Chereads / Cinta Kamu .... / Chapter 11 - Jangan-Jangan!

Chapter 11 - Jangan-Jangan!

Lalu mereka berjalan pulang ke rumah, dan setelah tiba Donita bertanya pada Rama.

"Kamu gak makan?"

"Sudah kenyang," jawab Rama.

"Gak ingin teh?" lanjut tanya Donita.

"Aku sudah minum," lagi jawaban Rama terkesan mencueki dirinya, lalu Donita masuk ke dalam kamar, air matanya menetes, lalu dia kembali berkata.

"Kamu benar marah sama aku?"

"Menurutmu?" jawab Rama balik tanya.

"Ya marah," balas Donita.

"Ya berarti memang itu," jawab Rama.

"Berarti kalau aku bilang enggak, ya gak marah?" tanya Donita memperjelas, lalu kemudian menghapus air matanya.

"Ya bisa jadi," jawab Rama berarti sama.

"Sebenarnya yang semestinya marah itu aku, karena tadi kamu kan yang nakut-nakutin pake ular," tutur Donita.

"Ya silahkan, kalau memang mau marah, gak ada gunanya juga," jawab Rama mengalir.

"Ya udah aku marah!" tegas Donita.

"Marah kok pake pengumuman," cela Rama.

Setelah perdebatan itu Donita nampak merebahkan tubuhnya di kasur, ia tiba-tiba teringat kembali kejadian tadi di sawah, yaitu ketika Rama menyelipkan bunga kuning di telinganya, tidak lama kemudian tiba-tiba Rama masuk ke kamar, Donita pun langsung berpura-pura tidur.

"Kenapa tidur kok pake pura-pura?" lalu Donita pun membuka matanya dan kemudian langsung beranjak keluar dari kamar.

"Jangan marah, ntar keburu tua lo ...!" Donita nampak mengambil hpnya dan kemudian menghubungi mantannya, lalu Donita meletakkan kembali hpnya dan kemudian langsung keluar, diluar ia melihat ada anak kecil yang sedang digendong ibunya, dan kemudian tiba-tiba ia kepingin menggendong bocil itu.

"Mbak, boleh aku gendong anaknya?" Ibu itu tersenyum lalu kemudian memberikan anaknya itu pada Donita.

"Uluh-uluh ... cantiknya ... siapa Mbak nama anaknya?" tanya Donita.

"Anggie." Donita pun tersenyum, lalu Mbak itupun berkata.

"Kamu itu cepat hamil, biar cepat punya anak kaya aku," ucap Mbak tersebut dan Donita pun langsung terkejut, kemudian Mbak tersebut dipanggil suaminya.

"Titip dulu ya?" Donita pun tersenyum, lalu menggendongnya masuk ke rumah, Rama melihat dan dia pun merasa gemes dengan bayi Anggi lalu menciumi pipinya, Donita pun cuma diam.

"Doakan Om ya ... agar bisa cepat punya anak." Donita pun terkejut, dan Anggi ketawa, lalu tiba-tiba Rama mencium pipi Donita sebelah kiri, lagi-lagi Donita terkejut, Rama kemudian langsung masuk kamar sambil tersenyum, setelah itu tetangganya datang untuk ambil bayinya.

"Eh ayo makan dulu," ajak Donita pada tetangganya itu.

"Terimakasih ya Dek Donita," ucap tetangganya dan kemudian langsung pulang, setelah itu Donita nampak duduk termenung di kursi.

'Sudah berbulan-bulan aku menikah, dan baru kali ini dia menciumku,' ucap Donita didalam hati, lalu tidak selang beberapa saat Donita pun terlelap, Rama yang semula sudah berbaring di kamar tiba-tiba keluar lagi dan akhirnya dia pun ikut membaringkan tubuhnya di kursi juga, dan mereka berdua pun tidur di atas kursi.

Berbeda dengan Airis, siang itu ia terlihat sedang melukis di bawah pohon dengan sesekali menoleh ke Rendy yang nampak sedang asyik ngobrol dengan seorang perempuan, Airis terus melanjutkan melukis. Lain lagi dengan Anjar, ia terlihat sedang mendekati Winda.

"Winda ..." Anjar memanggil dan kemudian Winda pun juga langsung menoleh, namun tiba-tiba Agus juga datang, dan Winda juga langsung menyapa Agus.

"Agus, sini .." seru Winda, melihat itu Anjar pun langsung menundukkan kepalanya dan kemudian pergi.

"Sini aja Jar .. kamu mau kemana?" tanya Winda yang tiba-tiba melihat Anjar melangkah pergi.

"Maaf, aku tiba-tiba sakit." Belum selesai Anjar ngomong tiba-tiba Agus berkata.

"Eh, ntar malem nonton yuk?" Winda hanya tersenyum sementara Anjar yang belum jauh beranjak mendengar ajakan Agus itu dan kemudian berkata.

"Kalau tidak suka tidak usah memberi harapan, kenapa juga harapan diobral-obral?" Dan tiba-tiba Egi menyahut, "Karena sopan santun."

Anjar terkejut, "Kamu GI?" sapa Anjar, dan Egi pun terus melanjutkan ucapannya.

"Iya Jar, kadang ada yang berfikiran, walaupun cinta itu tak terbalas apa salahnya kalau jadi teman?" lalu Anjar menyambung.

"Ya tapi gak perlu seperti itu juga."

"Ya itu kan karena ia tak mau patah hatimu bertambah parah," balas Egi, Dan Anjar kembali menyahut.

"Tapi malah semakin rusak berkeping-keping, kan gak enak?"

"Iya juga ya? Ya udah kalo gitu ayo ikut aku," ujar Egi sambil mengajak.

"Kemana?" tanya Anjar.

"Udah ... gak perlu banyak tanya ... ayo pokok ikut aja," tegas Egi, dan kemudian mereka berdua pun langsung masuk mobil dan berangkat, entah Egi mau mengajak Anjar kemana.

"Lepas matamu Jar," pinta Egi dan Anjar pun agak kaget.

"Kamu mau menatap mataku?" tanya Anjar.

"Ya enggak lah, aku cuma ingin membuat Winda terpesona olehmu.

"Aku gak mau," balas Anjar.

"Udahlah sobat ... sekarang ini sudah waktunya untuk berubah," bujuk Egi.

"Berubah-rubah, emang gue robot apa?" kilah Anjar.

"Yah ... robot kan gak selamanya bertubuh besi, makanya robot juga bisa dikalahkan oleh Superman," ucap Egi terdengar menggelikan dan kemudian mereka pun tertawa bareng.

Lalu ternyata mereka berhenti di sebuah salon, dan kemudian Anjar bertanya.

"Sebenarnya gue mau lu apakan sih?" tanya Anjar, dan kemudian mereka pun turun.

"What itu artinya apa sih?" tanya Egi.

"Ya apa," jawab Anjar, merasa belum dapat jawaban Egi kembali bertanya.

"Lha iya what itu apaan artinya?"

"Lha iya itu jawabannya." Kemudian Egi mengajak.

"Ayo masuk." kemudian mereka pun masuk.

"Ayo ..." Egi nampak menarik tangan Anjar.

"Mbak tolong dong bonekaku ini diurus, yang keren ya mbak," ujar Egi.

"Dua jam kemudian aku kemari, dan aku harap semua sudah bersih dan rapi, kemudian Anjar dipaksa untuk duduk dan kemudian penampilannya direnovasi," dan setelah itu Egi pun langsung pergi.

Hari berganti hari, Anjar bercermin sambil ngomong, "Ya Alloh ... apakah ini waktunya aku menunjukkan siapa diriku."

Anjar meminta ayahnya dari Jogja untuk mengantar mobil, dan itupun langsung terkabulkan, Ayahnya mengirim satu buah mobil sport warna abu-abu, lalu Anjar pun berangkat ke kampus, cowok yang awalnya sangat cupu kini telah berubah menjadi keren dan jauh berbeda dari yang sebelumnya.

Anjar keluar dari mobil, banyak para cewek yang terpukau melihat penampilan Anjar kini, tidak terkecuali Winda dan Dinda sahabatnya.

"Itu Anjar kah Din?" tanya Winda dan Dinda pun langsung menjawab.

"Yah benar."

"Ya ampun ... keren ... keren ..." ucap Winda tidak bisa menutupi rasa kagumnya.

"Anjar ..." sapa Winda dan Anjar sambil tersenyum.

"Hai ... bagaimana kabarnya?" tanya Anjar.

"Baik ... jujur saja ya? Kalau aku sih lebih suka penampilanmu yang dulu," ucap Winda menilai meski tidak ada yang nyuruh.

"Apa sih lo, ngomong-ngomong kek gitu? Siapa juga yang minta pendapat lo?" timpal Anjar sambil terus berlalu. Winda terkejut dengan sikap Anjar.

"Sombong sekali dia," ucap Winda, mentang-mentang.

Lalu Egi datang dan berkata, "Itu kan gara-gara lo." Winda terkejut dan Egi pun langsung berlalu.

"Udahlah Win, biarin aja, oh iya Rendy kok belum datang ya?' tanya Dinda.

"Gak tau," sahut Winda, lalu kemudian Airis lewat, dan Dinda pun menarik tangan Airis.

"Eh liat Rendy gak?" tanya Dinda.

"Enggak," balas Airis.

"Kenalin, gue pacarnya Rendy," ucap Dinda sambil mengulurkan tangan.

"Siapa yang tanya?" jawab Airis sambil beranjak pergi. Nampak Airis pergi ke kantin dan rupanya disitu sudah ada Anjar.

"Anjar," sapa Airis dan nampak Anjar tersenyum.

"Duduk Ris," ajak Anjar, dan kemudian Airis pun duduk dengan meletakkan jidatnya dipinggiran meja dengan wajah tertunduk melihat kaki.

"Kenapa Ris kok murung gitu?" tanya Anjar.

"Enggak, gak papa," jawab Airis sambil mendongakkan kembali wajahnya.

"Eh, gue mau tanya, menurut lo sekarang ini gue gimana?" tanya Anjar, lalu nampak Airis memperhatikan Anjar sesaat dan kemudian berkata.

"Mmm masih sama kaya kemaren, cuma beda penampilan aja," jawab Airis.

"Apa lo masih mau ngejar cinta Winda lagi?" lanjut tanya Airis.

"Enggak, ya memang awalnya iya, tapi setelah gue pikir-pikir buat apa aku kejar dia terus, lha wong dianya aja gak punya pendirian, dia bukan yang terbaik untukku," ucap Anjar.

Mendengar ucapan Anjar seperti itu Airis pun terkejut dan langsung menatapnya.

"Cukup satu kali aja Ris gue dibodohi ama perempuan," imbuh Anjar, dan kembali Airis merasa kaget.

"Gak, gak Ris ... gue cuma becanda," ujar Anjar menimpali ucapannya sendiri, dan kemudian Airis pun nampak merasa lega, dan kemudian mereka berdua terus lanjut ngobrol.

Tanpa disadari rupanya ngobrolnya Anjar dan Airis itu rupanya diketahui oleh Winda, dan nampaknya Winda dia merasa tidak senang karena sesaat setelah melihat Winda langsung pergi.

"Eh, itu tadi kaya Winda? Jangan-jangan dia cemburu Jar?" ujar Airis bertanya.

"Biarkan aja, itu urusan dia, emang gue pikirin?" timpal Anjar.

Bersambung ....