Chereads / Mommy Untuk Aaron / Chapter 10 - Pengumuman Pernikahan

Chapter 10 - Pengumuman Pernikahan

"Anda yakin akan datang ke sana sendirian?" tanya Rama sedikit ragu dengan keputusan yang Arham ambil.

Arham melirik Aaron yang sedang merapikan dasinya dibantu oleh Lastri. "Kamu tidak menghitung dia?"

Rama tersenyum tipis lalu duduk di samping Arham yang asik dengan ponselnya. "Bukan begitu, Pak. Saya sedang membicarakan pasangan Anda yang sebenarnya."

"Kamu rupanya mengkhawatirkan itu juga, ya." Arham meletakkan ponselnya di atas meja. Sorot mata yang semula serius kini terlihat lemah. Seakan tidak ada energi di sana.

"Apa saya carikan pasangan untuk Bapak? Setidaknya untuk menghindari masalah dulu."

"Terlalu beresiko. Saya tidak ingin membuat jalan keluar yang sebenarnya tidak memberikan penyelesaian masalah, Ram. Menggunakan jasa seperti itu hanya akan membuat ibu saya semakin curiga."

Bukan tanpa alasan Arham berpikir seperti itu. Pasalnya, Ibu Sarah memiliki mata-mata di segala tempat yang tidak Arham duga. Bukannya akan membantu, tetapi malah akan memberinya masalah baru.

Rama sepertinya juga mengerti dengan kekhawatiran Arham. Sesaat kemudian ia teringat dengan Alina. Bukankah Alina kandidat yang cocok untuk diajak bertemu keluarganya?

"Bagaimana kalau Nona Alina, Pak? Kita bisa meminta bantuannya untuk membantu Bapak berpura-pura di hadapan keluarga Bapak. Setidaknya dengan itu Bapak bisa menghindari perjodohan ini."

"Sepertinya kamu sangat tidak menginginkan perjodohan ini?"

"Ah, tidak seperti itu, Pak." Rama tersenyum kering. "Saya hanya mengkhawatirkan Bapak dan Tuan kecil. Bukankah Bapak sejak dulu tidak pernah setuju dengan perjodohan ini. Apalagi Tuan kecil juga tidak menginginkan orang lain untuk menggantikan posisi ibunya."

Arham mengangguk paham. "Saya paham, kok. Selena seseorang yang sangat penting dalam hidup kamu. Saya tidak mungkin mengkhianati Selena ataupun kamu, Rama." Arham berbicara serius.

Rama yang mendengarnya merasa sangat tersentuh. Sejak dulu, Arham memang selalu menjaga Selena dan perasaannya. Membuat Rama yang merupakan sahabat Selena merasa sangat bersyukur mempertemukan mereka berdua hingga akhirnya menikah.

"Tapi mengenai perempuan itu. Siapa namanya?"

"Nona Alina, Pak."

"Iya, gadis itu. Bagaimana kabarnya?" tanya Arham.

"Semenjak kemarin saya menghentikan pemantauan atas perintah Bapak, tetapi …."

"Tapi?"

"Berita terbarunya dia akan menikah."

"Apa?" Arham tersentak mendengarnya. "Menikah? Dia kan masih sangat muda. Dengan siapa dia akan menikah?"

"Saya juga belum tahu Pak. Karena masalah ini masih pembicaraan di antara keluarga."

Tok, tok, tok.

Arham menghela napas kasar mendengar pintu kamarnya diketuk.

"Apa apa Lastri?"

"Maaf, Tuan. Tuan kecil sudah siap dan mobil yang hendak mengantarkan Tuan juga sudah ada di depan."

Arham menatap heran kepada Rama. Rama pun demikian. Ia juga tidak mengetahui kalau mereka akan dijemput dengan sebuah mobil.

"Mobil siapa, Las?"

"Katanya mobil yang dikirim oleh Nyonya besar, Tuan." Lastri menginformasikan.

Arham menarik napas dalam. "Baiklah. Kamu siapkan Tuan kecil. Saya segera ke sana."

Arham beranjak dari sofa tempat ia duduk dan merapikan jasnya. Sejak dulu, hanya Selena orang lain yang boleh menyentuh Arham, termasuk mengatur masalah pakaian. Semenjak kepergian Selena, Arham mengurus semuanya sendiri.

Ia tidak memerlukan bantuan orang lain untuk mengatur sesuatu yang berhubungan dengan urusan pribadinya. Termasuk masuk ke dalam kamarnya. Arham membencinya.

Arham dan Aaron berangkat ke pertemuan menggunakan mobil yang dikirim oleh Ibu Sarah. Sementara Rama dan Lastri mengikuti mereka menggunakan mobil Arham.

Beberapa tahun yang lalu, Arham pernah mengalami kecelakaan hingga ia mengalami trauma dan tidak mampu mengendarai mobil di kala malam hari. Itulah sebabnya, Ibu Sarah sengaja mengirimkan mobil untuk menjemput mereka.

Terlebih kecelakaan itu juga yang menyebabkan istri yang sangat ia cintai meninggalkannya untuk selamanya.

Meski sebenarnya Arham bisa berangkat menggunakan mobilnya sendiri, tetapi bukan hanya itu kekhawatiran Ibu Sarah. Arham yang tidak suka diatur bisa saja tidak datang ke pertemuan tersebut jika ia tiba-tiba berubah pikiran.

Jadi, untuk menghindari kekacauan tersebut. Ibu Sarah menggunakan kekuasaannya untuk mengatur putra semata wayangnya.

"Aaron," sambut Ibu Sarah ketika melihat Aaron keluar dari dalam mobil. Begitu pula dengan Arham yang berjalan di belakang anaknya.

"Selamat datang semua. Selamat datang cucu Oma." Ibu Sarah berjongkok seraya memeluk Aaron. Setelah itu, ia mengedarkan pandangannya seperti mencari sesuatu.

"Selamat malam, Oma. Apa hari ini Aaron terlihat tampan?"

"Of course, baby. Kamu terlihat sangat tampan malam ini. Siapa yang mendandani jagoan Oma?"

"Bi Lastri."

"Ah, seperti yang diharapkan. Terima kasih Lastri."

Lastri menunduk malu mendengar pujian majikannya.

"Las, tolong kamu antarkan Aaron masuk ke dalam, ya."

"Baik, Nyonya."

Ibu Sarah melambaikan tangan kepada Aaron sampai cucunya tersebut masuk ke dalam. Kemudian ia kembali menatap putranya yang berdiri di depannya tanpa mengatakan apapun sejak tadi. Hanya Rama yang memberi salam kepala Ibu Sarah.

"Apa ini?" Ibu Sarah menunjuk Arham lalu pura-pura mencari sesuatu. "Hanya kalian? Mana senjata ampuhnya?"

"Maksud Mama apa?" Arham menjawab dengan senyum mencibir.

"Mama belum cukup tua untuk melupakan janji kamu kepada Mama, Arham. Kamu berjanji akan memperkenalkan calon istri kamu yang baru kepada keluarga kita malam ini, kan? Dimana dia? Janji itu bukan hanya bualan kamu saja kan? Atau rencana cadangan Rama?" Ibu Sarah melirik Rama yang masih berdiri sedikit di belakang Arham.

"Ram?"

"Maaf Nyonya. Seperti yang Nyonya lihat. Hanya kami yang datang."

Ibu Sarah tertawa terbahak-bahak. "Hanya ini?" Ia kemudian menggeleng. "Mama tidak percaya. Kalian sedang tidak merencanakan sesuatu, kan? Jangan bilang kalian sedang merencanakan sesuatu untuk menyerang Mama."

Arham ikut tersenyum. "Mama terlalu over thinking. Ayo, Rama. Kita masuk." Rama berjalan melewati ibunya yang terlihat antusias dengan dugaannya.

Tetapi ia akhirnya mengikuti Arham karena Rama dengan cepat merangkul pundak Ibu Sarah dan mengajaknya masuk.

"Saatnya kita masuk, Nyonya."

Di dalam ruangan, di depan meja makan. Seluruh keluarga telah berkumpul. Termasuk Anggita, wanita yang ingin dijodohkan dengan Arham dan juga dokter Wina, sahabat Arham.

Bukan hanya mereka. Beberapa keluarga yang juga tergabung dalam pemegang saham W Group juga berada di sana. Bisa dikatakan bahwa malam ini adalah acara makan malam keluarga sekaligus acara rutin para pemegang saham W Group.

"Karena bintang utama kita malam ini sudah datang, maka bisa kita mulai acaranya sekarang?" tanya Pak Subroto, paman dari Arham yang saat ini menjabat sebagai direktur utama W entertainment, salah satu perusahaan yang berada di bawah naungan W Group di bidang entertainment.

Semua orang mengangkat gelas mengikuti gelas Pak Subroto. Kemudian secara bersamaan saling mendentingkan gelas wine di tangan mereka.

Acara makan malam yang cukup hangat malam ini diselingi dengan pembahasan keluarga. Tidak ada satu pun dari mereka yang membicarakan tentang bisnis dan pekerjaan di sana. Suatu peraturan yang telah mereka terapkan sejak dulu.

"Melihat Aaron yang semakin tumbuh besar. Apa kamu tidak berniat untuk segera menikah lagi, Arham?" Pak Seno, ayah dari dokter Wina bertanya kepada Arham.

"Sepertinya bukan hanya Mama yang penasaran dengan pernikahan saya." Arham melirik Wina yang sejak tadi tidak mengatakan apapun. Arham yakin pertanyaan itu bukan murni dari rasa penasaran Pak Seno yang terkenal tidak acuh pada urusan orang lain. Ia yakin itu pertanyaan dari putrinya yang duduk di sampingnya.

"Apa? Itu bukan pertanyaan ku. Itu pertanyaan Papa." Wina menyadari tatapan Arham dan menyangkalnya segera.

Arham yang sejak tadi diam malah tersenyum melihat tingkah sahabatnya.

"Ayo jawab," kata Wina lagi, yang sebenarnya sangat penasaran dengan jawaban yang akan dikatakan Arham.

"Seperti yang sebelumnya saya katakan. Saya akan segera menikah."

"Sungguh?" Wina berteriak antusias. Matanya kemudian melirik Anggita yang juga sejak tadi menunggu jawaban.

"Baiklah. Karena sepertinya semua orang penasaran. Maka saya akan menjawab rasa penasaran kalian. Saya Arham Fauzan akan segera menikah dengan seorang wanita bernama Alina."

"Apa?" Anggita membelalak, kaget. Sementara Wina tersenyum lebar. Ternyata dugaannya benar. Wanita itu adalah wanita yang akan Arham nikahi. Wanita yang memiliki kemiripan wajah dengan Selena, sahabatnya.

***