jawabnya kesal.
"Jika kau ingin mandi, di kamar mandi saja, jangan di sini," ucap Zyan yang baru saja keluar dari kamar.
"Mandi apa? Wanita gila ini sudah menyiramku," ucap Arthur dengan kesal.
"Kau yang gila bukan aku," ucapnya tak terima.
"Enak saja, kau yang gila," ucap Arthur.
"Hentikan, kalian seperti anak kecil saja, kau cepat ganti pakaian, sebentar lagi kita harus pergi," ucap Zyan kepada Arthur, dengan kesal Arthur kembali ke kamarnya untuk mengganti pakaian.
"Aku sudah membuatkan sarapan untuk kalian, anggap saja sebagai ucapan terima kasihku kepadamu," ucapnya lalu melangkahkan kakinya untuk pergi.
"Tunggu dulu!" cegah Zyan.
"Ada apa?" tanya wanita itu.
"Siapa namamu?" tanya Zyan kepada wanita itu.
"Namaku, Valencia," jawabnya.
"Hmm!" Zyan hanya menanggapi jawaban wanita itu dengan gumaman.
"Astaga, aku sangat menyesal sudah memberi tau namaku kepadamu!" ucap Valencia dengan gemas.
"Kenapa?" tanya Zyan dengan alis yang terangkat.
"Kau pikir saja sendiri!" jawab Valencia, lalu melangkahkan kakinya untuk pergi dari apartment Zyan.
"Kau mau ke mana?" tanya Zyan.
"Bukan urusanmu, but thanks," jawab Valencia.
"Jadi urusanku kerena kau semalam tidur di sini, aku akan mengantarmu pulang," ucap Zyan dengan nada datar.
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri," ucap Valencia.
"Hei, Nona, kau terlalu sombong!" ucap Arthur yang baru selesai mengganti pakaiannya.
"Biarkan saja, aku yang sombong, bukan kau, jadi kau tidak perlu peduli dengan sikapku," ucap Valencia, lalu Arthur pun menghampiri Vallery dengan seringainya.
"Menarik, kau wanita pertama yang berkata kasar kepadaku, mau menemaniku tidur malam ini? Ayolah jangan menolak, aku yakin kau akan sangat puas dengan pemainan yang aku buat ...."
PLAAK
Belum sempat Arthur melanjutkan ucapannya, Valencia sudah menampar pipi Arthur dengan sangat kencang.
"Bastard sialan, kau pikir aku wanita murahan yang sudi menghangatkan ranjangmu?" tanya Valencia dengan sengit.
"Kau sok suci, aku tidak yakin jika kau masih utuh," ucap Arthur dengan nada mengejek.
"Aku tidak akan termakan jebakanmu, pria bodoh, jebakanmu terlalu murahan," ucap Valencia.
"Kau benar-benar ...."
"Hentikan!" pekik Zyan, membuat Arthur terdiam.
"Kepalaku terasa ingin pecah mendengar ocehan kalian, ini masih pagi, jadi jangan membuat moodku hancur gara-gara perdebatan kalian yang tidak bermutu ini," ucap Zyan lagi, lalu ....
BRAAK
Valencia keluar dari apartment Zyan sambil menutup pintu dengan sangat kencang, hal itu juga membuat Arthur dan Zyan terkejut.
"Cih ... dasar munafik!" maki Arthur.
"Diam!" ucap Zyan dengan tatapan tajamnya.
"Lalu apa namanya jika bukan munafik, sok suci, ini pertama kalinya ada wanita yang menolak tidur denganku!" ucap Arthur dengan kesal.
Zyan tidak ingin mendengarkan ocehan temannya lagi, dia segera duduk dan menikmati sarapan yang sudah dibuat oleh Valencia.
"Hati-hati, jika makanan itu beracun bagaimana?" tanya Arthur.
"Astaga, Arthur! Tolong aku ... aku ... tidak bisa bernafas," ucap Zyan dengan suara terbata.
"Aku sudah katakan, bisa saja wanita itu memberi racun di makanan ini!" ucap Arthur yang mulai panik karena melihat Zyan yang kesulitan bernafas.
"Bodoh, kau mudah sekali tertipu!" ucap Zyan dengan santai, lalu dia pergi meninggalkan Arthur yang masih bingung.
"Zyan, brengsek! Aku tidak akan mengampunimu!" pekik Arthur setelah dia paham dengan apa yang Zyan lakukan. Tapi percuma, Zyan tidak akan mendengar makiannya karena dia sudah pergi.
Bersambung....