Hal berada sedang dialami oleh Donita, di pagi hari setelah selesai masak, ia nampak hendak ikut Rama pergi ke sawah.
"Kamu gak ada baju lain?" tanya Rama.
"Baju yang gimana?" balas Donita balik tanya.
"Kaos lengan panjang dengan rok." Lalu Donita pun kembali masuk ke dalam kamar dan segera ganti baju seperti yang dibilang Rama tadi, dan tidak lama kemudian Donita keluar.
"Udah, ayo kalau mau berangkat," ajak Donita. Akhirnya mereka berdua pun berangkat ke sawah.
"Ngapain sih ke sawah?" tanya Donita sambil jalan, dan nampak Rama hanya tersenyum.
"Gak ada ular kan?" tanya Donita nampak merasa khawatir.
"Hehehe gak ada ... belut banyak, eh selama ini kamu pernah gak sih pacaran di sawah?" tanya Rama.
"Pacaran di sawah? Idih, apa enaknya? Enggak, gak pernah, aku tuh kalau pacaran kalau gak di danau ya pantai, di cafe ya pokoknya tempat-tempat yang romantis gitu," jawab Donita.
"Eh sawah juga tempat romantis lo! Gak tau kamu."
"Sawah tempat romantis? Romantis apaan?" timpal Donita menyanggah ucapan suaminya itu.
"Aku bisa bikin sawah jadi tempat romantis." Dan tiba-tiba saja Donita berteriak, "Aduh ...!" Kakinya terperosok ke dalam lumpur dan hampir saja terjatuh, melihat itu Rama pun langsung buru-buru menarik tangan istrinya itu.
"Ayo aku tarik, satu, dua iyyah ..." Karena lumayan keras menariknya akhirnya Donita pun menubruk tubuh Rama.
"Nah ... ini salah satu keromantisan di sawah, hehehe ..."
"Ya bukanlah," timpal Donita. Rama terus berjalan sedangkan Donita nampak menarik sandalnya yang masih menancap di lumpur, kemudian Rama berbalik badan menghampiri Donita, lalu mereka pun menarik sandal bersamaan, sambil menarik sandal Rama nampak bertanya kepada Donita.
"Apa kamu tak bisa mencintaiku?" Sandal Donita berhasil keluar dari lumpur.
"Yah putus ..." keluh Donita, lalu Donita menatap wajah Rama, kemudian Rama berdiri dan berjalan sedang Donita mengikutinya dibelakang.
"Kenapa?" tanya Donita dan Rama diam, kemudian mereka berhenti di sebuah gubuk, lalu Rama pun merebahkan tubuhnya di situ sedang Donita nampak duduk di sampingnya, lalu Rama duduk.
"Kenapa sih ada pernikahan diantara kita?" ujar Rama bertanya.
"Apa kamu menyesalinya?" tanya balik Donita. Lalu tiba-tiba Rama bangkit dan berjalan dengan mengalungkan tangannya ke leher dengan wajah memandang ke atas, nampak Donita berjalan mengikutinya sambil berucap dalam hati.
'Dia pasti menyesal nikah dengan aku, hmmm istri apaan aku ini?' ucapnya nampak seperti menyalahkan diri sendiri, lalu Donita menundukkan wajahnya sambil terus berjalan, dan kemudian secara tidak sadar dia menyeruduk punggung Rama, Rama pun terkejut lalu Donita mengangkat kepalanya.
"Maaf ..." ucap Donita, kemudian Rama terus berjalan, nampak Donita menggaruk kepalanya lalu ia berkata.
"Katanya kamu bisa membuat suasana romantis di sawah?" lalu Rama pun menghentikan langkahnya.
"Kamu mau marah ya? Ya udah marah aja." Lalu tiba-tiba Donita melihat ada ular berwarna hijau bercampur coklat di atas rimbunnya tanaman padi, Donita berteriak.
"Aaah ...!" Rama malah memegang ularnya, dan kontan saja Donita lari terbirit-birit, kemudian Rama langsung melempar ular tersebut dan langsung mengejar Donita.
"Tolong ... buang ular itu ... please ... kamu boleh marah sama aku .. tapi tolong jangan takuti dengan ular ... sumpah aku jijik dengan ular ..." teriak Donita yang rupanya telah duduk sambil mendekap kepalanya dengan kedua tangannya.
Melihat tingkah istrinya itu Rama pun tersenyum dan kemudian dia jongkok di hadapan Donita lalu berucap.
"Donita, kamu tahu gak kalau kamu sudah merusak tanaman orang?" Lalu Donita membuka matanya.
"Kamu gak bawa ular kan? Udah kamu buang kan ularnya?" tanya Donita masih terlihat panik, dan Rama hanya tersenyum, lalu ia membuka tangannya yang sedari tadi ia genggamkan, Donita hampir teriak.
"Kok tiba-tiba jadi bunga? Lho itu kan bunga lidah bergetar yang daunnya bisa dimakan?"
"Iya," jawab Rama singkat, lalu tanpa berkata-kata lagi Rama menyelipkan bunga warna kuning itu di telinga Donita, Rama kemudian berdiri dan Donita pun mengikutinya.
"Heh, kamu kok gak minta izin dulu sama yang punya telinga?" tanya Donita sambil menatap wajah Rama.
"Yah ... kalau gak suka buang aja," jawab Rama sambil melangkah, dan memang benar Donita pun langsung membuang bunga kuning itu.
"Hih, bunga apaan ini!" Lalu Donita menginjak-injak bunga tersebut, Rama yang mengetahuinya langsung menghentikan langkahnya sambil berucap.
"Ya Allah ..." dan kemudian jalan kembali, Donita langsung mengambil kembali bunga kuning itu dan kemudian masukkan ke dalam saku celananya.
"Maaf ..." ucapnya sambil melangkah dibelakang Rama sambil membatin, 'Itu adalah hal yang paling romantis hehehe ...'
Lalu mereka berjalan pulang ke rumah, dan setelah tiba Donita bertanya pada Rama.
"Kamu gak makan?"
"Sudah kenyang," jawab Rama.
"Gak ingin teh?" lanjut tanya Donita.
"Aku sudah minum," lagi jawaban Rama terkesan mencueki dirinya, lalu Donita masuk ke dalam kamar, air matanya menetes, lalu dia kembali berkata.
"Kamu benar marah sama aku?"
"Menurutmu?" jawab Rama balik tanya.
"Ya marah," balas Donita.
"Ya berarti memang itu," jawab Rama.
"Berarti kalau aku bilang enggak, ya gak marah?" tanya Donita memperjelas, lalu kemudian menghapus air matanya.
"Ya bisa jadi," jawab Rama berarti sama.
"Sebenarnya yang semestinya marah itu aku, karena tadi kamu kan yang nakut-nakutin pake ular," tutur Donita.
"Ya silahkan, kalau memang mau marah, gak ada gunanya juga," jawab Rama mengalir.
"Ya udah aku marah!" tegas Donita.
"Marah kok pake pengumuman," cela Rama.
Setelah perdebatan itu Donita nampak merebahkan tubuhnya di kasur, ia tiba-tiba teringat kembali kejadian tadi di sawah, yaitu ketika Rama menyelipkan bunga kuning di telinganya, tidak lama kemudian tiba-tiba Rama masuk ke kamar, Donita pun langsung berpura-pura tidur.
"Kenapa tidur kok pake pura-pura?" lalu Donita pun membuka matanya dan kemudian langsung beranjak keluar dari kamar.
"Jangan marah, ntar keburu tua lo ...!" Donita nampak mengambil hpnya dan kemudian menghubungi mantannya, lalu Donita meletakkan kembali hpnya dan kemudian langsung keluar, diluar ia melihat ada anak kecil yang sedang digendong ibunya, dan kemudian tiba-tiba ia kepingin menggendong bocil itu.
"Mbak, boleh aku gendong anaknya?" Ibu itu tersenyum lalu kemudian memberikan anaknya itu pada Donita.
"Uluh-uluh ... cantiknya ... siapa Mbak nama anaknya?" tanya Donita.
"Anggie." Donita pun tersenyum, lalu Mbak itupun berkata.
"Kamu itu cepat hamil, biar cepat punya anak kaya aku," ucap Mbak tersebut dan Donita pun langsung terkejut, kemudian Mbak tersebut dipanggil suaminya.
"Titip dulu ya?" Donita pun tersenyum, lalu menggendongnya masuk ke rumah, Rama melihat dan dia pun merasa gemes dengan bayi Anggi lalu menciumi pipinya, Donita pun cuma diam.
"Doakan Om ya ... agar bisa cepat punya anak." Donita pun terkejut, dan Anggi ketawa, lalu tiba-tiba Rama mencium pipi Donita sebelah kiri, lagi-lagi Donita terkejut, Rama kemudian langsung masuk kamar sambil tersenyum, setelah itu tetangganya datang untuk ambil bayinya.
"Eh ayo makan dulu," ajak Donita pada tetangganya itu.
"Terimakasih ya Dek Donita," ucap tetangganya dan kemudian langsung pulang, setelah itu Donita nampak duduk termenung di kursi.
'Sudah berbulan-bulan aku menikah, dan baru kali ini dia menciumku,' ucap Donita didalam hati, lalu tidak selang beberapa saat Donita pun terlelap, Rama yang semula sudah berbaring di kamar tiba-tiba keluar lagi dan akhirnya dia pun ikut membaringkan tubuhnya di kursi juga, dan mereka berdua pun tidur di atas kursi.