Sabtu sore
Kendra terlihat sudah rapi, rambut gondrongnya ia ikat model half hun, dimana sebagian rambut depannya ia biarkan tergerai.
"Eh Ken besok nonton yuk?" Ajak Ditha kemaren sore, sesaat sebelum jam kantor usai. Saat itu Ditha mengenakan sweater warna peach gombrong kebesaran, hingga kadang kedua tangannya hilang di telan oleh lobang lengan bawah bajunya, kerah lehernya yang lebar kadang juga terbuka kesamping, memperlihatkan kulit putihnya dan tentu saja tali BH warna kremnya.
Bawahannya lebih miris lagi, celana panjang dengan tiga robekan dimana benang rajutan vertikalnya terputus, menyisakan rajutan benang horisontalnya saja dari atas lutut hingga titik terakhirnya hampir di pangkal paha. Kulit putih mulus kadang tergambar disana.
Lelaki normal mana sih yang tak akan tergoda melihat cewek cantik dengan outfit yang mengundang birahi berdiri di hadapannya? Bohong kalau mereka bilang tak tertarik, mungkin ada yang konslet pada otaknya, dan sikap yang terkadang sedikit manja, kadang kala membuat Kendra ingin sekali menerkamnya dan menelan bulat – bulat bagian depan yang kadang terpantul kenyal saat Ditha bergerak lincah. Tapi tentu saja itu hanya ada dalam hayalan Kendra saja, karena untuk melakukan itu dia berpikir ribuan kali, kasusnya dengan Santi dulu tak ingin terulang lagi dengan Ditha.
"Sorry Tha ngga bisa." Tolak Kendra, tatapan matanya dia buang kesamping, karena sejak tadi seperti terhipnotis untuk terus menatap gundukan itu.
"Sekali - kali lah Ken?" Rengek Ditha memaksa.
"Ngebet amat sih, mang cowok lu kemana?" Tanya Kendra.
"Pulang kampung ke Australia," jawabnya pendek. Kampret pantesan.
Cowok Ditha adalah bule blasteran, ibunya asli orang Surabaya sedang ayahnya seorang shaper asal NSW Australia, mereka punya usaha pembuatan papan surfing di daerah Canggu sana. Joe nama cowo Ditha memang sering bolak balik Indo-Australia.
"Kampret! Lu mau ngajakin gua selingkuh ya?" Tuduh Kendra. Matanya membelalak lebar.
"Hidih najis, sekelas Taehyong aja gua ogah apalagi elu!" Ditha menjulurkan lidahnya.
"Taeyong? Siapa tuh?" Dahi Kendra mengkerut, karena nama itu memang asing baginya.
"Kang bakso!" Jawab Ditha asal. Tawa Kendra pecah, Ditha manyun, asli ini sebuah candaan atau memang si Taehyong ini beneran tukang bakso atau bisa jadi itu nama julukan dari tukang bakso langganan Ditha.
"Hidih ngambek. Beneran Tha kagak bisa, apa kata orang kalau ngelihat kita jalan berdua?" Kendra masih berusaha mengelak.
"Gua jemput pake mobil lah, ngapain juga jalan ... please?" Wajah Ditha memelas.
"Eh-busyet perumpamaan itu Tha," Kendra mengacak rambut Ditha gemas.
"Please sekali ini aja. "
"Nope." Kendra kekeh, banyak pertimbangan sebetulnya yang membuat dia menolak, pertama gossip bahwa dirinya selingkuhan Ditha tentu bukan lagi gossip tapi info nyata, jika orang – orang kantor ada yang mergoki mereka, kedua Kendra harus selalu jaga jarak dengan makhluk bernama wanita, apalagi Ditha telah ber cowok.
"Kutraktir es krim!" Tawar Ditha
Wait? Tawaran yang menggiurkan, persetan dengan semua pertimbangan tadi, es cream adalah makanan favorit Kendra.
"Gelato!" Pekik Kendra, pergumulan batinnya langsung buyar.
"Cone?" Tawar Ditha, pancingannya sukses termakan
"Medium take it or leave it," Kendra memberi isyarat 3 jari
"Deal!" Ditha mengulurkan tangan.
Tak menyambut jabat tangan Ditha, tangannya malah mencubit ujung hidung Ditha pelan.
"Sakit tau," Ditha berusaha melepas cubitan Kendra dan membalasnya dengan sebuah pukulan di bahu.
***
"Gua jemput besok jam 6 ya, awas kalo mangkir." Ancam Ditha sambil mengacungkan tinjunya. Kendra tersenyum kecut mendengar ancaman Ditha.
"Lu mau ngajakin gua nonton apa mau nyulik gua sih, pake ngancem segala." Protes Kendra.
"Bawel! Udah lu pokoknya siap rapi jam enam," tambah Ditha sambil berjalan menuju mobilnya di parkiran kantor.
Setelah membunyikan klakson mobilnya Ditha tancap gas mobil hitamnya keluar dari parkiran, meninggalkan Kendra sendirian disisi motornya, yang masih mengangkat tangannya.
"Kendra!" Terdengar sebuah panggilan dari gedung sebelah kantor Kendra, tepatnya dari arah gedung garment. Kendra yang sudah berada diatas jok motor, kembali mendongkrak stand motornya, Niko berjalan tergesa menghampirinya.
"Napa Bro?" Tanya Kendra saat Niko sudah ada di dekatnya.
"Nebeng!" Jawab Niko singkat, dengan napas masih tersengal.
"Emang lu ngga bawa motor?" Celingak - celinguk Kendra mencari motor Niko di parkiran yang tinggal beberapa buah saja, karena memang jam bubar kantor sudah sedari tadi. Dan Niko sepertinya sengaja menunggu Kendra.
"Di pake Beni buat jemput ceweknya ke terminal."
"Lho cewek Beni ke Bali?" Kendra menstarter mulai motornya, dan Niko segera melompat ke jok belakang.
"Iya, itu makanya besok sepertinya dia ngga bakalan bisa ikut nongkrong." Terang Niko.
"Besok kayaknya gua juga skip bro, Ditha ngajakin gua nonton." Motor mulai berjalan pelan meninggalkan parkiran. Meninggalkan gerbang, untuk kemudian membaur dengan kendaraan lain di jalan raya Legian arah ke Seminyak.
"Astaga hoki banget lu bro." Niko menepuk-nepuk pundak Kendra.
"Apaan sih, biasa aja kali?" Sahut Kendra kalem
Sebetulnya hal apa yang membuat dia sampai dibilang beruntung? Toh Ditha juga sudah memiliki pasangan, bule! Atau mungkin karena Ditha itu kalau di ibarat kan sebuah benda dia sangat exlcusive? Ngga semua orang bisa mendekatinya apalagi menggodanya. Ya meski terkadang ada juga yang nekat menggodanya, dan bisa di tebak mereka akan beringsut menjauh, akibat kena semprot olehnya.
Terus apa dengan berhasil mengajaknya jalan bisa disebut beruntung? Hmm I don't think so.
***
Mobil kecil model hatchback warna merah terparkir di bahu jalan diluar gerbang kos.
Kendra yang sedari tadi sudah siap rapi bergegas turun kebawah.
"Lu yang bawa," Ditha yang berdiri bersandar pada pintu mobil segera melempar kunci mobil, begitu Kendra muncul di hadapannya, reflek Kendra menangkapnya.
Ditha berjalan menyebrangi depan mobilnya untuk duduk di kabin penumpang disebelah kiri.
Ditha terlihat berdandan sedikit girly sore itu, tumben gumam Kendra. Dia memakai rok warna biru tua yang meski tak terlalu minim, tetap saja ukurannya diatas lutut sedikit, terlihat kontras dengan putih mulus lututnya yang terumbar terbuka. Atasan dia mengenakan halter neck warna putih tulang.
"Ngga dingin lu Tha?" Tanya Kendra menatap Dita yang berjalan kesamping dengan heran, karena outfit yang ia pakai serba terbuka semua.
"Nih?" Dia menunjuk blazer model peak lapel biru navy dihanger, yang ia gantungkan di besi headrest jok penumpang. Kendra melongok kedalam lalu mengangkat bahu.
Mobil pemberian Joe untuk hadiah ulang tahun Ditha mulai berjalan perlahan meninggalkan kosan Kendra, menuju arah Kuta. Beachwalk 21 adalah tujuan mereka.
***
22:05
Menyusuri pantai Kuta dimalam hari, diiringi suara debur ombak yang pecah, berjalan menyusuri bibir pantai yang landai, merasakan gelitik pasir di telapak kaki yang kadang sesekali jilatan basah air laut menyentuhnya, kemudian menghapus jejak yang tertinggal.
Sungguh memberikan sensasi yang syahdu, apalagi ditemani cewek cantik yang berjalan tak berjarak disampingnya. Andai saja mereka sepasang kekasih mungkin sensasi nya akan menjadi romantis.
"Akhir bulan ini gua resign Dhit!" suara Ditha hampir saja tak terdengar oleh gemuruhnya debur ombak.
Selepas nonton tadi Ditha tak langsung mengajak Kendra pulang, melainkan memaksanya menyebrangi Halfway dan menuju pantai.
"Kenapa?" Tanya Kendra, selama ini Ditha baik – baik saja di kantor, tak memiliki konflik dengan siapapun, keputusan yang di anggap mendadak ini tentu mengejutkan Kendra.
"Gue harus nyusul Joe ke Ausi, untuk jagain neneknya yang kini hidup sendiri." Jawab Ditha, tangannya ia sedekapkan di dada, kencangnya hembusan angin laut malam hari membuatnya mulai merasakan kedinginan.
Blazer yang telah ia kenakan juga tak mampu membuatnya menjadi hangat.
Dengan sigap Kendra merangkul pundak Ditha, kemudian mendekatkannya lebih erat dalam dekapannya, mencoba menghangatkannya.
Tak ada gestur penolakan dari Ditha, bahkan tangan kanannya kini ia rangkulkan kepinggang Kendra.
Sedikitpun tak ada rasa kikuk pada diri mereka, sepertinya ini hal yang biasa buat mereka.
"Ya syukurlah kalau begitu, semenit yang lalu gua pikir lu resign karena gua," ucap Kendra tawanya terdengar parau, entah kenapa tiba – tiba saja dia merasa kehilangan.
"Tapi kok gua ngerasa berat ya." Ucap Ditha.
"Kenapa? Lu berat ninggalin gua?" Seloroh Kendra dengan nada bercanda, jangan – jangan feelingnya nyambung dengan Ditha, ah ngga boleh! Aku ngga boleh membiarkannya tumbuh. Dada Kendra tiba - tiba saja terasa sesak, perasaaan apa ini? Gumamnya, dia dan Ditha hanya sahabat, tapi kenapa rasa kehilangan ini seperti menyakitkan baginya.
Mereka telah menjadi partner kerja selama hampir dua tahun lamanya. Kebiasaan bahkan karakter masing-masing sudah saling mereka ketahui. Suka duka telah mereka lewati bersama, pertengkaran kecil, adu argumentasi juga kerab mewarnai perjalanan mereka, meski itu sebatas diruang kerja saja yang sedikit pun tak pernah sampai merembet ke masalah pribadi.
"Itu salah satunya." Deg!
"Tapi itu kan keputusan elu Tha?"
"Benar, tapi aku ragu...,"
Kendra menghentikan langkahnya.
"Hey! Itu kan pilihan lu Tha, dan Joe masa depan lu, apa yang bikin lu ragu?" Ditha menatap mata Kendra dalam - dalam.
"Elu..."
Singkat tapi mampu membuat Kendra tersengat, dadanya terus berdegup dengan kencang.
Ah Ditha pasti bercanda gumamnya, karena selama ini Kendra tak pernah mencoba bermain hati dengan Ditha, tak pernah! trauma itu masih membayanginya.
Dan perasaan aneh itu baru muncul sekarang, ketika Ditha berniat pergi.