Chereads / GAME is OVER / Chapter 6 - Persahabatan bagai kepompong

Chapter 6 - Persahabatan bagai kepompong

Selepas kuliah, Kendra kembali ke kampung halamannya, Glenmore, begitu nama tempat kelahirannya itu di sebut, sejarah mencatat, di masa Kolonial Belanda inilah sejarah Glenmore dimulai. Semua bermula pada tahun 1906 saat pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan mengundang sejumlah investor Eropa untuk membuka perkebunan di wilayah Banyuwangi. Pengusaha Eropa pun datang ke Banyuwangi.

Salah satunya adalah Ros Taylor dari Skotlandia. Dia membeli lahan di sebelah selatan lereng Gung Raung seluas 163.800 hektare dari pemerintah Belanda. Ros Taylor pun memulai kegiatan usaha perkebunannya.

Untuk menunjang kegiatan bisnisnya pemerintah Hindia Belanda kemudian membangun infrastruktur penunjang, seperti stasiun kereta api, kantor pos, rumah sakit, bahkan hotel, karena memang pemandangan di sekitar sana sangat bagus, dan peninggalan – peninggalan itu masih ada sampai sekarang, Ros pun kemudian menamai perkebunannya dengan nama Glenmore, sesuai nama dari mana dia berasal.

Daerah dengan gugusan bukit dibagian selatan, dan gunung tertinggi ke 3 di Jawa Timur di arah utara, gunung Raung, dengan hamparan perkebunan pinus pada kaki gunungnya kemudian perkebunan coklat, dan perkebunan karet, sementara di daerah selatan, yang dulunya didominasi dengan tumbuhan coklat dan karet, kini telah beralih menjadi perkebunan tebu, karena pabrik gula beberapa waktu yang lalu telah berdiri juga disana.

Karena berada persis dibawah kaki gunung, hawa sejuk selalu menyelimuti kota Glenmore, bahkan pada bulan - bulan tertentu, hawa sejuk tadi bisa berubah menjadi dingin. Jaman Kendra masih kecil dulu kabut pagi masih sering menyelimuti kota Glenmore. Lucu rasanya ketika di pagi hari ada asap yang keluar dari dalam mulut ketika kita berucap hah! Layak orang dewasa yang sedang merokok.

Namun seiring perubahan jaman dan berkembang biaknya penduduk, lahan yang dulunya masih rapat dan penuh dengan pepohonan akhirnya di tebang, di ratakan, untuk kemudian di bangun pemukiman. Kabut khas pagi hari itu pun perlahan menghilang, cuitan anak burung, kicauan senandung pagi para induk burung yang keluar dari sarang, berubah menjadi deru suara motor, lengkingan klakson mobil. Kabut berubah menjadi asap, dan cuitan berubah menjadi bel klakson. Ironis memang, suasana sendu khas pedesaan berubah menjadi hingar pikuk perkotaan.

Tak banyak yang di lakukan Kendra selama di rumah, hal ini yang membuat dirinya bosan, rutinitas kampus yang kadang menyita waktunya, tiba – tiba saja hilang. Teman sebayanya pun kebanyakan sudah bekerja dan merantau ke luar daerah. Sebulan di rumah, Kendra pamit ke sang ibu untuk jalan – jalan ke Bali, niatnya hanya ingin jalan – jalan, mengusir bosan, untuk kemudian dia akan ke Surabaya atau Jakarta, untuk memulai perjalanan hidupnya sebagai pekerja, itu pun jika dia segera mendapatkan pekerjaan.

Dan walah, niatnya jalan – jalan malah mengantarkannya bekerja disini.

Saat sedang duduk di pantai Kuta seorang diri sambil menunggu kedatangan sunset, tanpa sengaja dia bertemu dengan teman se kampungnya yang telah terlebih dahulu merantau ke Bali sejak dia lulus SMP.

Waktu itu dia baru keluar dari pantai mengapit papan surfing.

Mengenali Kendra dan akhirnya mereka terlibat obrolan.

Dia terbilang sukses, ternyata setelah bertahun- tahun merantau dan bertahan hidup di Bali, dia akhirnya bisa mempunyai usaha rental papan surfing, pool chair dan payung pantai sendiri disini. Tempat kontrakannya juga disekitaran pantai Kuta.

Dan kebetulan sekali dia mempunyai beberapa kenalan yang bekerja di perusahaan surf clothing, di sekitar Kuta. Dia bisa membantu Kendra, mencarikan kerja di sana jika Kendra mau.

Meski awalnya coba – coba, akhirnya petualangan Kendra menjadi seorang designer grafis pun dimulai.

Hampir 3 bulan Kendra menumpang di tempat Beni, nama teman sekampungnya. Karena keberadaaannya disana memang tanpa persiapan, khususnya materi, niatnya hanya jalan – jalan saja, sehari dua hari, kemudian pulang.

Untungnya perusahaan tempat dia melamar kerja, melonggarkan persyaratan formal, yang bisa di berikan di kemudian hari, karena sudah melihat kecakapan Kendra diawal tes kerja, mereka sudah puas.

Ketika Kendra mengungkap ingin mencari tempat tinggal sendiri, Beni sempat mencegahnya.

Tapi setelah dengan alasan agar dia bisa mandiri, Beni pun akhirnya mengalah dan menyetujuinya.

Karena menurut Adhit, pikiran seseorang tak akan bisa terbuka seandainya dia tak segera hidup mandiri.

Singa dalam sangkar tentu berbeda dengan Singa yang berada di alam liar.

***

21:55

Mungkin kau tak kan pernah tau

Betapa mudahnya kau untuk di kagumi

Mungkin kau tak pernah sadar

Betapa mudahnya kau untuk dicintai

Di kursi teras depan kamarnya dengan iringan gitar, Kendra bergumam lirih melantunkan lagu Pemuja rahasia. Malam ini dia begitu malas untuk keluar, padahal tadi teman – temannya memaksanya untuk ikutan nongkrong di warung nasi gandul di sekitaran jalan Teuku Umar sana, tapi dia menolaknya.

Kendra lebih memilih duduk sendiri diteras depan kamarnya sambil melantunkan lagu – lagu kesukaannya, Bagas juga sedari sore tak terlihat batang hidungnya.

"Ada pemuja rahasia nih?" panjang umur, yang di pikirkan ternyata langsung muncul dari arah tangga sambil meledeknya. Kendra menghentikan permainannya.

"Terus kalo gua nyanyi balon ku, lu anggep gua tukang balon?" Sungut Kendra kesal.

" Wakakakak sewot amat, lagi dapet lu?" Bagas pecah tawanya, berjalan menghampiri Kendra kemudian menyodorkan tas plastik berisi kotak berwarna putih.

"Apa nih?" Tanya Kendra heran.

"Nih gua bawain martabak, biar PMS lu reda! " ledek Bagas. Senyumnya terlihat miring.

"Kampret! Tumben - tumbenan lu bawain gua oleh - oleh?" Jawab Kendra heran.

"Bilang makasih kek, sopan banget kelakuan lu, di bawain oleh-oleh malah nyumpah!" protes Bagas.

"Iya - iya makasih," Kendra mengalah, sambil berusaha menggapai meraih tas plastik pemberian Bagas, tapi sekonyong-konyong Bagas malah menjauhkan nya.

"Eits tunggu dulu, ada syaratnya?" Senyum liciknya mulai membias di bibirnya.

"Bangke! Gua udah feeling ngga mungkin lu ngasih cuma - cuma, makanya gua bilang tumben - tumbenan," gerutu Kendra.

Kendra meletakkan gitar di pangkuannya ke bawah samping kursi.

"He he he he, sabar lah cuk, syaratnya gampang kok. Kalo Gita besok nanya, lu cuma ngomong kalo gua ngga ke mana - mana malam ini, gampang kan?" Bagas kembali menyodorkan tas plastik di tangannya.

"Yaah gua harus bohong dong!" Kembali Kendra mencoba meraih tas plastik dari tangan Bagas, dan lagi-lagi Bagas menjauhkan nya.

"Mau ngga? Cuma ngomong 'iya Bagas semalam sama aku' gitu doang?" Kata Bagas meyakinkan Kendra.

Lengah … secepat kilat Kendra merebut tas plastik dari tangan Bagas, sang empunya barang tentu saja kaget, mencoba merebut kembali, tapi gagal.

Kendra segera menyembunyikan bungkusan di belakang punggungnya, dan bisa di pastikan martabak itu menjadi gepeng, tapi bodo amat yang penting sudah aman.

"Iya ... iya, lagian sampe malem gini lu klayapan kemana, lu keluar sama Gita kan?" Alis Kendra berkerut, jangan -jangan ini ada hubungannya dengan sogokan martabak yang di berikan Bagas padanya.

Bagas kemudian duduk di kursi seberang meja, ujung telunjuk nya dia tempel kan ke bibirnya.

"Ini rahasia kita, Gua habis nonton sama gebetan baru?" Bisik Bagas sambil terkekeh, sebetulny ngga ngefek juga dia mau teriak – teriak, karen angga ada Gita disana, tinggalnya pun beda daerah.

"Bangke! playboy cap tikus lu, kesian Gita goblok!" Protes Kendra, matanya membelalak kesal. Nih anak satu ngga ada kapoknya, berbuat selingkuh.

"Iseng doang, baru kenal kemaren di IG, gua ajak jalan kok di respon, ya udah he he he," Bagas tersenyum bangga.

"Jangan maen api cuk ... beneran, gua sebagai temen cuma ngasih tau, yang susah lu sendiri ntar. " Kendra mencoba menasehati karibnya.

Kendra merasa kasihan, cewek sepolos Gita masih saja di bohongi oleh Bagas.

"Iseng doang, sekalian mau nunjukin…, " Kalimat Bagas sengaja dia penggal. Bagas berdiri dan berjalan ke arah kamarnya.

Suasana jika sudah mulai menghangat, Bagas sense nya akan aktif dan mengisyaratkan, sesuatu yang buruk akan terjadi. Itu artinya posisi haruslah sudah strategis, jadi ketika lawan tiba-tiba menyerang, dirinya sudah berada di dekat benteng pertahanan.

"Nunjukin apa? Nunjukin ke begoan elu!" sahut Kendra kesal, ingin rasanya Kendra mendorong makhluk yang lewat di hadapannya itu ke bawah, kalau tak takut dosa dan penjara.

"Mau nunjukin, gue masih laku ternyata di banding elu! Cakep doang, ... maennya sama gitar!" sambil tertawa Bagas menghambur masuk kedalam kamarnya, dia berani melakukan itu karena posisi nya memang sudah ada di depan pintu kamar yang telah dibukanya. Kendra yang mengejarnya hanya mendapati pintu kamar yang segera di tutup dengan kasar.

Kendra – Bagas sudah mahsyur di kalangan penghuni kos disana, sebagai duo pembuat onar, tapi bukan pembuat onar layaknya jagoan, preman atau tukang palak, mereka suka jahil dan di maklumi sebagai manusia berotak separo, hanya bedanya Kendra masih ada sisi humanisnya, sedangkan Bagas, zero!