Chereads / GAME is OVER / Chapter 26 - Distracted

Chapter 26 - Distracted

Kendra baru akan menaiki motornya, ketika sebuah suara menghentikannya.

"Kendra tunggu!" Terlihat Tika sedang terburu - buru mengunci kamarnya, kemudian menghampiri Kendra dengan tergesa pula.

Kendra menunggu sambil berdiri di samping motornya, tangannya masih memegang stang setir motornya.

Kamis 08:15

Sudah jam segini tapi Tika masih di kos, apa mungkin dia cuti?, Pikir Kendra.

"Kenapa Yan?" Tanya Kendra.

"N-nebeng sampai depan gapura dong, mau ambil motorku di bengkel," pinta Tika napasnya sedikit ngos - ngosan karena tergesa memburu Kendra.

"Ayuk ... kamu ngga kerja?" Tanya Kendra sambil mulai naik ke-jok motornya.

"Kerja, cuma tadi aku izin masuk agak telat, motorku mogok pas mau jalan ke kantor." Tika pun udah bersiap di jok belakang.

"Bengkel mana Yan?" Tanya Kendra sesaat setelah motor mulai berjalan.

"Bengkel sebelum warung Jawa, tadi waktu aku tinggal di sana bengkelnya baru buka," jawab Tika.

"Mau sekalian aku anterin ke sana?" Tawar Kendra, lagian kalau cuma sampai gapura depan, percuma juga, menuju kebengkelnya, Tika harus jalan kaki lagi. Kasihan

"Jangan lah ntar Kendra kesiangan," tolak Tika, biarlah nanti dari depan gapura dia jalan, lagian ngga terlalu jauh juga, sekalian jogging pikirnya.

"Halah ngga sampai lima menit juga, sudah biar aku antar sampai bengkel." Paksa Kendra

"Oh ya sudah terserah Kendra." Tika akhirnya menurut.

Motor sampai di gapura perumahan kemudian berbelok ke kiri mengikuti arus lalu lintas arah ke pantai Petitenget.

"Kendra makin deket sama Maya ya sekarang, ngga takut Ken?"

Kendra yang awalnya tersenyum langsung mengernyitkan dahinya.

"Hah ! Takut kenapa?" Tanya Kendra heran. Usia kedekatan Maya dan dirinya sudah hampir mendekati bulan ketiga, tak ada yang aneh.

Maya kan ngga galak ? Malah kesan yang ditangkap Kendra, Maya itu menyenangkan, ramah, suka bercanda juga dan yang bikin Kendra mantap untuk mendekatinya adalah dia sangat perhatian terhadapnya.

Kendra merasa nyaman kalau di dekat Maya, Dejavu?

"Loh emang Kendra belum tahu kalau Maya masih punya cowok?" Deg!

Kalimat Tika menyentakkan Kendra seolah membangunkannya dari sebuah mimpi. Dugaan yang selama ini belum sempat ia konfrontir ke Maya akhirnya terkuak lewat Tika.

Tapi kenapa Maya seolah tak menghindar atau membuat jarak saat Kendra berusaha mendekatinya?

Kendra menghentikan laju motornya dan berhenti di bahu jalan.

"Belum? Tika tahu dari mana?" Tanya Kendra penuh selidik

"Maya sendiri pernah cerita ke aku, dia juga nanya - nanya tentang kamu?"

"Oh iya, apa yang ditanyakan nya?" Tanya dia lagi seperti penasaran.

"E-em Kendra ngga takut ke siangan ini, ini udah hampir jam sembilan loh?"

Kendra melirik jam tangannya, OMG sembilan kurang duapuluh menit. Masih keburu sih

"Ah sial iya ... ya udah di lanjut nanti ya Yan?"

Tika mengangguk.

Kendra kembali menggeber motornya. Setelah menurunkan Tika di depan bengkel motor, Kendra putar balik motornya, dan segera melaju menuju kantor.

***

Dilema, antara maju terus atau mundur, dengan resiko yang sama-sama menyakitkan, andai dia maju terus, bukannya seperti menjilat ludahnya sendiri.

Dia menolak halus Ditha karena statusnya sudah mempunyai cowok, dan sekarang dia harus maju, sedangkan cewek yang dia kejar statusnya masih cewek orang lain? Haruskah dia mundur? Tapi kedekatan nya dengan Maya sudah sedemikian mesra, andai permainan catur, Kendra tinggal selangkah lagi menuju skak mat!, Tapi statusnya cewek orang!

Kenapa kabar ini baru diketahuinya sekarang, kenapa tak jauh hari ketika Bagas pertama kali memberi tahunya yang dengan lancang mengirim surat ke Maya? Hey tapi bukannya lebih baik dia mengetahuinya sekarang? Lupakan saja ke bego-an Bagas.

Harusnya dia yang terlebih dahulu menanyakan, bukannya terlena oleh pesona dan akhirnya mengikuti permainan yang di ciptakan Bagas, bukankah dia sadar dibalik keramahan Maya, ada selubung yang ia terus - terusan menutupinya, Maya terlalu sibuk menanyakan tentang status Kendra, tapi bungkam ketika pertanyaan itu ditujukan balik ke dirinya.

Di kantor Kendra tak fokus dengan kerjanya, design yang ada di layar monitor tak bergeser atau pun bertambah,hanya ia zoom in zoom out, geser kanan geser kiri.

'Kendra nanti sore anterin Maya ke kantor ekspedisi ya ?' Emot malu-malu

Ponsel Kendra mengeluarkan notif pesan, dan itu dari Maya. Entah kenapa dia merasakan hal yang aneh sekarang, biasanya dia begitu bersemangat untuk membuka dan segera berbalas pesan.

Kini pesan itu dibiarkannya berstatus unread, tiba-tiba saja dia merasa apa yang ia lakukan untuk menarik perhatian Maya selama ini sia-sia. Jika ujungnya nanti dia harus menerima kenyataan Maya menolak karena statusnya yang masih punya cowok.

Tapi sayangnya pilihan Kendra hanya maju atau mundur, tak ada pilihan menghindar atau pun lari.

Dua pilihan yang sama-sama menyakitkan.

'Jam berapa?' Akhirnya Kendra membalas pesan Maya.

'Habis jam kantor,' jawab Maya

'Maya ngga lembur?' Ketik Kendra

'Nggak.'

'Ok!' Kendra menyertakan emot jempol.

Haruskah ia tanyakan langsung ke Maya, kebenaran kabar itu? Hanya itu jalannya, agar langkah selanjutnya bisa Kendra putuskan.

***

Waktu seolah berjalan sangat lambat. Tak banyak yang bisa Kendra kerjakan, pikirannya terlalu kacau untuk saat ini, mbak Dina sampai heran melihat Kendra yang gelisah di mejanya.

"Kenapa Ken? Ada masalah?" Tanya mbak Dina setelah lama memperhatikan kegelisahan Kendra.

"Entah lah mbak, Kendra bingung?" Kata Kendra, tak ada yang ingin ia tutup -tutupi, mbak Dina tak hanya partner kerjanya sekarang, dia juga sudah menggantikan sosok Ditha sebagai tempatnya bertukar pikiran ataupun ngobrol ringan tentang segala hal.

"Bingung kenapa? Cewek?" Mbak Dina memang seolah bisa menebak jalan pikiran Kendra.

Kendra mengangguk, kemudian berdiri menyeret kursi nya mendekati meja mbak Dina.

"Tumben ada cewek yang bisa bikin Kendra gelisah?" Goda mbak Dina.

Sebegitu dingin kah Kendra hingga ketika dia ada masalah dengan cewek, itu seperti hal yang tak biasa? Kendra memberikan setengah senyumnya.

"Masalahnya kalau bukan Kendra yang deketin duluan mungkin ngga akan jadi dilema gini."

"Dilema? Cewek yang Kendra deketin sudah punya cowok?" Mbak Dina mencoba menerka punca masalah Kendra

"Awalnya Kendra ngga tau, itu makanya Kendra berani deketin."

"Kendra tahu dia punya cowok dari mana?" Mbak Dina seolah ingin menggali informasi

"Dari temen kos Kendra, kebetulan kamar mereka bersebelahan, dan mereka juga teman se kantor."

"Kendra sudah konfirmasi langsung ke Gebetan Kendra?"

"Belum, itu sebabnya Kendra bingung, harus Kendra tanyakan langsung, atau pura-pura tak tahu?" Ide yang entah dari mana datangnya, tiba-tiba terlintas begitu saja di otak Kendra.

"Kendra tau alasan Kendra menolak Ditha? Agar tak ada yang merasa di curangi dan disakiti?"

Mbak Dina seolah mengingatkan Kendra untuk tetap pada jalur yang selama ini ia yakini.

"Tapi kasus dengan Ditha beda mbak, Kendra sudah tau sebelumnya kalau Ditha sudah punya cowok, yang ini Kendra tau setelah Kendra sudah mendalam, tinggal selangkah lagi Kendra mengungkapkan perasaan Kendra ke dia."

"Memang respon dia selama ini seperti apa ke Kendra?"

"Biasa, tak ada penolakan bahkan cenderung welcome."

"Kenapa tak ditanyakan langsung Ken, mbak takut Kendra menangkap sinyal yang salah?"

'Kendra yang ge er,' mbak Dina memperhalus kalimatnya, dia tak mau menjatuhkan reputasi yang mungkin saja sampai saat ini Kendra masih mempertahankannya, reputasi cowok dingin.

"Tapi Kendra takut?"

"Takut? Takut menerima kenyataan? Ini Kendra atau Kendri" ledek mbak Dina

Kendra tersenyum kecut.