Pertemuannya dengan Maya dulu tak terduga, tapi tak bisa di bilang tak terduga juga, karena perkenalannya dengan Maya akibat ulah iseng Bagas, sahabat karibnya sekaligus tetangga kosnya di Bali. Tapi andaikan Maya tak di pindah tugaskan ke Bali, mungkin selamanya Kendra tak akan pernah mengenal Maya, tak jatuh cinta kepadanya, tak merasakan patah hati, tak merasakan cinta mati, tak sampai juga sejauh ini.
Bertunangan!
Lima atau enam tahun sebelumnya.
Denpasa - Bali.
Kendra meninggalkan komputer yang masih menyala di atas meja. Kemudian melepas t-shirt yang dia kenakan dan melemparkannya begitu saja ke atas kasur, sementara tangannya yang sebelumnya menyambar secarik kertas di atas meja, tak berhenti mengibas mengipas, berusaha mengusir panas yang seolah tak terusik menyelubungi tubuhnya. Kipas kecil yang berdiri di dekat monitor komputer seperti tak banyak membantu.
Kulit putihnya sampai tertutup bulir-bulir keringat, sementara rambut gondrongnya ia ikat top knot agar gerah di sekitar leher bisa terusir.
Merasa semakin tak betah, Kendra berjalan keluar kamar.
Hembusan angin dari lantai dua teras kamarnya segera menyambut dan menyejukkan badannya, perlahan mengeringkan bulir keringat yang membasahi tubuhnya.
Kendra mendongak ke atas, dilihatnya langit siang itu memang sedikit mendung, ini mungkin yang menyebabkan cuaca jadi begitu gerah.
"Duh gerah nya …," Gumam Kendra, dia tak menyadari ada orang lain yang sedang memperhatikan keberadaannya disana, dan kini tengah tersenyum padanya.
"Napa Ken? meleleh lu? " Ledek Bagas yang sedang duduk di kursi di teras depan kamarnya, separuh badannya juga tak ter balut baju. Kendra terkejut, karena tak menyadari keberadaan Bagas di sana, Bagas dan Kendra adalah tetangga kos menempati kamar di lantai atas, bangunan berlantai dua yang berisi 12 kamar, enam di atas, dan enam dibawah, terbagi menjadi tiga di kanan tangga dan tiga kiri tangga.
"Ha ha ha, iya nih gerah banget, mau hujan kali ya?" Kendra mencoba menyembunyikan keterkejutannya, perhatiannya segera teralihkan ketika…
Sebuah mobil SUV putih masuk ke dalam halaman kosan, ketika Kendra berhenti berucap.
Mobil berhenti di sebelah tempat parkir.
Seorang cewek berkulit putih, keluar dari dalam pintu samping penumpang, tubuhnya terlihat ramping dan selaras dengan tinggi badannya, wajah oval, dagu lancip dengan rambut potong pendek sebahu.
Untuk sesaat Kendra menatapnya tanpa kedip, jantungnya berdesir sesaat, apa ini? Pikirnya, rasa itu tak pernah ia alami selama ini, dia sudah ratusan kali menghadapi mahkluk bernama wanita dengan kategori jelita ayu ataupun cantik, tapi tak pernah hatinya merasa tergelitin begini.
Pandangan sang cewek menyapu ke seluruh halaman, dan untuk sesaat matanya menangkap sosok Kendra yang berdiri di lantai atas yang tengah memperhatikan dirinya.
Dia mengumbar senyum, sambil menganggukkan kepala ke Kendra sebagai isyarat menyapa.
Seorang cewek berkulit putih pucat berwajah oriental juga muncul kemudian dari dalam mobil pintu kabin pengemudi.
"Kamarnya yang mana May? " Lamat - lamat terdengar suara cewek berwajah oriental sambil menutup pintu mobil, kemudian merapikan pakaiannya.
"Paling ujung," sahut cewek yang di panggil "May" pendek, tangannya menunjuk kamar yang letaknya paling ujung sebelah kanan tangga di lantai bawah.
*
"Ada cewek baru nih Gas!" Ujar Kendra setengah berbisik. Matanya awas menatap ke bawah, Bagas meloncat dari kursi nya kemudian melongok ke bawah.
"M-mana - mana? Ooh itu cik Linda manajer marketing di tempat aku kerja, dia dari Jakarta," jawab Bagas yang ternyata mengenali salah satunya, kata sematan 'cik' membuat Kendra bisa menebak kalau yang dimaksud itu adalah cewek berkulit pucat dengan wajah oriental.
"Bukan! Yang satunya?" Ralat Kendra.
"Oh itu Maya, anak baru, pindahan dari Jakarta. Kenapa? Lu naksir? " Tebak Bagas alis nya mengkerut. Yang di tanya malah cengengesan.
"He he he, nanya doang masak udah di kategori kan naksir? " jawab Kendra. "Kok mereka bisa tau ada kamar kosong disini?" Kendra menoleh ke arah Bagas dengan penuh selidik, pertanyaan basa - basi yang seharusnya dia sudah tahu jawabannya.
"Iya gua yang ngasih tau?" Jawab Bagas lagi, tanganya segera terangkat menyapa, ketika dari bawah cik Linda menatapnya kemudian tersenyum padanya..
"Cantik juga." Ucap Kendra spontan, terdengar menggumam tapi Bagas masih sempat menangkap suaranya.
Tak seperti ketika menghadapi kebanyakan wanita cantik yang selama ini ia temui, Kendra seperti langsung menaruh perhatian terhadap sosok yang baru pertama kali ini ia lihat di bawah sana. Apa itu bisa dikategorikan naksir?
"Tuh kan lu naksir, sini biar gue kenalin," tangan Kendra langsung ditarik oleh Bagas menuju tangga. Yang ditarik tentu saja berusaha berontak.
"Heh goblok! Kita ngga pake baju! " Kendra menarik tangannya. Bagas langsung menepuk jidatnya
"Aduh lupa!"
Dan kejadian hari itu pun terlupa.
Tak ada yang istimewa setelahnya, karena Kendra langsung di sibukkan dengan rutinitas kesehariannya, berkutat dengan design dan gambar di kantornya, berakhir pekan dengan bermain biliar atau bermain sepak bola di konsul nya semalaman bersama teman - temannya. Dan tidur seharian keesokan harinya, atau kalau memang sudah di rencanakan, terkadang pergi melihat kontes skateboard atau kontes surfing.
Kendra tak pernah terusik dengan status kesendiriannya, karena dia di kelilingi oleh teman - teman yang selalu ada untuk dirinya. Tak pernah kesepian atau merasa sendiri, jadwalnya selalu sibuk dari senin hingga ke senin lagi. Cewek? Tak terlintas sedikitpun dalam dirinya untuk mengenal atau dekat dengan cewek.
Trauma akan masa lalu mungkin juga menjadi salah satu penyebabnya, membuat dirinya lebih berhati – hati untuk mengenal dan dekat dengan cewek. Adalah Santi, oknum yang berperan besar pada perubahan sikap Kendra dalam kehidupan percintaannya.
Masa kuliah.
Mereka berlima Kendra, Yohat, Andre, April, dan Santi, adalah sahabat karib di kampus, seperti ingin mematahkan mitos, bahwa cewek dan cowok tak akan bisa berteman, tak ada hal aneh yang terjadi dari semester dua hingga semester 7, semua menjadi persahabatan canggung ketika Yohat diam – diam menaruh hati terhadap Santi, persahabatan yang berjalan cukup lama, perlahan mulai berjarak.
***
Siang terik matahari tepat di ubun - ubun, udara panas, berpadu dengan debu berhambur ketika angin meniupnya, membuat gambaran siang panas dan berdebu menjadi komplit, apa yang harus di tutupi, kepala yang berasap tersengat terik? Mata yang silau terpantul sinar matahari? Atau hidung dan mulut untuk menghalangi debu masuk kedalam paru – paru.
Dibawah pohon, dengan deretan pedagang kaki lima yang menjajakan berbagai macam jajanan, makanan dan minuman penyegar, didepan kampus mereka, adalah tempat yang ideal untuk berlindung untuk sementara waktu, sebelum akhirnya hari bergulir menjadi sore dan udara sedikit hangat.
Kendra duduk di bangku yang terbuat dari bilah - bilah bambu, tubuhnya ia sandarkan pada pokok pohon akasia yang tumbuh tak terlalu tinggi. Tanganya tak berhenti mengaduk legen dingin atau air dari sadapan pohon nira yang di campur dengan es batu.
Di panas terik begini, minuman dengan rasa khas dan manis itu seperti menjadi solusi tepat, untuk menghilangkan dahaga sekaligus pengusir gerah dalam tubuh.
Disampingnya, ada Yohat dan Andre terlihat juga sedang menikmati minuman yang sama, ketiganya duduk sambil mengamati lalu lalang kendaraan yang melintas di jalan raya di depan mereka.
"Biru Lima!" pekik Yohat tiba – tiba.
"Merah tujuh!" Andre juga terlihat tak kalah semangatnya, begitu melihat sebuah mobil sedan berwarna merah melintas di jalan raya di depan mereka.
Kendra hanya diam mengamati kedua sahabatnya yang sedang tak ada kerjaan, berkompetisi menghitung mobil dengan warna pilihan yang di sepakati sebelumnya dengan malas, Yohat dengan mobil bercat biru, dan Andre dengan warna merah.
Kendra malah melamun dan mengingat kembali ucapan Santi pagi tadi.
***
"Yohat nembak aku Ken?" ucapnya lirih, diantara ke lima nya, Santi memang lebih akrab dengan Kendra, selain dengan April tentunya, yang kemungkinan untuk urusan per- cewek – an, Santi lebih sering berbicara dengan April, tapi untuk urusan selain cewek, Santi lebih banyak membicarakannya pada Kendra.
Wajah Kendra yang awalnya biasa saja, berubah terkejut, dan ada ... entah apa - cemburu mungkin namanya, yang tiba – tiba saja meresahkan pikirannya.
"Terus kamu jawab apa?" tanya Kendra cemas, dia seperti belum siap mendengar jawaban 'aku menerimanya', bagaimana kelanjutan pertemanan ini jika Yohat dan Santi jadian? Tapi bukan, bukan karena itu juga Kendra cemas, cemburu! Ya, mungkin ini kata yang tepat.
Yup! sudah lama ternyata Kendra menaruh hati terhadap Santi, dan yang membuat semuanya jadi rumit, Yohat ternyata memiliki rasa yang sama. Hanya saja kalau Kendra bisa meredamnya, menguburnya dalam – dalam demi persahabatan mereka. Yohat ternyata lebih berani untuk mengungkapkannya!