Chereads / Mommy Untuk Aaron / Chapter 16 - Lamaran Resmi

Chapter 16 - Lamaran Resmi

Seperti yang dikatakan Arham dalam perjalanan. Kekacauan memang sedang terjadi di rumah Alina. Ibu Alia berteriak histeris setelah mengetahui bahwa Digo membatalkan pernikahan dengan Alina secara sepihak.

Kini ia menyalahkan Alina dan menuduhnya menjadi dalang dari semua kekacauan tersebut. Rumah yang telah didekorasi sedemikian rupa kini telah hancur akibat emosi Ibu Alia yang tanpa berpikir menghancurkan semuanya.

Persiapan yang telah mereka lakukan selama berhari-hari kini sia-sia dan hanya menyisakan utang.

"Mama tenang dong." Aluna berusaha menenangkan ibunya yang sudah hilang kendali sejak tadi.

"Kamu suruh Mama tenang? Setelah semua ini? Undangan sudah disebar. Kita sudah pinjam uang kemana-mana untuk sewa WO dan sekarang kamu suruh Mama tenang. Kamu mikir nggak sih?" bentak Ibu Alia tidak peduli siapa lawan bicaranya.

Yang paling membuat Ibu Alia stres adalah utangnya yang semakin banyak dan uang Digo yang sudah ia habiskan. Ia tidak memiliki cara lagi untuk keluar dari lilitan utang tersebut.

Ia duduk seraya menopang kepalanya di atas meja. "Ayah kamu dimana?"

"Ayah masih di rumah sakit, Ma. Antrian masih panjang jadi aku tinggal dia sebentar di sana karena Mama tiba-tiba menelpon Luna."

"Aluna." Ibu Alia memegang tangan anaknya. "Jangan sampai Ayah kamu tahu soal ini. Kesehatannya akan memburuk lagi kalau dia tahu Digo membatalkan pernikahan. Kita harus menyembunyikan ini dari Ayah kamu."

"Tapi bagaimana caranya, Ma? Tanggal pernikahan sudah di depan mata dan lambat laun Ayah pasti akan tahu."

Ibu Alia menggeleng tidak kehilangan akal. "Mana Alina? Mana anak pembawa sial itu?"

"Alina kayaknya keluar deh, Ma. Aku juga nggak tahu dia kemana."

"Anak itu memang pembawa sial," geram Ibu Alia mengepalkan tangannya. "Semenjak dia masuk ke rumah ini semuanya jadi kacau." Ibu Alia bergegas bangkit. "Telepon dia sekarang. Suruh dia pulang. Ah tidak!" Ibu Alia menggeleng. "Suruh dia menemui Digo. Minta dia membujuk Digo bagaimana pun caranya. Mama nggak mau tahu. Digo dan Alina tetap harus menikah." Ibu Alia melihat anaknya yang masih berdiri mematung di sampingnya. "Ayo, Aluna!"

"I-iya, Ma. Luna ambil handphone dulu. " Aluna bergegas berlari mencari ponselnya. Ketika ia menemukan ponselnya ia kembali berlari hendak menemui ibunya tetapi tiba-tiba melihat Alina keluar dari sebuah mobil mewah yang terparkir di depan rumah mereka.

"Alina? Mobil siapa itu?" Aluna segera berlari menemui ibunya dan memberi informasi tentang Alina yang baru datang.

Tanpa berpikir panjang, Ibu Alia yang masih diselimuti amarah berjalan cepat menghampiri Alina yang baru masuk ke dalam rumah.

"Dasar anak kurang ajar!" Ibu Alia dengan ringan mengangkat tangannya berniat menampar Alina tetapi langsung ditahan oleh Arham.

"Hati-hati Nyonya. Jangan sampai wajah calon istri saya lecet," bisik Arham memandang Ibu Alia dingin sedingin es.

Ibu Alia menarik tangannya dan sedikit melangkah mundur. "Siapa kamu? Jangan ikut campur urusan keluarga saya!"

Arham yang semula dingin seketika melebarkan senyumnya lalu membungkuk memberi hormat kepada Ibu Alia. "Selamat siang, Ibu Alia. Perkenalkan saya Arham Fauzan, calon suami Alina."

Alina tiba-tiba menoleh menatap Arham. Sementara Ibu Alia dan Aluna menganga bersamaan.

"Ca–calon suami?" Ibu Alia masih terkejut dan juga tidak mengerti. "Maksud kamu apa? Kenapa kamu memperkenalkan diri sebagai calon suami Alina. Alina itu sudah punya calon suami dan mereka akan menikah."

"Nyonya Alia yakin?" Arham mendongak melihat kekacauan ya telah dilakukan ibu Alia. "Saya pikir pernikahan tidak akan terjadi dengan dekorasi seperti ini."

"Tapi maksud kamu apa?" Ibu Alia beralih menatap Alina. "Alina, jelaskan sama Mama. Ada apa ini? Kenapa kamu di sini? Apa kamu nggak tahu kalau Digo baru saja membatalkan pernikahan secara sepihak? Atau kamu yang memintanya?" tanya Ibu Alia penuh tuduhan.

"Hah?" Alina juga baru mendengarnya. Ia kembali menoleh pada laki-laki di sampingnya. 'Jadi dia membuat Digo membatalkan pernikahan ini? Apa dia sehebat itu sampai bisa melakukan apapun yang dia inginkan,' batin Alina tidak berhenti terkejut dengan kelakuan Arham.

"Alina!"

"Permisi, Nyonya." Arham kembali menyela. "Tolong jangan membentak Alina. Dia sangat rapuh."

"Ra-rapuh?" Ibu Alia sampai tergagap mendengarnya. "Maksud kamu apa."

Arham kembali tersenyum menunjukkan kesopanannya di hadapan calon ibu mertuanya. "Sebenarnya maksud kedatangan saya kemari untuk bertemu dengan keluarga besar Alina dan melamarnya secara resmi."

"Melamar?" Kini giliran Aluna yang bersuara. "Aku nggak salah dengar kan? Anda Arham Fauzan pewaris tunggal W grup ingin melamar Alina?"

"Benar sekali," jawab Arham menganggukkan kepalanya.

Tidak lama setelah itu, tiga mobil mewah lainnya bergiliran memasuki pekarangan rumah Alina. Dari masing-masing mobil keluar seorang sopir Yan membukakan pintu untuk seseorang yang berada di kursi belakang.

Mereka adalah keluarga Arham. Salah satu diantara mereka ada Ibu Sarah dan beberapa orang yang tidak dikenal. Bersama dengan mereka, Pak Cokro juga keluar dari mobil tersebut dibantu oleh Rama.

"Ayah?" Alina segera menghampiri ayahnya dan membantunya berjalan masuk ke dalam rumah. "Pak Rama biar saya yang membantu Ayah saya."

Rama mengangguk lalu membiarkan Alina mengambil alih. "Silakan Nona Alina."

"Ayah." Ibu Alia dan Aluna juga berlari menghampiri Pak Cokro dan ikut membantu Pak Cokro berjalan masuk ke dalam rumah.

"Terima kasih," ucap Pak Cokro setelah duduk di sofa. Ia mendongak melihat kekacauan yang disebabkan oleh istrinya. "Ada apa ini? Kenapa rumah kita kacau sekali?"

Ibu Alia menunduk tidak berani menjawab pertanyaan suaminya. Ia merasa malu karena membuat kekacauan sementara mereka sedang kedatangan tamu terhormat.

Pak Cokro menggerakkan tangannya seraya mempersilakan para tamunya untuk duduk. "Silakan duduk, Nyonya Sarah. Kami minta maaf atas kekacauan ini. Sepertinya ada masalah yang terjadi di rumah kami. Tolong dimaklumi."

"Terima kasih, Pak Cokro." Ibu Sarah segera duduk di sofa diikuti oleh Arham, Rama dan adik Arham, Anika. Juga ada pamam Arham yang akan mewakili keluarga mereka, Pak Subroto.

"Ayah kenapa bisa bersama mereka?" tanya Alina berbisik di samping ayahnya. Ia cukup penasaran karena ayahnya tiba-tiba berada dalam mobil bersama dengan keluarga Arham.

Apa ini bagian dari rencana Arham juga? Alina melirik Arham yang terlihat tenang duduk di samping Anika.

Pak Cokro menepuk tangan Alina yang memegang bahunya. "Nanti Ayah ceritakan. Kita dengarkan dulu maksud kedatangan mereka kemari."

Alina mengangguk paham lalu kembali menatap Arham yang masih terlihat tenang tidak melakukan apa-apa.

"Jadi langsung saja Pak Cokro, maksud kedatangan keluarga kami kemari adalah untuk melamar Alina anak Bapak, untuk anak kami, Arham."

Aluna dan Ibu Alia kembali terkejut bersamaan. "Melamar?"

"Jadi ini benar?" pekik Aluna tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut Pak Subroto.

***