Sementara itu dilain tempat Egi nampak masih berjuang agar Rina mau makan.
"Ayolah Rina ... makan ... emang lu gak kasian apa sama gue? Gue tu gak mau kehilangan lo .. ayolah ..." bujuk Egi.
"Lihat nih badan gue bentol-bentol, emang lu masih mau jadi pacar gue?" ucap Rina sambil menunjukkan lengannya yang terlihat ada beberapa bentol.
"Kenapa enggak? Ya tetap maulah, udah ayo cepat makan," balas Egi sambil kembali membujuk.
"Selera makan gue udah hilang, oh iya lo kok bisa tahu kalau gue sakit?" tanya Rina tiba-tiba.
"Namanya tulang rusuk gue, kalau lu sakit ya pasti gue ikut merasakan lah, hehehe ..." jawab Egi sambil tertawa kecil.
"Idih, emang gue tulang rusuk lu? Gue kan gak mau," balas Rina terdengar tidak mengenakkan bagi Egi, dan kemudian Egi pun langsung berdiri dan berucap.
"Ya udah deh cepat dimakan, gue mau pulang."
"Kalau mau pulang ya pulang aja," jawab Rina seolah terkesan cuek. Egi pun melangkah, dan Rina melihat cowok pengagumnya itu sambil berucap dalam hati.
'Eit pasti menoleh, ayolah menoleh ... ayo ...' dan ternyata Egi terus berjalan.
'Iiih ... kok gak noleh sih ...? Masak iya sih dia marah?' Rina menggerutu sendiri, jadi serba salah dan salah tingkah karena sikapnya sendiri.
Sementara itu dengan Airis, nampaknya dia tengah tertidur di dalam mobil, Rendy melajukan mobilnya dengan lumayan cepat dan kemudian secara tiba-tiba ada kucing yang menyebrang, karena munculnya tiba-tiba akhirnya Rendy pun mengerem mobilnya dengan tiba-tiba, tak ayal Airis pun langsung kepentok kaca mobil.
"Aduh, kok ugal-ugalan sih nyetirnya," protes Airis meringis menahan rasa sakit dan Rendy nampak cekikikan, kemudian Airis nampak terdiam dan tak lama kemudian mereka pun sampai di rumah, tanpa mengucapkan sepatah katapun Airis langsung turun dan kemudian masuk ke rumah.
"Tuh kan main nyelonong aja, gak mau terimakasih," ucap Rendy sambil terus memandang jalannya Airis dan kemudian Rendy segera memasukkan mobilnya dan juga segera masuk ke dalam rumah.
Keesokan harinya tiba-tiba saja Rina berteriak dengan keras sekali sambil menangis.
"Aah tidak ...!"
Airis pun datang menghampiri sambil tertawa dan kemudian berkata.
"Hahaha ... itu sih namanya cacar air, semua orang pasti pernah merasakannya, seumur hidup satu kali, dan itu nular lo, ih ogah ah aku deket-deket sama kamu."
"Terus, gimana caranya aku bisa sembuh?" sahut Rina bertanya, dan terlihat raut wajahnya yang sangat khawatir dengan keadaannya itu.
"Tetap saja dikamar itu malah lebih baik untuk kamu," jawab Airis dan kemudian dia pun segera pergi.
"Judes amat sih, ya Allah ... ini terus bagaimana ...?" keluh Rina benar-benar gelisah dengan kondisinya, dan kemudian Airis datang kembali.
"Nih," ucap Airis nampak memberikan sesuatu.
"Makanan apa ini?" tanya Rina.
"Ini bukan makanan ... oleskan saja ke tubuhmu." Rina menerima pemberian kakak tirinya itu sambil tersenyum.
"Ini mentega ya Kak?" tanya Rina.
"Bego banget sih kamu, ini tuh jagung diparut," jawab Airis menjelaskan, dan Rina nampak kaget.
"Baunya kan gak enak kak," ujar Rina memprotes.
"Jangan cerewet kamu, kalau gak mau make ya udah gak papa, sana suruh Ayahmu saja yang merawat." Kemudian Airis pun diam.
"Kenapa sih Kak Airis selalu begitu? Jangan salah Kak, Ayah itu juga sangat sayang dengan Kakak," ucap Rina.
"Aku tahu, ya udah deh aku mau berangkat ke kampus, Airis mengulurkan tangannya, "Aku minta maaf ..."
Rina mengoleskan jagung ke tangannya sambil berkata.
"Tampang minta maaf emang begitu ya? Tanganku sudah kotor," ujar Rina.
"Oh iya ya, nanti malah ketularan lagi." Airis pergi sambil tersenyum.
"Judes amat sih, tampang jahat kaya monster tapi perhatian juga sebenarnya," ujar Rina sambil tangannya terus mengoleskan jagung parut ke tubuhnya.
"Ampun deh baunya ... huuwek ...!"
Hal berada sedang dialami oleh Donita, di pagi hari setelah selesai masak, ia nampak hendak ikut Rama pergi ke sawah.
"Kamu gak ada baju lain?" tanya Rama.
"Baju yang gimana?" balas Donita balik tanya.
"Kaos lengan panjang dengan rok." Lalu Donita pun kembali masuk ke dalam kamar dan segera ganti baju seperti yang dibilang Rama tadi, dan tidak lama kemudian Donita keluar.
"Udah, ayo kalau mau berangkat," ajak Donita. Akhirnya mereka berdua pun berangkat ke sawah.
"Ngapain sih ke sawah?" tanya Donita sambil jalan, dan nampak Rama hanya tersenyum.
"Gak ada ular kan?" tanya Donita nampak merasa khawatir.
"Hehehe gak ada ... belut banyak, eh selama ini kamu pernah gak sih pacaran di sawah?" tanya Rama.
"Pacaran di sawah? Idih, apa enaknya? Enggak, gak pernah, aku tuh kalau pacaran kalau gak di danau ya pantai, di cafe ya pokoknya tempat-tempat yang romantis gitu," jawab Donita.
"Eh sawah juga tempat romantis lo! Gak tau kamu."
"Sawah tempat romantis? Romantis apaan?" timpal Donita menyanggah ucapan suaminya itu.
"Aku bisa bikin sawah jadi tempat romantis." Dan tiba-tiba saja Donita berteriak, "Aduh ...!" Kakinya terperosok ke dalam lumpur dan hampir saja terjatuh, melihat itu Rama pun langsung buru-buru menarik tangan istrinya itu.
"Ayo aku tarik, satu, dua iyyah ..." Karena lumayan keras menariknya akhirnya Donita pun menubruk tubuh Rama.
"Nah ... ini salah satu keromantisan di sawah, hehehe ..."
"Ya bukanlah," timpal Donita. Rama terus berjalan sedangkan Donita nampak menarik sandalnya yang masih menancap di lumpur, kemudian Rama berbalik badan menghampiri Donita, lalu mereka pun menarik sandal bersamaan, sambil menarik sandal Rama nampak bertanya kepada Donita.
"Apa kamu tak bisa mencintaiku?" Sandal Donita berhasil keluar dari lumpur.
"Yah putus ..." keluh Donita, lalu Donita menatap wajah Rama, kemudian Rama berdiri dan berjalan sedang Donita mengikutinya dibelakang.
"Kenapa?" tanya Donita dan Rama diam, kemudian mereka berhenti di sebuah gubuk, lalu Rama pun merebahkan tubuhnya di situ sedang Donita nampak duduk di sampingnya, lalu Rama duduk.
"Kenapa sih ada pernikahan diantara kita?" ujar Rama bertanya.
"Apa kamu menyesalinya?" tanya balik Donita. Lalu tiba-tiba Rama bangkit dan berjalan dengan mengalungkan tangannya ke leher dengan wajah memandang ke atas, nampak Donita berjalan mengikutinya sambil berucap dalam hati.
'Dia pasti menyesal nikah dengan aku, hmmm istri apaan aku ini?' ucapnya nampak seperti menyalahkan diri sendiri, lalu Donita menundukkan wajahnya sambil terus berjalan, dan kemudian secara tidak sadar dia menyeruduk punggung Rama, Rama pun terkejut lalu Donita mengangkat kepalanya.
"Maaf ..." ucap Donita, kemudian Rama terus berjalan, nampak Donita menggaruk kepalanya lalu ia berkata.
"Katanya kamu bisa membuat suasana romantis di sawah?" lalu Rama pun menghentikan langkahnya.
"Kamu mau marah ya? Ya udah marah aja." Lalu tiba-tiba Donita melihat ada ular berwarna hijau bercampur coklat di atas rimbunnya tanaman padi, Donita berteriak.
"Aaah ...!" Rama malah memegang ularnya, dan kontan saja Donita lari terbirit-birit, kemudian Rama langsung melempar ular tersebut dan langsung mengejar Donita.
"Tolong ... buang ular itu ... please ... kamu boleh marah sama aku .. tapi tolong jangan takuti dengan ular ... sumpah aku jijik dengan ular ..." teriak Donita yang rupanya telah duduk sambil mendekap kepalanya dengan kedua tangannya.
Melihat tingkah istrinya itu Rama pun tersenyum dan kemudian dia jongkok di hadapan Donita lalu berucap.
"Donita, kamu tahu gak kalau kamu sudah merusak tanaman orang?" Lalu Donita membuka matanya.
"Kamu gak bawa ular kan? Udah kamu buang kan ularnya?" tanya Donita masih terlihat panik, dan Rama hanya tersenyum, lalu ia membuka tangannya yang sedari tadi ia genggamkan, Donita hampir teriak.
"Kok tiba-tiba jadi bunga? Lho itu kan bunga lidah bergetar yang daunnya bisa dimakan?"
"Iya," jawab Rama singkat, lalu tanpa berkata-kata lagi Rama menyelipkan bunga warna kuning itu di telinga Donita, Rama kemudian berdiri dan Donita pun mengikutinya.
"Heh, kamu kok gak minta izin dulu sama yang punya telinga?" tanya Donita sambil menatap wajah Rama.
"Yah ... kalau gak suka buang aja," jawab Rama sambil melangkah, dan memang benar Donita pun langsung membuang bunga kuning itu.
"Hih, bunga apaan ini!" Lalu Donita menginjak-injak bunga tersebut, Rama yang mengetahuinya langsung menghentikan langkahnya sambil berucap.
"Ya Allah ..." dan kemudian jalan kembali, Donita langsung mengambil kembali bunga kuning itu dan kemudian masukkan ke dalam saku celananya.
"Maaf ..." ucapnya sambil melangkah dibelakang Rama sambil membatin, 'Itu adalah hal yang paling romantis hehehe ...'