"Kendra dingin? Ha ha ha ... kamu belum tahu saja, Kendra itu sama gilanya dengan Bagas, hanya saja kalau Kendra masih memiliki hati dan isi kepala, beda dengan Bagas yang semuanya ia tak punya." Tika kembali tergelak.
Kendra memang sama gilanya dengan Bagas, yang membedakan di antara keduanya adalah Kendra masih memiliki perasaan, itu kenapa Tika tak begitu khawatir kalau berdekatan dengan Kendra, tak khawatir dia menjadi korban kejahilan, beda dengan Bagas yang selalu usil, ada saja kelakuannya yang bisa membuat orang sekitarnya mengumpat menggerutu karena menjadi korban, Tika sendiri segan kalau untuk dekat dengan Bagas.
Dan lagi, tampang Kendra lebih cakep dari Bagas, yang tentu itu menjadi alasan utama, meski tak harus menjadi pacar, dekat dengan Kendra itu berasa berada dibawah pohon, adem.
"Masak sih?" Maya tak percaya. Alis nya sampai terangkat.
Baru dua hari tantangan Bagas dia jalani, tapi untuk sekedar cari kesempatan berbicara dengan Kendra saja sepertinya sangat susah.
Tentu saja Maya tak boleh bersikap agresif, seperti yang Bagas bilang, dia harus bersikap jinak - jinak merpati, dan lagi karakternya juga bukan cewek yang sok asyik juga. Maya harus berlaku sewajarnya dia, itu yang membuat Maya sedikit kesulitan untuk bisa berbicara dengan Kendra, Kendra tak pernah mau berlama-lama berdiri bersamanya, ketika tak sengaja mereka berpapasan.
Tak seperti cowok lainnya yang sering ia temui, yang terkadang say hai, atau basa basi menanyakan dari mana? Mau ke mana? Sedang ngapain? Ikut yuk, dan sebagainya, yang intinya mereka mencari - cari perhatian Maya, Namun Kendra tidak, Kendra terlalu pendiam untuk mengucap Hai, terlalu kaku untuk menanyakan dari mana; mau ke mana; sedang apa, dan terlalu lurus untuk untuk berbasa - basi mengajak nya pergi kemana.
Kendra paling hanya melempar senyum untuk kemudian buru-buru pergi. Bahkan dia selalu menghindari kontak mata dengan Maya, sempat terlintas pula dalam benak Maya bahwa Kendra mungkin cowok tak normal, memiliki orientasi sex yang menyimpang, agh pikirannya terlalu liar dan jauh menyimpang.
Sebetulnya Kendra ini orangnya ramah, buktinya dia masih mau membalas senyum Maya, tetapi sikapnya yang seolah segan untuk berada lebih lama jika berpapasan dengan Maya, membuat kesan Kendra seperti cowok dingin, dan itu yang membuat Maya makin penasaran.
"Tanya saja ke semua penghuni kos, yang pernah menjadi korban kejahilan mereka berdua?" Kata Tika.
"Emang sejahil apa sih mereka? ngga adakah yang protes atau marah gitu?"Tanya Maya, karena di sana dia memang penghuni baru, tak begitu tahu sepak terjang kedua makhluk alien itu.
"Pernah ngerasain biskuit krim rasa pasta gigi? Sandal ketuker? Gagang pintu bermentega? Ya kalau belum pernah, Maya bersyukur, mungkin Maya bukan target kejahilan mereka, atau mereka sudah jarang sekarang melakukan kejahilan." Ujar Tika.
"Apakah itu Kendra juga yang melakukannya?" Tanya Maya penasaran.
"Siapa lagi, dua orang itu sudah terkenal akan kejahilan dan keusilannya." Jawab Tika tersenyum miring.
Dahi Maya berkerut, seolah tak percaya dengan ucapan Tika, karena menurutnya informasi Tika berbanding terbalik dengan apa yang dia alami.
"Untungnya jiwa sosial mereka tinggi, kalau ada teman yang kesusahanngga usah diminta, mereka sudah pasti ada paling depan untuk membantu, itu yang membuat ketika kita menjadi korban merasa jengkel, tapi kemuTika menyadari, ya sudahlah, anggap saja itu hiburan."
Maya hanya senyum - senyum mendengar penuturan Tika, dia menyimak dengan serius dan kadang tertawa kecil ketika menyadari betapa konyolnya perbuatan mereka berdua.
"Sudah jangan terlalu di pikir dalam, nanti jatuh cinta beneran baru tahu rasa kamu, Kendra itu penuh pesona, hati - hati!" Tika setengah berbisik ketika mengucap kata 'hati - hati', seolah mengingatkan Maya agar jangan terlalu memikirkan Kendra, bahwa pesona Kendra bagi cewek yang baru mengenalnya memang sangat menjerat dan berbahaya.
Dulu saja ketika awal Kendra datang ke-kosan itu saja Tika juga sempat terpesona, namun seiring berjalannya waktu, melihat tingkah Kendra yang sopan dan seperti menjaga jarak agar lawan jenis yang dihadapinya tak terlalu berharap banyak, akhirnya Tika bisa memupus dan membuatnya terbiasa,lagian Tika juga sudah punya cowok, beruntungnya Kendra juga bukanlah tipe penggoda. Andai saja Kendra seorang playboy, Tika pasti sudah terjerat olehnya.
"Sempat terpikir ngga? Kendra itu cowok ngga normal?" Maya masih belum puas dengan hasil investigasi nya, dan mencoba mengorek informasi lebih dalam dari Tika.
Tika mengernyitkan dahinya, sungguh dia tak menyangka, jika Maya sampai jauh berpikiran yang aneh tentang Kendra.
"Astaga May? Dapat ide dari mana pemikiran seperti itu?" Tanya Tika heran. dia sampai menggelengkan kepala.
Maya tertawa melihat ekspresi keterkejutan Tika yang baginya sangat lucu.
"Ya siapa coba yang ngga berpikir seperti itu, lihat aku? Apakah aku jelek menurut kamu?" Maya menghadap badan ke arah Tika.
Tika diam mengamati.
"Hanya orang buta yang menganggap kamu jelek May, maksud kamu apa?"
"Tentu aneh kalau Kendra tak tertarik ke aku kan?" Ucap Maya percaya diri.
"Ya kalau kamu bukan tipe nya gimana hayo?" Tika tersenyum miring.
"Ah ngga mungkin, karena Bagas bilang, Kendra sempet menunjukkan ketertarikannya ke aku pas aku baru tiba di kos dulu." Maya tanpa sadar sedikit mengungkap apa yang pernah Bagas katakan padanya dua hari lalu.
"Bagas? itu kata Bagas? Dan kamu percaya?" Tika seolah meragukan Ucapan Bagas.
"Yah kalau ngga percaya ucapan dia, berarti benar dong Kendra cowok ngga normal?" Kata Maya.
"Tunggu, bisa jelasin ini semua tentang apa? Kok sepertinya kamu ngebet banget ingin tahu soal Kendra?" Tika mulai merasa curiga dengan ucapan Maya.
Maya tentu saja menjadi salah tingkah, strateginya untuk menggali informasi lebih banyak tentang Kendra, malah membuatnya seperti penasaran dengan Kendra, dan itu membuat Tika menjadi curiga. Maya mencoba menutupi kegugupan nya dengan tersenyum.
"Aneh aja kalau menurutku, dimana hampir semua cowok di kosan berusaha menarik perhatianku, tapi Kendra malah bertingkah sebaliknya, padahal kalau ucapan Bagas benar, seharusnya dia melakukan hal yang sama."
"Bagaimana kalau ternyata dia bertingkah seperti itu, agar kamu penasaran? Terus bukan dia yang ngejar - ngejar kamu, tapi kamu nya yang ngejar - ngejar dia karena penasaran?" Tika meledek Maya dengan membalik ucapan Maya.
Maya diam berpikir, seperti membenarkan ucapan Tika, bagaimana kalau seandainya yang terjadi seperti itu? Sesaat kemudian Maya tersenyum.
"Kan aku sudah bilang, aku sudah punya cowok, jadi ngga mungkinlah kalau aku yang ngejar - ngejar dia?" Jawab Maya kalem.
"Rasa penasaran mu saat ini mengkhawatirkanku May, ingat! Sudahi memikirkan Kendra, ketika kamu terjerat pesonanya, kamu tak akan bisa lepas dari dia?" Kali ini Tika menatap lurus mata Maya, kembali mengingatkan Maya agar tak terlalu dalam memikirkan Kendra.
"Sebegitu hebatkah dia?" Maya bergumam sendiri.
"Hati - hati" Kembali Tika mengingatkan Maya.
Maya tersenyum, dia semakin tertantang untuk menundukkan Kendra, yang baginya memang mempesona, tapi untuk saat ini, Maya belum merasakan apa-apa di hatinya, hanya sebatas penasaran, dan sedikit kagum.
Kagum karena Kendra bukan cowok clamitan, seperti cowok - cowok dikantornya, dia tak bersikap sok kenal sok dekat, tak berusaha menarik perhatiannya, yang juga sudah rahasia umum, hampir seluruh penghuni cowok di kosan itu kecuali Kendra dan Bagas berusaha menggoda dan mencari perhatiannya. Dan jauh dari kata jahil seperti yang Tika katakan.
Tapi tentu saja ucapan Tika soal dia agar tak terlalu memikirkan Kendra, di abaikannya. Dia dalam sebuah tantangan sekarang, tentu dia akan terus memikirkan Kendra, mencari cara bagaimana agar dia minimal bisa ngobrol dengannya, agar dia bisa menjerat Kendra; membuatnya baper; mengungkapkan perasaan hatinya; kemudian tantangan itu berakhir dengan cepat, hingga empat bulan jatah bayar kosnya bisa dia pakai untuk yang lain.