Beda Anjar dan Winda beda pula dengan Airis, dimana saat ini terlihat sibuk dengan peralatan melukisnya.
"Ih ... susah banget sih," keluhnya, sementara Rendy nampak sedang menerima telepon dari sahabatnya yang lain yaitu yang bernama Dinda.
"Halo Din, apa kabar?" tanya Rendy menyapa.
"Baik ... dan kamu?" Dinda balik tanya.
"Ya seperti yang kau rasakan juga, ya baiklah pastinya, gimana ada kabar gembira apa nih?" lanjut tanya Rendy.
"Gini dalam waktu dekat ini aku akan pindah ke kampusmu," ucap Dinda yang jelas membuat Rendy terkejut.
"Oh iya? Serius lo? Emang kenapa gak disitu saja padahal kan," belum juga selesai Rendy ngomong langsung disahuti oleh Dinda.
"Aku bangga dengan negaraku, lebih enak di rumah sendiri dan yang jelas aku sudah kangen banget sama masakan Indonesia, eh sudah dulu ya kapan-kapan disambung lagi?" ujar Dinda berpamitan dan Rendy pun langsung mengiyakan, kemudian setelah itu Rendy nampak mendatangi Airis lalu berkata.
"Pura-pura pacarannya udah lo."
"Oh gitu, ya udah terimakasih," jawab Airis sambil menoleh.
"Tapi kok mukamu kek gitu? Jangan-jangan kamu masih ingin berlanjut? Hayo ngaku ...kamu masih ingin terus pura-pura jadi pacar gue kan?" ujar Rendy dengan pedenya.
"Kok tau? Tapi ogah ah, aku inginnya pacaran beneran," ujar Airis sambil tersenyum dan Rendy pun terkejut.
"Tapi bukan sama kamu," ucap Airis, dan Rendy pun langsung menyahut.
"Aku tahu kalau kamu benar sudah mulai suka sama aku, tapi sayang dan sorry .. daftar antrian jadi pacar gue udah tutup.
"Hih ...! Pede amat sih lo! Jadi temanmu saja belum tentu juga gue mau, eh .. kamu nya udah kegedean pedenya, mimpi kali ye ... oh iya berarti aku udah gak perlu bayar kan? Alias udah lunas," tanya Airis.
"Tergantung," timpal Rendy menggantung, dan bersamaan dengan itu tiba-tiba Pak Dosen datang.
"Rendy, rumah kamu kan dekat dengan Airis, nanti Airis satu mobil ya sama kamu?" belum sempat Rendy jawab Pak Dosen langsung berlalu.
"Ya udah gitu aja." Lalu Rendy pun langsung merespon.
"Itu tadi Pak Dosen kamu yang suruh ya?"
"Idih ... buat apa?" Rendy pun melangkah hendak pergi namun tiba-tiba Airis berteriak.
"Ular ...!" Rendy pun juga ikut terkejut dan langsung menoleh.
"Cepat pukul ...!" pinta Airis.
"Nanti dia terluka," balas Rendy, dan kemudian dia langsung menarik tangan Airis.
"Ayo," ucap Rendy dan Airis pun langsung menampik tangan Rendy itu karena tiba-tiba teringat sesuatu.
"Alat lukis ku ..." ujar Airis dengan sedikit berteriak dan kemudian langsung kembali berjalan untuk mengambil peralatan melukisnya itu yang berada tidak jauh dari ular itu berada.
"Keras kepala banget sih tuh cewek!" ucap Rendy dengan agak menggerutu, sementara itu sambil meraih peralatan melukisnya Airis nampak berucap lirih pada ular tersebut.
"Ular yang baik ... aku tidak akan mengganggumu ... jangan gigit aku ya ..."
"Gila lu! Mau cari mati lu ya?!" ujar Rendy terlihat sangat jengkel dengan Airis, dan benar saja tiba-tiba saja Airis berteriak karena tiba-tiba ular itu menjulurkan kepala dan lidahnya kepada Airis, lalu dengan sigap Rendy nampak mengambil sepotong kayu dan kemudian langsung memukul ular tersebut sambil berucap.
"Maaf ya ular ... maaf ... gue benar minta maaf ..." lalu Airis pun berdiri dan kemudian bertanya pada Rendy.
"Gimana Ren matikah ularnya?" lalu dengan perasaan jengkel Rendy menjawab.
"Gila kamu ya!" Dan terus berjalan, tahu dengan perasaan Rendy Airis pun nampak diam sambil melangkah dibelakang Rendy.
"Seharusnya aku bilang terimakasih ke Rendy," dan akhirnya ia pun memberanikan diri mengucap.
"Rendy, terimakasih ya?" dengar ucapan Airis seperti itu Rendy pun menyahut.
"Lain kali diulang lagi ya? Suka sekali kamu cari perhatian," ucap Rendy terdengar begitu menyinggung perasaan Airis, lalu Airis pun langsung menghentikan langkahnya, dan tak sadar air matanya pun jatuh, iapun memejamkan matanya rapat-rapat, tahu Airis menangis Rendy pun langsung menghentikan langkahnya dan kemudian berkata.
"Tuh kan malah pake acara nangis-nangis segala, air mata palsu," lagi Rendy melontarkan ucapan pedasnya, dan kemudian nampak Airis segera menghapus air matanya dan kemudian mempercepat langkahnya dan mendahului Rendy, lalu Rendy berkata dengan agak keras supaya terdengar oleh Airis yang memang sudah berada agak jauh di depannya.
"Dasar aneh," ucapnya dan nampak Airis sudah tidak memperdulikannya lagi, gadis itu malah menutup matanya dengan dua telapak tangan dan terus berjalan, namun naas bagi Airis karena dia tidak sadar samasekali kalau mobil yang hendak dia tunggangi sudah berada di depannya dan kemudian dia pun menabrak mobil tersebut.
Bruk ..
Melihat kejadian itu Rendy nampak tidak bisa menahan tawa.
"Hahaha ... pura-pura buta, kasian banget sih, enak gak kejedot mobil?" Airis hanya diam dan kemudian langsung masuk mobil, lalu setelah itu ia langsung memakai headset dengerin musik, berusaha mengalihkan perhatiannya tapi nyatanya tetap saja dia tidak bisa melupakan kata-kata Rendy yang cukup menyakitkan hatinya.
"Heh kenapa kamu disitu? Ayo naik mobil aku," tiba-tiba Rendy datang mengajak, namun Airis tidak merespon samasekali karena memang matanya dia pejamkan.
"Ia pake headset Ren .. jadi ya gak bakalan denger," sahut Anjar. Kemudian Rendy pun menarik dan melepas headset dari telinga Airis, dan Airis pun membuka matanya, lalu Rendy berkata.
"Ayo ikut mobil gue ..." Airis memandang sinis ke Rendy, lalu Winda tiba-tiba menyahut.
"Ayo Ris buruan ...!" Akhirnya Airis pun turun lalu segera naik ke mobil Rendy, sementara itu mobil yang dikendarai Pak Dosen sudah berada jauh di depan.
Setelah mobil jalan, seperti biasanya Rendy pun membunyikan musik dengan cukup keras, dan tiba-tiba Airis berkata.
"Ayo cepetan, Pak Dosen sudah jauh itu lho!" Rendy pun menjawab.
"Iya-iya ... cerewet banget sih," timpal Rendy masih dengan nada sinis. Sementara itu jejak mobil yang dikendarai Pak Dosen sudah tidak nampak lagi, lalu Rendy pun mulai merasa bingung dengan jalan yang dilaluinya itu.
"Waduh kita kehilangan jejak, eh kamu hafal gak sih dengan jalan ini?" tanya Rendy.
"Ya hafal dong, tapi itu tadi kalau sekarang sudah lupa," jawab Airis dirasa cukup menjengkelkan bagi Rendy.