Chereads / Cinta Kamu .... / Chapter 15 - Terdiam

Chapter 15 - Terdiam

"Ayo cepetan, Pak Dosen sudah jauh itu lho!" Rendy pun menjawab.

"Iya-iya ... cerewet banget sih," timpal Rendy masih dengan nada sinis. Sementara itu jejak mobil yang dikendarai Pak Dosen sudah tidak nampak lagi, lalu Rendy pun mulai merasa bingung dengan jalan yang dilaluinya itu.

"Waduh kita kehilangan jejak, eh kamu hafal gak sih dengan jalan ini?" tanya Rendy.

"Ya hafal dong, tapi itu tadi kalau sekarang sudah lupa," jawab Airis dirasa cukup menjengkelkan bagi Rendy. Rendy terus menjalankan mobilnya dan Airis bertanya.

"Ini jalan kemana?" tanya Airis, karena masih jengkel Rendy pun tidak menjawabnya.

"Aduh malang bener nasib gue, ngomong sama patung supir, jelas gak dijawab lah, bodoh amat sih gue." Mendengar itu tiba-tiba Rendy menoleh.

"Apa patung supir? Mau marah? Silahkan," tanya Airis nyelonong, seolah sedang membalas sakit hati atas sikap Rendy tadi.

Malam semakin larut dan tanpa diduga-duga mereka tiba-tiba nyasar di kuburan, merasa curiga Rendy menghentikan mobilnya lalu mereka pun turun.

"Emang bener tadi lewat sini?" tanya Airis.

"Gak tau," jawab Rendy, sejenak Rendy terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Ehm, ditempat sepi kaya gini ini enaknya tu bermesraan," celetuk Rendy dan kontan saja itu membuat Airis terkejut, lalu Airis pun kembali masuk ke mobil dan Rendy menyusul.

"Kamu memilih tempat yang tepat," ujar Rendy, Airis pun langsung deg-degan, diam dan tegang, kemudian Rendy membuka jaketnya, Airis melihat lalu tangannya meraih botol minuman yang ada di depannya dan kemudian.

Baks ...! Airis tiba-tiba memukulkan botol itu ke Rendy dengan berucap.

"Heh, apaan sih? Stop!" ucap Airis dengan tangan masih memegang botol dan tiba-tiba botol itu jatuh, Airis menatap Rendy dengan sedikit menahan tawa, meskipun sudah dipukul oleh Airis Rendy bukannya mundur tapi malah makin mendekatkan wajahnya ke wajah Airis, untuk beberapa saat dua remaja itu saling pandang dengan jarak yang sangat dekat, bahkan saking dekatnya mereka berdua bisa merasakan hembusan nafas dari masing-masing.

"Kamu mau apa?" tiba-tiba Airis bertanya, namun Rendy tidak menjawab, Airis nampak sedang berfikir mencari cara dan kemudian.

"Eh tuh, tuh, tuh dibelakang!" seru Airis sambil menunjuk arah belakang Rendy, dan kontan saja Rendy pun langsung menoleh dan bergeser dari posisinya itu.

"Alhamdulillah ... akhirnya aku selamat," ucap Airis nampak lega karena usahanya agar tidak sampai terjadi perbuatan yang terlalu jauh itu nampak berhasil.

"Huh, gerah banget ya," ucap Rendy mengalihkan pembicaraan.

"Ya tinggal nyalain AC kan beres," timpal Airis.

"Ogah ah, AC kurang sehat," kilah Rendy.

"Yee AC apa coba? AC angin cendela, tinggal buka aja kaca mobil lo, hahaha ... kasian deh," balas Airis, merasa dipermainkan lalu tiba-tiba Rendy memijit hidung Airis.

"Huh dasar!"

"Aauh," Airis menjerit kesakitan dan spontan tangannya memukul lengan Rendy. Setelah itu mereka pun kembali melanjutkan perjalanannya dengan saling diam, dan akhirnya Rendy menemukan jalan yang sudah dia tahu.

Sementara itu dilain tempat Egi nampak masih berjuang agar Rina mau makan.

"Ayolah Rina ... makan ... emang lu gak kasian apa sama gue? Gue tu gak mau kehilangan lo .. ayolah ..." bujuk Egi.

"Lihat nih badan gue bentol-bentol, emang lu masih mau jadi pacar gue?" ucap Rina sambil menunjukkan lengannya yang terlihat ada beberapa bentol.

"Kenapa enggak? Ya tetap maulah, udah ayo cepat makan," balas Egi sambil kembali membujuk.

"Selera makan gue udah hilang, oh iya lo kok bisa tahu kalau gue sakit?" tanya Rina tiba-tiba.

"Namanya tulang rusuk gue, kalau lu sakit ya pasti gue ikut merasakan lah, hehehe ..." jawab Egi sambil tertawa kecil.

"Idih, emang gue tulang rusuk lu? Gue kan gak mau," balas Rina terdengar tidak mengenakkan bagi Egi, dan kemudian Egi pun langsung berdiri dan berucap.

"Ya udah deh cepat dimakan, gue mau pulang."

"Kalau mau pulang ya pulang aja," jawab Rina seolah terkesan cuek. Egi pun melangkah, dan Rina melihat cowok pengagumnya itu sambil berucap dalam hati.

'Eit pasti menoleh, ayolah menoleh ... ayo ...' dan ternyata Egi terus berjalan.

'Iiih ... kok gak noleh sih ...? Masak iya sih dia marah?' Rina menggerutu sendiri, jadi serba salah dan salah tingkah karena sikapnya sendiri.

Sementara itu dengan Airis, nampaknya dia tengah tertidur di dalam mobil, Rendy melajukan mobilnya dengan lumayan cepat dan kemudian secara tiba-tiba ada kucing yang menyebrang, karena munculnya tiba-tiba akhirnya Rendy pun mengerem mobilnya dengan tiba-tiba, tak ayal Airis pun langsung kepentok kaca mobil.

"Aduh, kok ugal-ugalan sih nyetirnya," protes Airis meringis menahan rasa sakit dan Rendy nampak cekikikan, kemudian Airis nampak terdiam dan tak lama kemudian mereka pun sampai di rumah, tanpa mengucapkan sepatah katapun Airis langsung turun dan kemudian masuk ke rumah.

"Tuh kan main nyelonong aja, gak mau terimakasih," ucap Rendy sambil terus memandang jalannya Airis dan kemudian Rendy segera memasukkan mobilnya dan juga segera masuk ke dalam rumah.

Keesokan harinya tiba-tiba saja Rina berteriak dengan keras sekali sambil menangis.

"Aah tidak ...!"

Airis pun datang menghampiri sambil tertawa dan kemudian berkata.

"Hahaha ... itu sih namanya cacar air, semua orang pasti pernah merasakannya, seumur hidup satu kali, dan itu nular lo, ih ogah ah aku deket-deket sama kamu."

"Terus, gimana caranya aku bisa sembuh?" sahut Rina bertanya, dan terlihat raut wajahnya yang sangat khawatir dengan keadaannya itu.

"Tetap saja dikamar itu malah lebih baik untuk kamu," jawab Airis dan kemudian dia pun segera pergi.

"Judes amat sih, ya Allah ... ini terus bagaimana ...?" keluh Rina benar-benar gelisah dengan kondisinya, dan kemudian Airis datang kembali.

"Nih," ucap Airis nampak memberikan sesuatu.

"Makanan apa ini?" tanya Rina.

"Ini bukan makanan ... oleskan saja ke tubuhmu." Rina menerima pemberian kakak tirinya itu sambil tersenyum.

"Ini mentega ya Kak?" tanya Rina.

"Ha? Hehehe. Bagaimana sih kamu, ini tuh jagung diparut," jawab Airis menjelaskan, dan Rina nampak kaget.

"Baunya kan gak enak kak," ujar Rina memprotes.

"Jangan cerewet kamu, kalau gak mau make ya udah gak papa, sana suruh Ayahmu saja yang merawat." Kemudian Airis pun diam.

"Kenapa sih Kak Airis selalu begitu? Jangan salah Kak, Ayah itu juga sangat sayang dengan Kakak," ucap Rina.

"Aku tahu, ya udah deh aku mau berangkat ke kampus, Airis mengulurkan tangannya, "Aku minta maaf ..."

Rina mengoleskan jagung ke tangannya sambil berkata.

"Tampang minta maaf emang begitu ya? Tanganku sudah kotor," ujar Rina.

"Oh iya ya, nanti malah ketularan lagi." Airis pergi sambil tersenyum.

"Judes amat sih, tampang jahat kaya monster tapi perhatian juga sebenarnya," ujar Rina sambil tangannya terus mengoleskan jagung parut ke tubuhnya.

"Ampun deh baunya ... huuwek ...!"