"Tina ! " Ujarnya mengingatkan, ketika Kendra hanya menatapnya heran.
"Ya ampun ? " Mata Kendra membalak heran, telapak tangannya bertepuk di depan dada, " Tina siapa ya?" Konyol. Tapi jujur Kendra memang tak tahu siapa cewek yang menyapanya itu.
"Aduh Kendra, Tina ? Gua temannya Ditha, kita pernah ketemu dua kali, pas kontes Surfing di Uluwatu ingat ngga?" Kata Tina berusaha mengingatkan Kendra.
"Ah iya, astaga ... lupa gua, yang kedua kalau ngga salah, malam penyerahan hadiah untuk pemenang kan ya?"
"Yup, lu ingat sekarang, apa kabar?" Dia menyalami Kendra ramah sekali, sejenak ia lupa Maya yang tengah berdiri di sampingnya.
"Baik ... eh iya ini kenalin teman gua?"
"Tina."
"Maya" dan mereka berdua bersalaman sambil tersenyum.
"Di mana sekarang?" Tanya Kendra, terakhir bertemu, Tina bilang kalau dia bekerja di sebuah bar di daerah Uluwatu sana sebagai bartender.
"Masih ... masih, eh iya udah denger kabar Ditha belum?" Tanya Tina, yang ditanya raut mukanya langsung berubah, khawatir makhluk di sampingnya itu bakal tahu siapa Ditha sebetulnya, bukan karakter cewek dalam sekuel sebuah film.
Tapi tentu saja rasa khawatir Kendra sudah terlambat, sejak pertama Maya mengikuti percakapannya, dia sudah menyadari siapa sebenarnya sosok Ditha, dan dia bukan karakter cewek dalam sekuel sebuah film.
"Belum, gimana kabarnya tuh anak?"
"Dia udah merit," jawab Tina bersemangat.
"Ya Tuhan syukurlah." Kendra bernapas lega.
"Eh bagi nomor telpon lu dong?" Tina seolah acuh dengan kehadiran Maya di sana.
Ragu Kendra untuk mengatakannya, di sampingnya ada Maya yang memang tak ada melarangnya hanya saja dia tak enak hati.
"Boleh ya Nay aku minta nomor nya Kendra?" Tina seolah menyadari keragu - raguan Kendra.
Maya hanya tersenyum. Buru-buru Kendra menyebut nomor teleponnya, melihat itu Tina turut tersenyum, ada yang aneh dari gestur kedua pasangan di depannya ini pikirnya.
*
5 menit mereka berbincang, akhirnya berpisah.
**
"Ditha ke Australia karena Joe di sana, itu masa depannya." Maya berusaha mengulang perkataan Kendra waktu di dalam gedung bioskop dengan lirih, sambil berjalan menuju parkiran.
Kampret! Rutuk Kendra dalam hati.
Dia tahu Maya hanya menggoda nya, hanya saja dia tak enak karena telah berusaha membohongi nya, dia takutnya Maya berpikir baru berteman saja sudah dibohongi, gimana nantinya kalau sudah ... Ah imajinasi Kendra terlalu jauh.
Kendra parno sendiri, padahal Maya tak menganggap semua itu serius.
Sore semakin menggantung menggelayut malam yang perlahan mulai turun.
***
Sebuah motor melintas di jalan Teuku Umar barat, di mana di atasnya duduk sepasang manusia dengan wajah lelah penuh debu bercampur keringat yang telah kering mengkristal.
Sepasang manusia yang belum mandi.
**
Kendra dan Maya memasuki gerbang kos, setelah parkir Kendra mengantarkan Maya ke kamarnya sambil menenteng 2 kantong besar plastik putih belanjaan mereka.
Kendra meletakkan kantong itu di atas birai depan kamar Maya, sementara Maya sedang membuka pintu kamarnya.
"Bawa masuk aja Dhit." Perintahnya, Kendra nurut lalu meletakkan kantong belanjaan di lantai dekat pintu. Kendra menunggu, tak berani membuka kantong plastik itu sendiri, khawatir dibilang tak sopan, meski barang belanjaan nya ada di dalam sana.
"Mandi dulu gih, nanti aja barang belanjaan nya diambil. " Kata Maya, wajahnya terlihat capek. Kendra mengangguk mengiyakan.
***
20:45
"Busyet! Langsung lupa rumah, pergi dari pagi sampai malam baru pulang?" Kata Bagas. Mulutnya berdecak. Dia berdiri bersedekap di luar pintu kamar Kendra, buru-buru dia keluar dari kamarnya tadi ketika mendengar Kendra datang.
Kendra hanya nyengir, dia gantungkan jaket nya dibalik pintu kamar. Membuka t-shirt nya yang sudah berasa mangga muda. Melemparkannya ke keranjang cucian dalam kamar mandi nya.
"Nge-date ke mana aja cuk?" Tanya Bagas penasaran. Masih berdiri ditempat yang sama.
"Kepo lu! Cowok apa emak - emak lu." Sahut Kendra ia lalu duduk selonjoran dekat pintu, punggungnya ia sandar kan di pinggiran kasur. Merasakan hawa segar dari angin yang berhembus di lantai dua kamarnya.
"Eit ngga boleh gitu, gua comblang lu berhak tau lu bawa anak gadis orang ke mana aja, kalo bapaknya nanya apa jawab gua?" Terang Bagas panjang lebar.
"Emang lu kenal bapaknya?" Tanya Kendra penasaran.
"Enggak!" Jawabnya acuh. Kendra mencoba menendang kaki Bagas, tapi sayang tak kena.
Sebetulnya ada yang ingin ia bahas dengan Bagas perihal Maya yang menurutnya seperti sudah ahli dalam percintaan, cuma sepertinya Bagas tidak dalam kondisi normalnya.
Kalau pun dipaksakan jawabannya pasti bakalan bikin Kendra kesal.
Selesai mandi Kendra merasa segar, sibuk di depan kaca wastafel di kamarnya, merapikan rambut, untuk kemuTika dia ikat ke belakang, ia biarkan beberapa helai rambut di sekitar depan telinga. T-shirt dan celana tiga-perempat, outfit santai untuk ngapel, masih sempat kah? Di liriknya jam yang melingkar di tangan
21:15
Lebih dari sempat, lagian ngapelnya cuma ke kamar sebelah, Kendra sudah seolah-olah memiliki Maya, istilah apel ia gunakan agar feelnya lebih terasa, memang keakraban mereka kini sudah melampaui batas limit definisi dari kata sahabat. Itu sebabnya Kendra sudah berani mengandaikan kalau dia pacar Maya tinggal pengesahan pengakuan kedua belah pihak, dan itu masih dicari waktu dan tempatnya, dan Kendra belum memikirkan nya dalam waktu dekat.
Sekalian ambil barang belanjaan begitu pikirnya.
Melewati kamar Bagas, Kendra mengendap pelan, ternyata setelah kejaTika tadi dia tak keluar kamar, nih anak bakalan resek kalau tahu tujuannya ke mana pikir Kendra.
Aman
Kendra pun menuruni tangga.
Di kamar paling ujung, dilihatnya Maya telah duduk di kursi teras, mengenakan piyama model kemeja warna biru muda dengan celana panjangnya warna senada, dia lempar senyum saat melihat Kendra dari arah tangga.
Melewati kamar Shinta yang masih gelap, mungkin belum pulang jalan-jalan, kamar Tika lampu kamarnya hidup, tapi pintunya tertutup, entah sudah tidur atau sudah me-time.
Kendra duduk di birai depan Maya. Harum wangi sabun yang di pakai Maya membuat Kendra merasa nyaman dengan aroma nya.
"Kendra sudah makan?" Tanya Maya.
"Ya belum dong, pulang bareng dari mana bisa sudah makan?"
"Aku buat kan roti bakar ya?" Tawar Maya, Kendra sempat ingin menolak, tapi perutnya yang duluan bicara, Maya sempat ter gelak.
"Tunggu sebentar." Maya masuk ke kamar, 10 menit kemuTika
Maya keluar membawa 2 piring warna putih berisi, 1 piring dengan 2 keping roti bakar 2 nugget dan beberapa kentang goreng, satu piring lainnya hanya berisi 1 keping roti bakar dengan olesan selai kacang.
Maya menyodorkan piring pertama.
"Loh punya mu kok cuma 1?" Tanya Kendra.
"Aku sudah makan tadi, ini biar Kendra ada teman makan" kata Maya sambil menunjuk ke piring nya.
Karena memang sudah lapar Kendra menyantap makanan yang ada di piring.
Maya kembali ke dalam, untuk beberapa saat kemuTika keluar dengan 2 gelas teh hangat sudah di tangan.
Salah satunya ia letakkan di dekat Kendra.
"Tambah?" Tawar Maya, ketika dilihatnya di piring Kendra hanya tersisa beberapa kentang goreng.
"Udah cukup " tolak Kendra ia letakkan piring dengan sisa beberapa kentang goreng di dekat gelas teh, meraih gelas kemuTika meminum isinya hingga tersisa separo.
"Eh bentar," Maya kembali masuk, kemuTika menenteng 2 kantong tempat belanja keluar,
Satu-satu ia pilih barang belanjaan kepunyaan Kendra, menaruhnya di meja dekat kursi nya
"Ini roti sama selai coklat buat sarapan," kata Maya sambil meletakkan roti tawar dan selai coklat di meja.
"Tapi aku kan ngga beli roti tadi Nay?" Kata Kendra, heran.
"Aku yang beliin, udah ngga usah rewel, pokoknya itu untuk sarapan pagi sebelum anterin aku." perhatian seperti inilah yang membuat Kendra yakin dan berani berandai bahwa Maya adalah kekasihnya
Malam belum beranjak larut, tapi karena rasa capek dan kantuk yang menyerang Kendra pun pamit pulang.
Ya meski sederhana, makan malam barusan terkesan romantis.