Kendra menyisir rambut panjangnya kebelakang dengan jemarinya beberapa kali, suara gemericik air dari pancuran shower di kamar mandi seperti nada penyembuh bagi luka di hatinya, matanya terpejam tapi pikirannya mengembara jauh seperti mengulang kembali semua kenangan yang dia alami, air matanya terus saja merembes dari sela bulu matanya yang mangatup, bercampur dengan guyuran air yang terus membasahi kepala hingga tubuh bawahnya, melihatnya menangis, tentunya kenangan buruk yang sedang dia ingat, meski sesekali bibirnya terbias senyum, menangis sambil tersenyum, sungguh perpaduan emosi yang sangat kontras.
Kendra menjadi cowok cengeng sekarang, lelaki dengan sebutan cowok dingin,penghancur hati wanita itu, menangis. Kisah cintanya yang dia bangun dan setengah mati dia pertahankan harus kandas, bukan oleh orang ketiga, tapi oleh … Kendra menghela napas dengan berat, teringat olehnya tangis luka Ditha, ketika dia menolaknya untuk yang kedua kali, Jahat? Tentu tidak karena dia yakin kisahnya dengan Maya lah yang akan menjadi masa depannya, karena itu dia harus memilih salah satu diantaranya.
Tak ada yang harus di sesali kini, karena semua sudah terjadi, kalau di runut siapa yang salah, akan banyak kambing hitam yang harus bertanggung jawab. Tapi kembalikan saja semua ke takdir, maka hati akan menjadi lapang menerimanya. Bukan jodoh mu … bukan jodoh mu Ndra, tapi semua perkataan itu tak jua melapangkan dada Kendra.
Tetap saja sesak di dadanya tak mampu dia usir dengan hanya kata – kata penghibur, sudah dua hari dia datang dari Jakarta, pulang ke kampung halamannya, setelah hampir dua minggu lamanya Kendra berada disana, di iringi lagu berhenti berharap - nya So7 Kendra harus mengibarkan bendera putih, meski jauh di relung hatinya, waktu akan mengembalikan lagi Maya padanya.
Mengunjungi tambatan hatinya, berusaha mencari kerja juga disana agar hubungan jarak jauh yang hampir setahun belakangan dia jalin, bisa dihindari, capek! Oleh rindu, capek oleh cemburu, capek oleh ketidak pastian yang kadang hinggap, benarkah dia disana memegang komitmennya, apakah dia setia, benarkah dia jodohku.
Kendra menghela napas panjang, pertengkaran kecilnya dengan Maya ternyata menjadi besar.
"Aku mau - kita - putus," suara itu terdengar lirih, tapi entah kenapa, ucapan itu membuat Kendra tersentak kaget, ucapan yang sedari awal terjadinya perselisihan ini, tak terlintas sedikitpun dibenak Kendra akan terucap oleh Maya.
Mereka pernah bertengkar hebat lewat telepon, bahkan sampai berhari – hari mereka tak saling menghubungi, tak saling berbalas pesan, tapi kata putus sedikit pun tak pernah terlintas di benak keduanya, mereka sudah jauh menjalin hubungan ini, kata putus sudah mereka ibaratkan seperti kata cerai, dan wajib di hindarkan, tapi entah kenapa kata itu terucap sekarang.
Ini hanya pertengkaran kecil, kesalah pahaman saja. Berawal dari Maya menerima telepon dari seorang cowok, yang menurut pengakuannya itu adalah teman kantornya, Kendra tentu tak begitu saja percaya, tapi rasa curiga Kendra ini di anggap Maya sebagai tindakan yang berlebihan yang dianggapnya sebagai intervensi privasinya, wajar sebetulnya Kendra menaruh curiga, karena beberapa hari sebelum terjadinya pertengkaran itu, mantan Maya pernah meminta nomor ponsel Maya ke Kendra.
Apalagi Maya menerima telepon dari cowok yang di akuinya sebagai teman kantor itu di jam 10 malam, dan sampai menghindari Kendra untuk mengangkatnya, tentu saja Kendra merasa curiga.
Oke ini tahun baru, semua sedang bergembira, saling mengucap selamat ke sesama teman, sahabat, lewat text, lewat telepon, tapi apa harus secara sembunyi sembunyi menerimanya? Teman seperti apa, yang ketika menerima panggilan darinya harus secara rahasia, sedangkan Kendra adalah kekasihnya, ralat tunangannya, meski belum di putuskan kapan mereka akan menikah, tapi cincin yang melingkar di jari keduanya adalah sebagai penanda bahwa mereka saling terikat, tak ada rahasia yang harus di sembunyikan dari keduanya.
"Bagaimana bisa kamu bilang putus, sementara kita terikat dengan ini?" sanggah Kendra sambil menunjukkan cicin yang melingkar di jari manisnya.
Tak di duga dan tak di sangka Maya melepaskan cincin itu, dan dengan mantap dia letakkan cincin itu di pangkuan Kendra, yang membuat Kendra heran, Maya terlihat menangis, jika ini keputusannya, untuk apa dia menangis? Harusnya dia yang tegar, karena dia yang memutuskan, apakah ada tekanan dari luar yang membuatnya begitu mantap melepaskan cincin pertunangan mereka.
"Aku sudah tak bisa mempertahankan hubungan ini lagi." Ucapan Maya sesenggukan, semakin membuat aneh kejadian yang bagi Kendra terjadi begitu cepat.
Maya sendiri yang memilihkan model cincing emas berwarna putih itu, dia juga yang berinisiatif memberi nama di tiap cincinnya, dimana Kendra memakai cincin bertuliskan nama Maya, dan Maya mengenakan cincin bertuliskan nama Kendra, agar ketika mereka jauh, cincin itu yang menjadi pengingat antara keduanya, bahwa ada komitmen yang harus mereka jaga.
Kendra hanya tersenyum, hanya gara – gara dia menegur Maya dan menanyakan siapa yang menelponnya, ini sudah malam, tapi jawaban Maya bahwa itu teman kantor tak begitu saja membuat puas hati Kendra dan ketika Maya menyebut kata cowok, emosinya pun ter pancing, hanya perselisihan kecil sebetulnya, tapi yang kemudian terjadi Kendra merebut ponsel Maya, meminta kata sandinya, yang berujung pada Kendra melempar ponsel Maya ke sofa, karena tak kunjung mendapat jawaban atas permintaannya, tak ada yang rusak tak ada yang tergores.
Kendra hanya ingin menegaskan bahwa posisinya disana masih kekasih Maya, tunangannya, calon suaminya, tapi ternyata kejadian itu membuat Maya marah, dia mulai mengungkit masa lalu, mengomel tak jelas, membuat Kendra seperti tak mengenal sosok kalem Maya yang selama ini dia kenal.
"Terus mau kamu apa?" Sebetulnya Kendra hanya ingin mengakhiri pertengkaran yang makin tak terkendali itu, dan harapannya Maya akan mengucap 'kamu harus minta maaf,' dan meski pun posisi Kendra benar, dia akan menurutinya, agar semuanya reda. Tapi tidak, ucapan aku mau kita putus yang ternyata terucap dari mulut Maya.
"Sia – sia perjuangan kita selama ini, menjalani hubungan jarak jauh saja kita bisa, tapi kenapa ketika kita telah di persatukan seperti ini, harus ini yang aku terima?" Kata Kendra, pikirannya sudah tak enak, karena dia berada di rumah kakak kedua Maya, menginap disana selama dia mengambil libur dari kantornya untuk menemui Maya, dari awal dia sebetulnya ingin menginap di penginapan atau kos harian dekat – dekat sana, tapi niatnya di tolak Maya dan kakak keduanya, dianggap pemborosan, padahal niat Kendra adalah agar tak merepotkan itu saja.
"Karena memang selama ini aku tak cinta," lagi – lagi Kendra di buat heran, lima tahun lamanya mereka menjalin hubungan, dan Maya mengatakan bahwa selama ini tak cinta? Harusnya di tahun ke empat dia mengatakan itu, atau di awal- awal perjumpaannya dulu, ketika Maya pertama kali menolaknya, Maya harusnya menjauhinya, bukannya terus mendekat dan memberi Kendra harapan kedua, bullshit kalau Maya sekarang mengaku tak ada cinta. Dia tak perlu merawatnya ketika sakit dulu, tak perlu bersusah payah menungguinya semalaman.
"Apa ini May? Apa yang terjadi dengan dirimu?" Kendra semain di buat bingung, putus? tak bisa mempertahankan hubungan ini? dan kata terakhir adalah pengakuan tak cinta? lelucon macam apa ini.
"Kita sudah pernah hampir melakukan hubungan intim, dan kamu mengatakan tak cinta? Lalu apa yang ada dalam pikiranmu ketika aku mencium mu, menelanjangimu, dan hampir memasukimu? Dasar apa yang kamu pakai sampai kamu tak menolak, jika memang menurutmu kamu tak cinta?" tumpah semua apa yang ada dalam otak Kendra, mereka sudah hampir lupa diri, bergumul dalam gairah tanpai sehelai kain, dan hampir saja melakukan hal yang terlarang oleh agama, dan sekonyong – konyong kini Maya bilang tak cinta?
Maya hanya terdiam, tangisnya semakin pecah, meski sekuat tenaga dia tahan agar suaranya tak sampai terdengar, bertengkar hebat di kamar yang di huni Kendra di lantai atas, dimana kakak Maya dan suaminya berada di kamar di lantai bawah.
Ganjil, Kendra merasakan ada keganjilan disana, emosinya yang tiba -tiba saja meledak, yang mungkin bagi Maya itu sedikit tak wajar, karena salama ini Kendra selalu percaya padanya, tak pernah memeriksa ponselnya, ganjil karena tiba – tiba saja Maya meminta putus, yang bagi Kendra, masalah ini bisa di selesaikan baik – baik. Suasana malam itu juga terasa tak mengenakkan, Kendra begitu membenci Maya malam itu, pun juga sebaliknya.