Chereads / Cinta Kamu .... / Chapter 8 - Cinta Yang Rumit

Chapter 8 - Cinta Yang Rumit

Keesokan harinya cuaca terlihat begitu cerah, terpancar keindahan alam yang diciptakan oleh yang maha kuasa. Ayah Airis pulang, melihat putrinya itu tidur di sofa sang ayah pun langsung duduk mendekat, dibelainya rambut panjang anak gadisnya itu.

"Airis ... maafkan Ayah ya sayang?" ujar Ayah dengan memandangi wajah putrinya itu, dan tanpa disangka-sangka tiba-tiba saja Airis menjawab ucapan ayahnya itu.

"Iya Yah ... maafkan Airis juga." Menjawab tapi ternyata matanya masih terpejam.

"Lho, kamu sudah bangun to?" ucap sang ayah, dan tiba-tiba terdengar suara dengkuran halus dari Airis.

"Walah-walah ... ngigo to rupanya? Ayah tidak akan menyia-nyiakan kamu lagi nak." Kemudian ayahnya beranjak dengan tetap membiarkan Airis tertidur.

Tidak lama setelah itu Airis pun terbangun, dan diapun juga langsung kaget.

"Waduh tidurku kebablasan," ucapnya sambil melihat jam di dinding.

"Buset, udah jam setengah delapan." Lalu tanpa mandi tanpa cuci muka Airis pun bermaksud untuk berangkat kuliah, ayahnya yang melihat langsung menegurnya.

"Heh Airis, kamu gak mandi?" Airis pun terkejut dan kemudian langsung menengok.

"Hehehe ... nanti aja Yah mandi di kampus."

"Hus jangan! Ayo mandi dulu sana!"

"Dingin Yah ... tapi ya udah deh." Dan akhirnya Airis pun langsung menuju kamar mandi, dan lima belas menit kemudian Airis pun sudah selesai dan telah rapi, lalu dengan berlari diapun langsung berangkat ke kampusnya yang kira-kira hanya berjarak kurang satu kilometer dari rumahnya. Lalu setibanya di kampus tiba-tiba perut Airis bunyi, ia nampak menarik nafas dalam-dalam dan kemudian menghembuskannya pelan-pelan, lalu ia pun segera masuk ke kelasnya.

"Maaf Pak Dosen telat." Pak Dosen nampak tersenyum dan kemudian Airis pun langsung duduk di tempatnya.

"Perhatikan semua, dua minggu lagi kita akan mengadakan lomba kesenian dengan kampus Bakti Jaya." Mendengar itu Winda pun langsung terkejut.

"Dua minggu lagi Pak?" Pak Dosen mengangguk.

"Dan disini yang dibutuhkan adalah drama, menyanyi dan alat musik, kalian siap?"

"Siap .. siap .. kurang yakin .." terdengar jawaban yang kurang kompak, lalu Anjar bertanya.

"Tapi kan Pak, kita kan cuma berenam." Pak Dosen tersenyum.

"Aku yakin kalian bisa kok, yang optimis dong," ucap Pak Dosen memberi motivasi.

"Ayo sekarang kita ke Aula." Mereka pun berdiri dan berjalan menuju ke tempat yang di maksud, sementara itu Rendy terlihat masih tenang, sesaat Airis menoleh melihat dan kemudian kembali berjalan. Lalu setelah tiba Pak Dosen langsung bertanya.

"Apa kamu sudah punya cerita yang kamu buat Anjar?"

"Ada Pak, kisah cinta segitiga," jawab Anjar, lalu Pak Dosen kembali bertanya.

"Kalau kamu Egi, apakah kamu sudah punya lagu yang kamu ciptakan?"

"Ada Pak, dan kebetulan juga tentang cinta segitiga juga," jawab Egi, dan kemudian nampak Rendy masuk dengan bersandar di samping pintu, Pak Dosen menoleh kepadanya dan kemudian kembali berkata.

"Oke Anjar, sekarang kamu bisa ambil cerita kamu, karena ke cepat akan lebih baik. Rendy kamu bisa mengantar Anjar?" tanya Pak Dosen beralih ke Rendy, dan Rendy pun langsung merespon.

"Orang itu Pak?" ucapnya sambil menunjuk ke Anjar, dan Pak Dosen pun mengangguk, lalu Airis pun menyahut.

"Ren jangan songong gitu dong," lalu Rendy berkata.

"Ayo Jar," dan Anjar pun tersenyum, kemudian mereka berdua pun langsung berangkat pergi bersama.

Sementara itu Donita rupanya sudah tiba di rumah suaminya di Kalimantan, dan nampak Donita terkejut setelah melihat rumah suaminya itu, kemudian Rama masuk.

"Ayo masuk," ucap Rama sambil menoleh ke Donita.

"Kita harus membersihkannya dulu," ucap Rama.

"Kamu yakin ini rumah kamu?"

"Ya yakinlah." Kemudian Donita pun masuk mengikuti langkah suaminya, tanpa istirahat mereka berdua pun langsung membersihkan rumah itu, dan tak terasa dua jam telah berlalu.

"Alhamdulillah ... huh ... kamarnya cuma satu?" tanya Donita sambil menyeka keringat dari dahinya, dan Rama mengangguk, kemudian Donita duduk, dan Rama terlihat meletakkan sebuah kotak di depan Donita dan Donita hanya diam.

"Cepat diambil nanti hangus gak jadi aku berikan lo, beneran gak mau?" Donita masih diem, dan Rama kembali berkata.

"Yah, mungkin itu tak seindah seperti apa yang diberikan Dika kepadamu," tiba-tiba Rama berkata seperti itu dan Donita pun langsung menatap Rama, kemudian Rama mengambil kotak tersebut dan tak disangka-sangka Donita berusaha merebut.

"Kan udah kubilang kalau hangus," ucap Rama.

"Kan kesempatan bisa datang dua kali," kilah Donita.

"Tapi sayang kamu gak bisa mendapat kesempatan kedua itu." ucap Rama cari pembenaran.

"Ya udah." Donita berdiri dan segera beranjak bermaksud ke kamar mandi, namun Donita bingung dimana kamar mandinya, lalu tiba-tiba Rama muncul.

"Mau mandi?" tanya Rama, dan Donita mengangguk.

"Sana mandi di sungai," jawab Rama dengan entengnya, dan Donita pun terkejut.

"Apa! Sungai?"

"Iya, sungai."

"Gila, nanti kalau ada yang ngintip gimana?" tanya Donita dengan muka cemberut.

"Oh iya ya, kamu kan cantik, yau udah kalau gitu sekarang aku akan buatkan kamu kamar mandi." Dan kemudian Rama pun langsung mengambil sebuah golok dan kemudian langsung membelah bambu yang kebetulan memang sudah tersedia.

Nampak Donita berdiri memperhatikan suaminya yang nampak cukup lihai menganyam bambu yang sudah dibelah tipis-tipis.

"Boleh aku membantu?" ujar Donita.

"Emang bisa?" balas Rama balik tanya.

"Ya biasalah, cuma gitu aja."

"Hati-hati lo, bambunya tajam-tajam." Donita pun mulai menirukan suaminya menganyam bambu itu, baru saja mulai tiba-tiba.

"Aduh!" Donita berteriak, jari telunjuknya terjepit lipatan bambu, lalu dengan sigap Rama pun langsung membuka bambu yang menjepit jari istrinya itu.

"Baru saja mulai udah insiden, makanya kalau kerja itu hati-hati ..." jari Donita mengeluarkan darah, Rama segera berlari masuk ke rumah dan tidak lama kemudian ia pun kembali dengan menenteng kotak obat, lalu dengan cepat ia menyedot darah dari jari Donita dan kemudian memberikan obat dan kemudian membalutnya dengan perban.

"Dah selesai, udah sana kamu istirahat aja." Lalu Donita beranjak masuk ke rumah dan kemudian Rama juga bergegas menyusul.

"Eh, aku tadi apa membentakmu?" tanya Rama, dan Donita pun menggelengkan kepalanya, dan dalam hati ia berucap.

'Aku kok tiba-tiba seperti orang bodoh yang terkena hipnotis,' ujarnya, lalu ia pun masuk ke kamar dan mengambil ponselnya, nampaknya Donita ingin menelpon Rendy adiknya.

"Aduh, disini sinyal susah banget sih." Lalu Donita pun melemparkan ponselnya ke kasur, dan kemudian dia meraih sebuah album foto, dan tanpa disengaja tiba-tiba ada selembar foto yang jatuh, dan ternyata itu adalah foto Rama dengan seorang wanita.

"Ini siapa ya?" tanya Donita pada dirinya sendiri.

"Ah gak penting!" Lalu tiba-tiba Rama masuk.

"Tuh udah selesai, sana kalau mau mandi." Donita berdiri dan berjalan menuju ke kamar mandi sederhana itu, dan sesampainya di situ Donita nampak terdiam sejenak dan kemudian berkata.

"Ih tempatnya menakutkan, masa iya aku harus nimba dulu?" Dan tiba-tiba Rama menyahut.

"Gak perlu nimba, bak mandinya sudah aku isi penuh." Donita pun masuk dan mulai mandi, sementara Rama nampak masak air dan rupanya dia hendak masak mie instan, dan tidak lama kemudian Donita pun selesai mandi dan masuk ke rumah.

"Betah banget mandinya," celetuk Rama, dan Donita pun tidak menjawab, dia terlihat terus berjalan masuk ke kamar dan memakai bedak meskipun cuma tipis, lalu tiba-tiba perut Donita berbunyi krucuk-krucuk, Rama masuk pun masuk.

"Tuh mi instannya sudah matang, buruan gih dimakan, ntar keburu dingin." lalu Donita pun berjalan menuju ke dapur dan bermaksud makan hidangan buatan suaminya itu. Selagi Donita pergi Rama nampak merebahkan tubuhnya di kasur sambil berucap lirih.

"Cinta memang sulit untuk digapai, kenapa aku bisa lebih dulu mencintainya dari pada dia?" Dan tidak lama kemudian ia pun terlelap.