Senin 07:30
Kendra telah bersiap di atas motor, air mukanya menunjukkan kusut karena memang baru bangun tidur, rambutnya terlihat hanya ia gelungkan ke atas dan dengan sebuah pulpen ia kunci ikatannya. Belum mandi hanya cuci muka dan sikat gigi.
Dari kamar paling ujung, Maya juga terlihat telah rapi yang kini tengah mengunci pintu kamarnya.
"Duluan ya Yan!" Sapa nya ketika melewati kamar Tika, yang disapa sedang mengenakan sepatu, bajunya juga sudah rapi mendongak kan wajah.
"Ngga bareng Nay?" Tanya Tika.
Dengan isyarat telunjuk lurus ke depan Maya menunjuk Kendra yang telah berada di atas motornya. Bulatan O di bibir Tika seolah isyarat dia mengerti akan maksud Maya.
Dengan lambaian tangan mereka pun berpisah.
"Yuk!" Maya menghenyakkan pantatnya ke jok belakang motor Kendra,
" Sudah?" Bukan sebuah tanya hanya menyatakan bahwa motor siap meluncur.
"Kendra belum mandi?" Maya pura - pura menutup hidung.
"Bentaran, kalau mandi nya sekarang, nanti keringetan lagi." Kata Kendra beralasan.
"Jorok banget sih jadi cowok?" Semprot Maya, hidungnya terlihat berkerut.
"Ya kan nanti pasti mandi Nay? Lagian udah cuci muka kok." Kilah Kendra. Tak membahas lebih lanjut Maya hanya menepuk bahu Kendra pelan.
**
Motor melaju pelan, tujuannya - kantor Maya !
Kendra punya tugas baru sekarang. Antar jemput Maya, yang kalau biasanya Maya berangkat dan pulang kerja bersama Tika, kini tugas itu di estafet-kan ke Kendra.
Alasan Kendra adalah agar ia bisa disiplin bangun pagi, modus lagi? Setidaknya itu sukses.
****
"Maya kalau kerja biasanya bareng siapa?" Tanya Kendra, sabtu kemarin kala mereka sedang menikmati bakso Solo di sekitar jalan Kapten Made Putra, sepulang dari Kintamani.
"Kalau berangkat sih seringnya bareng Tika, kenapa ?" Tanya Maya sambil menyuap tiga perempat potongan Bakso dalam tusuk kan garpunya.
"Nanya doang, terus pulangnya ... sama Tika juga?" Tanya Kendra lagi.
"Ngga tentu, kadang oj-ol kalau pas lembur, kenapa sih?" Maya sedikit penasaran.
"Eem kalau mulai besok Senin aku yang antar jemput mau ngga?" Kendra coba tawarkan diri.
"Emang Kendra ngga kesiangan kalau musti antar aku dulu?" Tanya Maya, dahinya mengernyit matanya menyempit. Kamu mau modus lagi? pandangannya seolah berkata demikian.
"Aku masuk kerjanya kan jam sembilan Nay masih sempat lah." Jawab Kendra.
Keringat terlihat bercucuran di wajah putihnya, akibat menahan pedas kuah bakso dan panasnya cuaca. Maya sigap mengambil beberapa tisu dari dalam tas kecilnya, tanpa canggung dia berusaha me-lap wajah Kendra, buru-buru Kendra mengambil tisu dari tangan Maya dan mulai me-lap wajahnya. Karena merasa tak enak.
"Iuh jorok, keringat nya ke mana - mana!" Kata Maya badannya berguncang bergidik, tapi anehnya malah dia yang berusaha melap keringat itu, Kendra hanya mencibir.
"Gimana? Mau ngga?" Tanya Kendra lagi, "kenapa? Takut ada yang marah? Terus Maya dilabrak? Jangan khawatir, kan aku yang sering minta air panas?" Kendra mendahului ucapan yang biasa di katakan Maya kepadanya.
Mendengar itu Maya sampai tergelak dibuatnya.
"Apaan sih?" Perlahan tawa nya memudar, tersisa kini tinggal senyuman yang bagi Kendra terlihat begitu manis.
"Aku ngga mau nge-repotin Kendra." Sebetulnya itu sebuah penolakan halus, batasmu sampai disini, jangan lagi maju ke depan. Harusnya Kendra bisa mengartikannya demikian, atau Maya sedang berlakon jinak-jinak merpati? Seolah tak sudi, tapi ada harap didalam hati.
"Ngga kok, kan aku yang nawar-in?" Dan Kendra benar - benar tak menyadari itu, atau tertipu akan itu.
'Kok kayak nya kamu perhatian banget sama aku ya? Kenapa?" Pancing Maya, matanya melebar.
Kendra langsung tersedak
Bukan ... bukan itu yang seharusnya terucap, sungguh Kendra tak menyangka itu. Buru - buru dia minum es teh di depannya, pandangannya turun ke gelas mencoba mendinginkan hati, meredakan degup jantung yang tiba- tiba tak seirama.
"Owh ngga mau di perhatikan? Oke ngga masalah, bukan aku loh yang tiba-tiba ambil tisu terus mau nge-lap wajah?" Sindir Kendra. matanya mengintip
"Emang tadi itu perhatian? Jorok aja sih liatnya, itu refleks tau!" Kilah Maya. Ungkapan cewek selalu benar ternyata memang benar. Tak mau berdebat Kendra memilih diam dan mengalah.
"Kok diam, ngambek?" Maya mencoba meledek Kendra, yang tiba-tiba saja diam. sudut bibirnya terlihat terangkat satu.
Setengah berbisik Kendra menjawab.
"Cewek selalu benar, dan jangan mendebatnya." Seraya mengacungkan jempol. Dengan ekspresi meme - nya chef Arnold
Gumpalan tisu bekas lap bibir langsung melayang ke wajah Kendra. Kembali mereka tertawa bersama, dunia serasa milik berdua.
"Biar aku juga bisa bangun pagi Nay." Kata Kendra setelah beberapa saat mereka diam. tak ada kata menyerah, Kendra masih berusaha meyakinkan Maya.
"Memang nya selama ini ngga bisa bangun pagi?" Tanya Maya penuh selidik.
"Susah Nay, pernah aku bangun 15 menit sebelum jam kantor, padahal jarak kos ke kantor 15 menit, jadi kadang aku ngga mandi." jelas Kendra sambil menyesap es teh nya langsung dari gelas. Kendra terlihat salah tingkah.
"Ugh jorok!" Sambar Maya dengan lagi - lagi hidungnya berkerut.
"Yah gimana lagi daripada telat?" bela Kendra. Maya menatap Kendra dengan pandangan melas.
"Ya sudah, tapi janji jam 7 sudah harus bangun, aku ngga mau udah mau berangkat kamu nya baru bangun." Akhirnya Maya meluluskan, tapi dengan syarat dan ketentuan yang di sepakati.
"Siap Bu!" Wajah Kendra berubah sumringah
Mission accomplished!
**
15:00
Keluar dari tempat makan bakso matahari masih bersinar garang.
"Mau langsung pulang? atau masih mau ke mana lagi ?" Kendra menggeliat, panas mulai menjilat wajahnya, di sisi motor dia berdiri menunggu Maya.
"Emang Kendra ngga capek?" Tanya Maya.
"Biar sekalian lah, besok biar bisa dipakai untuk full istirahat." kata Kendra, Maya termenung, sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu.
"Apa mau nonton dulu?" Kendra memberi pilihan.
"Maunya belanja bulanan tapi boleh deh, pulangnya mampir supermarket ya?" Kata Maya menyetujui.
"Baiklah." Kendra naik ke motornya.
***
Gedung Wisata 21 tak begitu ramai sore itu, mereka berkeliling sebentar untuk melihat - lihat poster film apa yang sedang tayang.
Tak ada yang menarik bagi Kendra, sempat dia ingin urungkan niat, tapi ternyata Maya tertarik untuk menonton salah satu film indonesia dengan tema drama romantis.
"Kok ngga yang ini aja Nay ?" Tunjuk Kendra ke salah satu poster film bertema horor.
"Jangan, ntar modus kamu ketahuan?" Jawab Maya lirih.
Deg !
Bukan kaget, tapi lebih ke rasa heran, Maya seperti tahu langkah - langkah pendekatan seorang cowok ke cewek, Kendra sampai dibuat mati kutu.
Sempat terlintas di benaknya bahwa cewek yang sedang didekati-nya ini sudah sangat berpengalaman, atau setidaknya dia sudah sering berpacaran. Tampang kalem dan pendiam ternyata hanyalah topeng yang sempurna untuk mengelabuinya.
"Aku beli jagung meletup dulu ya Nay?" Pamit Kendra, mereka sedang duduk di sofa panjang ruang tunggu, tiket sudah dibeli tinggal menunggu teater nya di buka, Maya mengangguk, matanya sudah lekat ke layar ponselnya.
"Titip jus jambu ya Dhit?" Tanpa mengalihkan pandangan, Maya menyodorkan lembar biru limapuluh ribuan, yang sempat dia rogoh dari dalam dompet.
Kendra menolak.
"Pakai punya ku dulu." Tolaknya, Maya menarik uangnya kembali.
Berjalan pelan menuju counter penjualan popcorn, Kendra mulai menampakkan keraguan, apakah langkahnya sudah benar untuk mendekati Maya? Anggun dan pembawaan pendiam Maya lah alasan Kendra menaruh hati padanya, yang dalam benaknya cewek seperti Maya ini tipikal setia dan bukan tipikal cewek yang mudah pindah ke lain hati.
Kalau akhirnya Maya yang dalam pandangan Kendra sama seperti cewek agresif yang selama ini mendekatinya, tentu dia akan urungkan niat untuk mendekati Maya, untuk apa susah-payah mendekati Maya, kalau kebanyakan yang mendekati Kendra selama ini adalah cewek-cewek agresif, yang bisa dengan mudah dia pacari.
**
Tak banyak yang dibahas selama pertunjukan film, Maya menikmati tayangan dari layar lebar di depan sana, sedang Kendra terus berkecamuk dengan pikirannya sendiri.
Ditha kurang cantik dan sexy gimana, Kendra menolaknya halus, meski beralasan Ditha masih punya cowok, tapi bisa saja Kendra masa bodoh akan hal itu, toh Ditha juga lebih memilih nya andai Kendra bilang iya? Gisha SPG yang selalu berpenampilan menor bak artis akan tampil, Kendra sampai harus pindah kos dan ganti nomor ponsel, karena teror nya sudah sangat mengganggu.
Kalau hanya ingin jadi kumbang, Kendra tak perlu terbang mencari bunga.
Maya seharusnya lain, jika dibalik pembawaan pendiam dan kalem nya ternyata dia sama saja dengan yang lain? Untuk apa susah-susah di kejar. Kendra makin bingung dan ragu.
Sampai film berakhir. Kendra mengunci mulutnya rapat - rapat.