Chereads / GAME is OVER / Chapter 28 - Jalani saja dulu

Chapter 28 - Jalani saja dulu

Kantor ekspedisi, sore itu terlihat sepi.

Kendra membiarkan Maya mengurus sendiri administrasi pengantaran paket, dia hanya berjalan berkeliling mengamati gambar-gambar yang tergantung di tembok.

Tak menyita waktu yang terlalu lama proses administratif selesai.

"Mau ke mana lagi?" Tanya Kendra, ketika mereka sudah berada di luar

"Aku belum mandi, masak iya mau ke mana -mana?" Jawab Maya.

Kendra mengernyit dahi, matanya menatap Maya lekat-lekat dari atas sampai bawah, membuat Maya salah tingkah.

"Kenapa?"

"Masih cantik, ngga ada masalah kayak nya."

Sudah bisa dipastikan pinggangnya jadi korban.

"Makan?" Tawar Kendra.

"Dimana?"

"Mau soto Lamongan?"

"Boleh,"

Tak terlalu jauh, karena tempatnya juga tepat di jalan belakang gedung kantor ekspedisi, lapaknya di emperan toko, yang kadang sepulang main biliar Kendra dan ketiga temannya menyempatkan makan malam di sana.

Sebuah gerobak soto dengan penerangan lampu petromak tergantung di dekat panci kuah, berdiri tak jauh dari emperan toko yang telah di sulap layaknya lesehan, beberapa meja pendek dengan lantai yang dialasi karpet, dan sepertinya belum banyak pembeli yang datang, terlihat dari beberapa meja nya yang masih kosong.

Kendra memilih meja dengan penerangan yang tak begitu terang agar tak terlalu menyilaukan mata.

"Kirim apa tadi?" Rasa penasaran yang se-dari tadi Kendra tahan akhirnya ia utaKendran.

"Sample barang yang harus di order oleh kantor Jakarta." Kata Maya

"Kok bukan kurir kantor yang mengirimkan?"

Lagian jabatan Maya di kantor juga lumayan tinggi, kenapa harus dia sendiri yang mengantarkannya.

"Kebetulan kurir kantornya lagi libur, karena tugas ini di bawah divisi ku, ya sudah aku inisiatif sekalian cari angin," jawab Maya

Pesanan datang, soto pisah punya Kendra dan soto campur milik Maya, sesaat mereka mulai menikmati makanan di piring masing-masing.

"Ngomong - ngomong lama ya kita ngga jalan - jalan ke mana gitu?" Kata Maya sambil menggigit kerupuk udang di tangannya.

"Bukannya kemarin malam sudah jalan-jalan ke warung Jawa" jawab Kendra, nasi di piring nya tinggal beberapa kali suap saja, sedang soto di mangkuk terpisah tinggal menyisakan kuah dan sebuah kaki ayam.

"Itu bukan jalan-jalan Mas Kendra, itu makan malam" protes Maya. Ia menyudahi makannya karena perutnya terasa kenyang, sisa nasi di piring nya mungkin tinggal dua kali suapan.

"Kok nggak dihabisin, ayamnya mati loh" goda Kendra

" Ayamnya sudah dibuat soto" cibir Maya, Kendra tertawa, ia juga menyudahi makannya, kemuTika minum es teh nya.

"Ke Bedugul mau?" Tawar Kendra.

"Memang nya lihat apa di sana?" Tanya Maya

"Ya lihat akulah, yang ngajak kan aku masak lihat yang di Jakarta?"

Deg! Bias wajah Maya langsung berubah murung. Sesekali matanya menatap Kendra seolah mencari jawaban.

Sebetulnya tak ada unsur kesengajaan, tapi entah kenapa Kendra keceplosan dengan menyebut Jakarta. Pikiran bawah sadarnya yang sedari tadi pagi merekam informasi tentang Maya yang masih punya cowok di Jakarta seperti refleks mengungkap nya.

"Kendra sudah tahu ya?" Tiba-tiba saja Maya menatap Kendra serius, tatapan yang selama ini tak pernah Kendra lihat.

"Tahu soal apa?" Kendra pura-pura tak paham maksud perkataan Maya.

Maya diam, sifat pendiam nya kembali muncul.

" Bisa kita pergi sekarang?" Seperti sebuah isyarat, ini bukan tempat yang tepat.

"Pulang?" Tawar Kendra, Maya menggeleng. Kendra paham, tempat pribadi, jauh dari kebisingan dan perhatian banyak orang.

Setelah membayar masing-masing makanan mereka, Kendra mengarahkan motornya ke lapangan Puputan, spot muda-mudi pacaran ketika malam tiba. Tapi yang jelas malam itu Kendra bukan sedang nge-date, sepertinya inilah saatnya Maya jujur mengungkap tentang statusnya.

Berjalan menyusuri trek jogging di sebelah selatan museum Bajra Sandhi, dengan penerangan lampu spot light warna kuning, sesekali berpapasan dengan muda-mudi yang juga sedang berpasangan, bedanya mereka sedang kasmaran, Kendra dan Maya dalam kekalutan.

"Kendra jujur, dari siapa Kendra tahu?" Berjalan pelan seolah ingin mengatakan bahwa ujung track sana nanti, pembicaraan selesai.

"Ini soal apa Nay?" Kendra berhati-hati, tak mau terjebak dalam permainan kata-kata Maya.

Maya melihat Kendra, tatapan nya seperti 'kamu sudah tahu dan tak usah berbohong'

"Kendra sudah tahu kan Maya punya cowok?" Akhirnya Maya mengucapkan sendiri lewat bibirnya, bukan kata si A atau si B, Kendra pura-pura kaget, membalas tatapan Maya dengan dahi mengerut, Maya hanya tersenyum.

"Tak usah berpura-pura kaget, sudah lama sebetulnya aku ingin jujur, tapi kesempatannya belum ada?"

"Kesempatan yang belum ada? Atau Maya sengaja mengulur nya?" Kalimat itu meluncur keluar begitu saja.

Kesempatan banyak? Sewaktu di Kintamani, tapi Maya memilih bungkam. Banyak kesempatan yang bisa saja waktu itu dia ungkapkan, bukannya membiarkannya berlarut. Dan hubungan ini semakin jauh berlanjut tanpa ada pihak yang ingin mencegah atau pun menghentikannya.

"Mengulur nya? Untuk apa? Bukan aku yang terus menerus mendekat"

Kendra terdiam, memang dirinya lah yang terkesan terlalu agresif, mengajak nya jalan-jalan, makan malam, air panas, bahkan antar jemput kerja, bukankah ada banyak penolakan yang di isyarat kan Maya kepadanya? Meski ada unsur pembiaran juga, karena penolakan itu penuh keraguan.

"Apakah ini artinya ujung jalan itu akhir langkah ini?" Tanya Kendra, pahit tapi mesti ia telan, reputasinya selama ini sebagai bukan pe-rebut pacar orang harus ia pertahankan.

Maya berhenti, pikirannya bimbang.

"Kami baru mengikat janji 4-5 bulan sebelum aku di pindah tugaskan ke sini, tak ada masalah selama aku di Jakarta, tapi dia mulai menjaga jarak saat aku mengutaKendran ke pindahan ku ke sini, aku tak tahu apa penyebabnya, sampai beberapa bulan kemarin, dia ungkapkan alasannya kenapa mulai menjaga jarak. Dia tak mau menjalani hubungan jarak jauh, dan kini menyerahkan keputusannya ke aku." Maya mengakhiri ceritanya.

Apakah ini yang dimaksud Tika?

***

"Eh Dhit masuk,"ajak Tika, sambil bangkit dari rebahan nya.

"Di luar aja Yan," sahut Kendra, dia masih berdiri di ambang pintu.

"Kenapa, takut ketahuan Maya ya?" Tebak nya asal.

"Ngawur, lagian ngga ada hubungan apa-apa, apa yang ditakutkan," jelas Kendra.

"Ya sudah sini masuk," paksa Tika. Tanpa canggung Kendra masuk ke dalam kamar, dia duduk dilantai.

"Minum?" Tawar Tika, tumben pikir Kendra, Kendra menggeleng, tujuannya ke sana bukan untuk minum.

"Pasti soal yang tadi," tebak Tika wajahnya ekspresif.

"Apa yang ditanyakan Maya tentang aku?" To the poin

"Seputar sifat Kendra bagaimana? Kelakuannya bagaimana?, Dan dia nanya status Kendra."

Sejauh ini tak ada yang salah dari pertanyaan yang di tanyakan, pertanyaan standar seseorang yang ingin mengetahui kepribaTika seseorang lainnya,

"Selain aku ada ngga cowok lain di kos sini yang di tanyakan Maya?" Tanya Kendra

Dahi Tika mengerut.

"Seingat ku sih ngga ada, lagian yang jomblo di kos sini kan cuma kamu sama Ijal doang?" Jawab Tika

"Dia ada nanya tentang Ijal juga?"

Tika menggeleng.

Nah kenapa harus Kendra? Memang pertanyaannya sangat wajar, tapi kenapa hanya ke Kendra ?

Apa surat yang dikirim Bagas juga menjadi penyebabnya?

"Tapi bener dia masih punya cowok Yan?" Hanya memastikan

Tika mengangguk.

"Tapi kabarnya sih hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja?" Sambung Tika

"Dari mana kamu tahu? Dia ceritakan itu juga?"Desak Kendra, ini juga termasuk poin penting, agar langkahnya selama ini masih bisa dibenarkan.

Tika menggeleng, ada senyum tersungging di sana

"Desas desus nya begitu, entah siapa yang menyebarkan pertama kali."

Kendra termenung, ini bukan soal siapa yang menyebarkan, kebenaran rumor itu yang harus di cari tahu.

"Ya udah Yan tengkyu, mau ke atas dulu, mau mandi." Kendra menyudahi investigasinya.

"Ok, hati-hati" bukan sebuah pesan, tapi lebih ke sebuah peringatan, soal Maya kah?

Kendra hanya mengisyaratkan jempol, tanpa memaknai kata-kata Tika terlalu jauh.

***

"Dan apakah ini artinya ujung jalan sana akhir langkah ini?" Kendra mengulangi pertanyaannya.

Kembali Maya menatap Kendra kali ini lebih dalam, seperti mencari sesuatu yang bisa ia pakai sebagai bahan pertimbangan.

"Dijalani saja dulu."