"Menikahlah secepatnya."
Sayup-sayup suara yang semula terdengar seperti perintah, kini menjadi hening 'tak bersuara. Perdebatan yang hanya diketahui oleh tiga orang yang kini berada di dalam satu ruangan mendadak tidak terdengar lagi setelah sang kepala keluarga mengatakan satu kalimat yang sukses membuat dua orang lainnya bungkam.
"Ini yang ayah sebut sebagai jalan keluar?"
Hening, lagi. Mungkin jika bisa ditafsirkan, saat ini mereka berada dalam puncak amarah masing-masing.
"Tidakkah ayah berpikir bahwa ini hanya akan menimbulkan masalah baru?" ucapnya lagi.
"Kau bisa menolaknya jika kau mau kehilangan tahta sebagai keturunan keempat keluarga Mattzhlias beserta semua harta yang bisa kau dapatkan."
Tidak ada yang berani mengemukakan pendapat lagi. Pada dasarnya, semua yang dikatakan oleh sosok yang disebut sebagai kepala rumah tangga itu adalah keputusan yang mutlak. Baik atau tidaknya keputusan itu, semuanya adalah hal yang 'tak boleh diabaikan.
"Aku mempunyai kekasih dan ayah tau itu, kenapa sekarang ayah bersikap seolah ayah 'tak pernah mengerti bahwa aku bahagia dengan Sia!" tegas yang termuda di antara mereka.
Banyak. Banyak hal yang rasanya perlu mereka ungkapkan satu sama lain. Tentang hal yang seharusnya mereka pertahankan dan hal yang tidak seharusnya mereka libatkan. Hanya saja, hidup bebas bukanlah hal yang dijalani Malvin sebenarnya.
Malvin Alison M. bukan seorang ahli waris yang dipamerkan, bukan pula seorang pangeran yang sengaja dilatih untuk bersikap layaknya bangsawan yang dermawan serta berkharisma, tetapi sosok yang disebut aset oleh keluarganya sendiri. Mirisnya lagi, ia sengaja disembunyikan agar keluarga beserta tahtanya mendapatkan perhatian dari dunia.
Satu hal yang tidak pernah terbesit dalam pikiran Malvin, entah atas dasar apa ia selama ini tunduk dalam perintah ayahnya yang mengatasnamakan keselamatan dan keamanan untuknya. Bahkan, selama ini Malvin hanya tau alasan klasik di balik mengapa dirinya tinggal dalam sebuah tempat yang disebut sebagai pengasingan, yaitu karena dirinya adalah penerus keluarga serta penerus perusahaan yang nantinya akan menguasai pasar internasional.
Orang mana yang akan percaya dengan alasan 'tak masuk akal seperti itu. Jika memang Malvin adalah keturunan yang sudah pasti akan mendapatkan tahta sebagai penerus selanjutnya, bukankah seharusnya ia harus mengerti dunia luar? Dunia tentang di mana perjalanan bisnis yang memang memerlukan banyak pengalaman. Namun, dengan berdirinya Malvin selama ini di tempat pengasingan membuatnya berpikir bahwa menjadi penerus adalah sebuah kesalahan, sehingga selama bertahun-tahun Malvin hanya mampu terjebak dan berakhir di tempat yang 'tak diharapkan siapa pun.
"Kau tau bahwa kau tidak akan bisa menolak keputusan ayah, bukan?" sarkas sosok yang disebut sebagai ayah itu, "maka cukup lakukan seperti biasanya."
"Ini berbeda, semua yang ayah mau selalu berkaitan dengan perusahaan!" bentak Malvin.
"Ini juga tentang perusahaan Malvin! Kau tidak bisa lihat? Ini perusahaan yang akan kau pimpin nantinya dan kau masih mengatakan bahwa ayah tak memikirkanmu?"
"Bukan. Jika ini hanya tentang perusahaan, ayah 'tak akan mempermasalahkan kalaupun aku menikahi Sia, bukan gadis pilihan ayah." Untuk pertama kalinya, Malvin berani membantah sang ayah hingga meluapkan semua emosinya.
"Apa yang ayah butuhkan adalah tahta. Dia yang setara denganmu, maka dengan begitu semua tujuan perusahaan akan segera terwujud, begitu pula dengan pasar internasional yang akan segera kita pimpin."
Entah apa yang ada dalam pikiran seorang Jason Mattzhlias sehingga menjadikan putranya sendiri sebagai sosok layaknya boneka yang kapan saja dapat tunduk di bawah perintahnya.
Jason Mattzhlias, pemilik serta pemegang perusahaan MZS SYSTEM yang bergerak di bidang senjata, menjadikan putranya sendiri sebagai penerus berikutnya dengan cara yang jauh dari bayangan orang-orang. Sudah menjadi topik publik jika Jason memang seorang pemimpin yang tegas dan kejam. Kejam dalam artian semua yang menjadi keputusannya adalah hal mutlak dan tidak ada yang bisa membantahnya sekalipun.
Hal seperti inilah yang kian menjadi pertanyaan umum. Dimana dan siapa yang sebenarnya menjadi penerus keluarga Mattzhlias selanjutnya. Bertahun-tahun lamanya publik tak mengerti mengenai hal tersebut. Mereka hanya mengetahui dari kabar burung yang kian hari berbeda cerita. Jangankan konfirmasi dari keluarga Mattzhlias sendiri, orang-orang serta para kolega pun bahkan tidak pernah mengetahui seperti apa keturunan keempat keluarga Mattzhlias itu.
Pantaskah jika keadaan seperti ini dikatakan sebagai sebuah jalan keluar? Malvin bahkan sama sekali tidak mempunyai keberanian yang cukup untuk menolak sang ayah. Apa yang Malvin pelajari selama ini adalah tunduk di bawah perintah sang ayah dan hidup bagai kurungan penjara di tempat yang seharusnya tak pernah ia singgahi. Mungkinkah jika hari ini adalah hari yang tepat intuk Malvin melepaskan semua amarahnya? Jika benar, maka itu artinya Malvin tidak perlu lagi khawatir dengan tinggal di pengasingan untuk selanjutnya. Namun sayang, Malvin paham bahwa ini tidak akan semudah itu.
Jason itu keras. Didikannya, perintahnya, bahkan perangainya, semua 'tak jauh-jauh dari sifat Jason yang satu ini. Jika Jason dengan senang hati akan membiarkan orang lain membantahnya, maka saat itu juga Jason pasti sedang memperoleh rencana baru yang lain dan lebih terencana. Entahlah, harus khawatir atau merasa tenang jika berhadapan dengan Jason.
Bukan hanya itu saja, di balik sikap Jason yang seperti demikian, lelaki itu juga mementingkan hak tiap orang. Anggap saja kekerasan serta ketegasan Jason hanya untuk perusahaannya, tetapi untuk diluar hal tersebut, Jason tetaplah Jason, seorang kepala keluarga dan orang biasa yang tidak jauh-jauh dari sosialisasi serta bisnis.
Permasalahannya adalah sifat pemaksa Jason. Itu satu-satunya hal yang 'tak bisa Malvin toleransi. Namun apa daya, Jason adalah ayahnya. Ia tak mau jika di anggap sebagai anak yang tidak berbakti pada orangtuanya.
"Aku butuh waktu, ayah." Malvin mulai menyerah dengan keras kepala ayahnya.
Perlu diketahui bahwa bukan itu alasan utama Malvin meredakan emosinya. Jason mempunyai riwayat penyakit jantung. Meskipun jarang bagi Jason merasakan keluhan tentang itu, namun tetap saja Malvin mengetahui tentang itu.
Sedangkan satu-satunya wanita yang berada di antara dua lelaki itu hanya mampu terdiam, tidak tau harus berbuat apa. Ingin membela sang anak, tetapi ia tau bahwa apa yang keluar dari mulut suaminya adalah perintah. Ingin menghentikan pertikaian antara ayah dan anak di hadapannya itu pun ia tak sanggup.
"Maaf, ibu 'tak bisa membantu banyak," lirih Tysa yang kini mengusap punggung putranya.
Tidak ada yang bisa Malvin lakukan selain menghela napas panjang guna menetralkan amarahnya. Jason masih menatapnya dengan tatapan tajam khas lelaki itu. Tak jarang juga Malvin berpikir, kapan ia bisa keluar dari sini. Bukan berarti Malvin menolak untuk menjadi penerus perusahaan keluarnya, tetapi inikah cara yang dimaksud untuk menjadikan seorang penerus yang berhati-hati dan bertanggung jawab?
"Lakukan sendiri apa yang kau mau jika memang ingin menolak keputusan ayah," final Jason, "dan juga, bereskan semua sendiri termasuk rumor yang melibatkanmu."
Oh, masalah ini lagi? Kapan masalah yang sungguh 'tak masuk akal seperti ini berhenti. Malvin hanya ingin hidup tenang meskipun ia berada di pengasingan. Apa ini juga yang sebenarnya menjadi alasan utamanya mengapa Jason bersikeras untuk meminta Malvin menikah dengan pilihannya demi mendapatkan pandangan orang-orang terhadap keluarga mereka? Sungguh tidak adil untuk Malvin.
"Tidakkah ayah berpikir bahwa ini semua karena ayah?" Malvin tak sanggup lagi untuk mengontrol amarahnya. Tiba-tiba saja amarahnya memuncak setelah Jason mengatakan tentang rumor, ditambah lagi dengan cara Jason menyampaikan semua, itu berasa sebuah penyudutan teruntuk Malvin.
"Aku tau ayah paham. Jika saja ayah tak bersikeras mengurungku di negara ini, maka tidak akan ada rumor yang tersebar seperti itu," lanjutnya.
"Kau menikahlah dengan putri tunggal Disa. Dia lebih bisa dipandang daripada Sia kekasihmu itu."
"Ayah, aku—"
"Masih mau menolak?" sergah Jason memotong ucapan Malvin.
Hanya hening yang tercipta setelah Jason mengucapkan kalimat yang seakan mendesak Malvin. Begitu pula dengan Malvin, ayahnya yang sudah seperti ini menandakan bahwa tidak ada penolakan untuk konteks ini.
Salahkah jika Malvin mempertahankan hubungannya dengan Sia? Bukankah itu suatu keharusan? Malvin bahkan 'tak habis pikir bahwa ayahnya akan bertindak jauh layaknya demikian. Baru kali ini, Malvin merasa ketidakadilan yang terlalu menyudutkan dirinya sendiri.
"Lakukan perintahku atau kau tangani sendiri urusanmu!" tegas sosok yang paling dihormati di antara mereka.
Penolakan adalah hal pertama yang ingin dilakukan Malvin, tetapi keberaniannya 'tak sebanding dengan kuasa sang ayah. Untuk kali ini saja, dalam konteks ini Malvin mengalah. Entah nanti kelanjutannya seperti apa, yang jelas Malvin yakin bahwa ia akan bisa menolak sang ayah.
"Bersiaplah untuk menemuinya tiga hari lagi. Jangan coba-coba untuk kabur, lakukan sebelum kau merusak masa depanmu sendiri."
Atau mungkin tidak ....
Awal yang begitu miris bagi kehidupan Malvin.