Chereads / GAME is OVER / Chapter 30 - One step closer

Chapter 30 - One step closer

"Maya sudah makan belum? Kita cari makan yuk?" Kendra mencoba mengirim pesan ke Maya

Baru jam 18:55

Kendra juga baru selesai mandi, baru mau merapikan diri.

"Belum, mau makan? Di mana?" Balas Maya

"Yang romantis," jawab Kendra dengan emot senyum

Kendra tersenyum sendiri, entah kenapa akhir-akhir ini dia lebih berani menggoda Maya dengan pancingan - pancingan.

"Di bawah pohon beringin mau?" Emot lidah menjulur.

"Mau di cubit lagi perutnya?" Pasang emot marah, Kendra seolah menyindir kebiasaan Maya yang setiap apa yang Kendra lakukan dan tak berkenan di hatinya, cubitan perut lah sebagai hukumannya.

Dan cubitan itu sekarang bukan hal yang menakutkan lagi baginya, malah seperti menjadi ikon mesra yang di berikan Maya untuknya.

"Aku tunggu di bawah, " dengan pasang emot LOL.

"Oke."

Sebetulnya tinggal pakai t-shirt, menyisir rambut lalu cabut pergi, tapi tidak untuk kali ini, meneliti setiap lekukan pori di wajah mencari parasit bernama jerawat, meraba bawah hidung bahkan dagu, khawatir kumis dan janggut nya sudah tumbuh dan perlu di potong.

Menimbang pilihan antara cologne atau parfum, seolah jadi kegiatan resmi ketika acara keluar rumah yang melibatkan Maya di dalamnya. Waktu yang ia habiskan biasanya hanya lima menit dari proses mandi hingga rapi siap berangkat, kini bisa sampai limabelas menit.

Setelah menutup pintu kamar, Kendra bergegas turun.

Belok ke kiri menyusuri teras kamar Shinta yang pintu kamarnya tertutup rapat, kemudian melintasi depan kamar Tika dengan pintu setengah terbuka, ingin melongok ke dalam, tapi urung dilakukan Kendra, karena takutnya Tika sedang melakukan hal privasi.

Pintu kamar Maya sedikit terbuka, diketuk nya dengan pelan. Pintu terbuka, wajah dengan kulit putih bentuk oval dengan rambut potongan di atas bahu muncul dari baliknya, sekali lagi tak ada make up yang mencolok di sana, bedak tipis tanpa maskara atau pun pemerah pipi, hanya lipstik dengan warna merah muda yang tak begitu merona, wajah itu yang selalu membuat Kendra ter gila - gila, menghancurkan reputasi cowok dingin nya, menginsafkan kejahilan nya.

Mata Kendra tak berkedip.

"Gombal lagi aku cubit." Ancam Maya, mengantisipasi Kendra mengeluarkan kata-kata maut nya. Terlihat mata Maya melotot, tapi Kendra tahu dia hanya bercanda.

Kendra hanya tersenyum, usahanya gagal kali ini.

"Sudah siap?" Tanya Kendra.

"Sudah, yuk?" Ajak Maya bersiap mengunci pintu kamarnya.

Gelap belum lagi sepenuhnya mengganti langit sore, karena di ujung barat sana bias cahaya matahari masih berusaha memberikan cahaya terakhirnya, ketika sebuah motor matic melintas di jalan Legian, dengan kehidupan malamnya yang sore itu mulai menggeliat bangun, orang-orang dengan beragam warna kulit, berbagai warna rambut bahkan beragam bentuk mata berseliweran di sepanjang trotoar, bercampur dengan orang-orang lokal yang tengah mengais peruntungan nya di sana

"Kita makan di Nikmat aja ya?" Ajak Kendra

"Oke, aku juga pengen sop buntut." Kata Maya tersenyum.

Terpaksa Kendra mencari jalan tikus agar bisa sampai ke tujuan tanpa harus memutar jika lewat jalan normal.

Melewati gang-gang sempit, kemudia menyeberang jalan besar lagi untuk memasuki gang sempit lainnya dan akhirnya sampai di jalan Bakung Sari.

Menyelusuri jalannya mengingatkan Kendra akan sosok Fany, cewek hitam manis dengan rambut yang selalu ia ikat kuncir kuda, anaknya periang dan energik, makanya kesan yang tertangkap pertama saat ketemu, dia tomboy. Padahal tidak Fany girly habis. Setiap kali Kendra bertemu dengannya, ia selalu mengenakan rok yang rata-rata ukurannya selalu di atas lutut, dan dia selalu mengenakan sepatu sport. Seolah menggambarkan betapa energik nya dia.

Kos nya dulu dekat-dekat sini, dia pernah mengunjungi nya bersama Niko beberapa kali, harapannya ingin menjodoh kan Fany dengan Niko. Tapi Fany malah mengira Kendra lah yang tengah mendekatinya.

Apalagi ternyata Niko tak se-garang tingkah nya ketika bareng tongkrongan ya, di hadapan cewek tingkah nya seperti siput yang disentuh sungut nya. Praktis Kendra yang yang harus aktif ber komunikasi dengan Fany.

Kendra mengenal Fany ketika dia ingin membeli sandal pantai, dan oleh manajernya direkomendasi kan untuk menemui Fany yang kebetulan dia adalah manajer marketing di sebuah perusahaan surf industri juga, hanya perusahaan nya memegang lisensi khusus untuk foot wear.

Ke mana sekarang anak itu ? Kendra lost kontak dengannya. Nomor nya lupa ia save saat terakhir Kendra ganti nomor gara-gara teror Gisha.

Terakhir kontak, Fany mengirim pesan mengajak nya ketemu untuk makan siang, dan sialnya karena kesibukan nya di kantor Kendra tak sempat membalas pesannya, dan Fany rupanya ngambek. Semenjak itu Fany tak pernah menghubungi dia lagi.

Memang sebelumnya ada hubungan yang tak bisa di bilang khusus, semenjak pertemuan pertamanya Kendra kadang datang ke kantor Fany untuk sekedar mengajak nya makan siang, atau menjemputnya pulang dari kantor.

Selepas Ditha pergi Kendra seperti menemukan sosok pengganti, dalam arti teman cewek yang enak untuk di ajak ngobrol. Tak ada niat untuk mendekatinya, karena memang awal misinya adalah untuk menjodoh kan dia dengan Niko, sayangnya Niko mundur teratur karena merasa ngga se-frequensi dengan Fany yang Tikaggapnya berada di atas dirinya.

Jadi nya Kendra yang malah akrab dengannya, dan keakraban itu dipersepsi-kan lain oleh Fany, dia pikir Kendra tengah pendekatan dengannya, itu sebabnya dia marah ketika pesan ajakannya makan siang tak segera dijawab Kendra.

***

"Ke mana lagi kita?" Tanya Kendra meniru kan karakter kartun anak kecil yang selalu ditemani monyet nya. Jam menunjuk

20:15

Berdua beriringan keluar dari dalam warung.

"Terserah pak supir, saya manut" kata Maya, ini artinya dia belum mau diajak pulang.

"Aku sih maunya ke pelaminan?" Goda Kendra, Maya melirik Kendra senyumnya setengah.

"Sudah berani memang nya?, Sudah ada calonnya?" Tanya Maya antara tantangan atau satir. Giliran Kendra yang tersenyum kecut.

"Kalau ditanya berani? Apa sih yang harus ditakutkan? kalau ditanya siapa calonnya...?" Kata-kata Kendra menggantung, matanya melirik cewek berwajah oval di sampingnya.

Kembali Maya tersenyum.

"Belum ada calon kok sudah mau ke pelaminan," ujar Maya sambil berjalan mendahului menuju ke motor yang ter parkir.

Kendra termenung, apakah harus ia ungkapkan sekarang kejelasan statusnya, agar calon yang dimaksud bukan lagi sebuah khayalan?

"Diam di situ nungguin calonnya lewat?" Kata Maya dari seberang jalan, Kendra ter gagap senyumnya ter kembang, makhluk satu di depan sana memang pintar menggoda dan memancing harapan-harapan Kendra, namun ketika harapan itu ia per tegas, makhluk itu akan dengan pintar nya mangkir, mengubah warna yang sudah pasti hitam kembali menjadi abu-abu.

Sepertinya keseriusan yang Kendra tunjukkan selama ini belum mampu menghapus predikat cowok jahil yang tersemat, yang itu membuat Maya belum bisa mempercayakan hatinya ke Kendra, mungkin.

Apakah ada hal lain yang menghalangi Kendra tak bisa maju lebih jauh?, Status Maya yang masih mempunyai cowok? Atau Maya memang sengaja ingin mempermainkan perasaan Kendra.

Harus segera dipertegas, harus!, Dan itu sekarang waktunya, tak bisa di tunda lagi, perasaan itu sudah begitu menggelitik Kendra, membuatnya begitu tersiksa, dan dia tak mau lagi memperpanjang penyiksaan ini andai kalimat jalani saja dulu harus menggiringnya ke sebuah persahabatan, Kendra akan rela menerimanya, setidaknya setelah itu dia akan menjalani kehidupan normal, tak akan lagi menggantungkan harapannya ke Maya.