Sementara itu Donita nampak ingin memulai acara makannya, namun baru dia mengangkat mangkuk tiba-tiba saja ada seekor cicak yang jatuh tepat mengenai lengannya dan apa yang terjadi selanjutnya pun sudah bisa ditebak.
"Aaah ...!"
Prang, pyaar ...
Mangkuk hancur, dan mie instan pun jatuh berantakan di lantai, Rama yang baru saja terlelap itu langsung bangun dan menghampiri Donita.
"Kenapa?" Donita diam tidak menjawab.
"Ya udah ambil lagi itu di wajan masih ada, ini biar aku yang bersihkan." Donita merasa bersalah.
"Maafkan aku?" ucap Donita.
"Gak papa .. kamu tidak salah kok." Kemudian Rama mengambil sapu dan kain yang sudah di basahi untuk kemudian membersihkannya, lalu setelah selesai keluarga Rama datang, ada ibu, kakak dan beberapa saudara, mereka ngobrol-ngobrol, dan tiba-tiba ibu Rama berkata.
"Mana menantu ibu?" tanyanya, Rama pun tersenyum dan kemudian Donita datang.
"Ibu," ucap Donita menyapa dan kemudian mencium tangan ibu mertuanya.
"Sudah hamil belum menantu ibu ini?" tanya ibu sambil memijat-mijat pundak Donita, lalu Rama dan Donita pun saling pandang.
"Belum Bu," jawab Rama buru-buru, "Anu soalnya Donita masih terlalu muda untuk mempunyai anak," lanjut Rama beralasan, dan mendengar perkataan putranya itu ibu pun hanya tersenyum.
"Ya udah gak papa, tapi jangan lama-lama ya? Soalnya ibu sudah pingin nimang cucu," lanjut ucap ibu sambil tersenyum, dan kemudian mereka pun kembali ngobrol panjang lebar.
Sementara itu Rendy dan Anjar baru saja sampai dan kemudian langsung memberikan novel buatannya itu pada Pak Dosen, sejenak Pak Dosen mencermati isi novel itu dan kemudian.
"Airis berperan sebagai gadis yang mencintai Egi tapi Egi tidak membalas cintanya, lalu tiba-tiba saja Rendy menyahut.
"Ya jelas lah Pak." Egi pun langsung menginjak kaki Rendy dan Rendy pun langsung teriak, "Aau!"
"Dan Rendy adalah cowok yang mencintai Airis dengan apa adanya baik kekurangan atau kelebihannya." Rendy pun langsung terkejut, lalu Pak Dosen kembali melanjutkan arahannya.
"Oke Egi, mana lagu ciptaan mu?" tanya Pak Dosen, dan Egi pun langsung memberikan catatan lagunya itu.
"Ini Pak." Nampak Pak Dosen manggut-manggut.
"Ini lagunya pasti enak," ucap Pak nampak begitu yakin.
"Winda, kamu kan bisa dansa tolong ajarin Airis dan kamu Anjar ajarin Rendy, oke deh sekarang bisa mulai, dan kamu Agus bisa main gitar kan?" Agus mengangguk.
"Bagus, kamu main gitar dan Egi yang bernyanyi." Lalu Egi berkata.
"Tapi ini mestinya duet Pak." Pak Dosen bertanya.
"Airis kamu gak keberatan kan?" Airis pun terkejut. "Ya udah lah Pak," jawab Airis dengan sedikit terpaksa.
Tiga hari berlalu, dan di latihan kali ini Pak Dosen berkata.
"Hari ini waktunya Airis dan Rendy latihan dansa, dan juga Winda. Ya udah kalo gitu karena semua sudah terbentuk sekarang Bapak tinggal dulu." Lalu Pak Dosen pun keluar.
Kemudian Anjar nampak bertanya pada Winda.
"Winda maukah kau berdansa denganku?" Winda tersenyum lalu berucap.
"Maaf aku sudah ngajari Agus " Anjar pun diam. Egi datang dan kemudian meletakkan tas lalu keluar bersandar di tiang kelas Rina, kemudian Rina keluar dan berjalan seolah tidak tahu.
"Hei, kenapa sih kamu menghindar dari aku? Kamu benci ya sama aku? Emang apa salahku?" Kemudian Rina menghampirinya dan berkata.
"Enggak," ucap Rina singkat.
"Kalau enggak kamu jangan menolak ajakanku nanti malam ...?" Rina nampak diam sejenak lalu .. "Ajakan untuk apa?" tanya Rina.
"Udahlah nanti aja." Lalu Egi pun kembali ke kelasnya. Sementara itu Rendy dan Airis malah saling injak menginjak.
"Wajahmu itu lucu," ucap Rendy.
"Ya iyalah, udah ah," ucap Airis dengan melepas tangan Rendy dari pinggangnya, lalu kemudian Airis menghampiri Anjar.
"Hai Jar," sapanya.
"Udah selesai latihannya?" tanya Anjar dan Airis pun mengangguk dan kemudian berkata.
"Kamu gak ingin merubah penampilan?"
"Kamu jangan menghina, inilah aku apa adanya," jawab Anjar dengan lugu.
"Maaf, tapi kamu kan mencintai Winda?" lanjut tanya Airis, dan Anjar pun langsung menatap Airis.
"Yah dicintai syukur ... enggak ya cari yang lain, mencintai apa adanya itu indah," tutur Anjar.
"Tapi kan sebagai bukti Jar ..." Anjar tersenyum lalu berucap.
"Yang tidak suka bisa jadi suka, yang suka bisa jadi benci, mencintai itu bukanlah hal yang mudah, bahkan cinta itu datangnya tidak menentu." Dan tiba-tiba Egi datang.
"Ayo cepetan, Pak Dosen sudah jauh itu lho!" Rendy pun menjawab.
"Iya-iya ... cerewet banget sih," timpal Rendy masih dengan nada sinis. Sementara itu jejak mobil yang dikendarai Pak Dosen sudah tidak nampak lagi, lalu Rendy pun mulai merasa bingung dengan jalan yang dilaluinya itu.
"Waduh kita kehilangan jejak, eh kamu hafal gak sih dengan jalan ini?" tanya Rendy.
"Ya hafal dong, tapi itu tadi kalau sekarang sudah lupa," jawab Airis dirasa cukup menjengkelkan bagi Rendy. Rendy terus menjalankan mobilnya dan Airis bertanya.
"Ini jalan kemana?" tanya Airis, karena masih jengkel Rendy pun tidak menjawabnya.
"Aduh malang bener nasib gue, ngomong sama patung supir, jelas gak dijawab lah, bodoh amat sih gue." Mendengar itu tiba-tiba Rendy menoleh.
"Apa patung supir? Mau marah? Silahkan," tanya Airis nyelonong, seolah sedang membalas sakit hati atas sikap Rendy tadi.
Malam semakin larut dan tanpa diduga-duga mereka tiba-tiba nyasar di kuburan, merasa curiga Rendy menghentikan mobilnya lalu mereka pun turun.
"Emang bener tadi lewat sini?" tanya Airis.
"Gak tau," jawab Rendy, sejenak Rendy terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Ehm, ditempat sepi kaya gini ini enaknya tu bermesraan," celetuk Rendy dan kontan saja itu membuat Airis terkejut, lalu Airis pun kembali masuk ke mobil dan Rendy menyusul.
"Kamu memilih tempat yang tepat," ujar Rendy, Airis pun langsung deg-degan, diam dan tegang, kemudian Rendy membuka jaketnya, Airis melihat lalu tangannya meraih botol minuman yang ada di depannya dan kemudian.
Baks ...! Airis tiba-tiba memukulkan botol itu ke Rendy dengan berucap.
"Heh, apaan sih? Stop!" ucap Airis dengan tangan masih memegang botol dan tiba-tiba botol itu jatuh, Airis menatap Rendy dengan sedikit menahan tawa, meskipun sudah dipukul oleh Airis Rendy bukannya mundur tapi malah makin mendekatkan wajahnya ke wajah Airis, untuk beberapa saat dua remaja itu saling pandang dengan jarak yang sangat dekat, bahkan saking dekatnya mereka berdua bisa merasakan hembusan nafas dari masing-masing.
"Kamu mau apa?" tiba-tiba Airis bertanya, namun Rendy tidak menjawab, Airis nampak sedang berfikir mencari cara dan kemudian.
"Eh tuh, tuh, tuh dibelakang!" seru Airis sambil menunjuk arah belakang Rendy, dan kontan saja Rendy pun langsung menoleh dan bergeser dari posisinya itu.
"Alhamdulillah ... akhirnya aku selamat," ucap Airis nampak lega karena usahanya agar tidak sampai terjadi perbuatan yang terlalu jauh itu nampak berhasil.
"Huh, gerah banget ya," ucap Rendy mengalihkan pembicaraan.
"Ya tinggal nyalain AC kan beres," timpal Airis.
"Ogah ah, AC kurang sehat," kilah Rendy.
"Yee AC apa coba? AC angin cendela, tinggal buka aja kaca mobil lo, hahaha ... kasian deh," balas Airis, merasa dipermainkan lalu tiba-tiba Rendy memijit hidung Airis.
"Huh dasar!"
"Aauh," Airis menjerit kesakitan dan spontan tangannya memukul lengan Rendy. Setelah itu mereka pun kembali melanjutkan perjalanannya dan akhirnya Rendy menemukan jalan yang sudah dia tahu.
Sementara itu dilain tempat Egi nampak masih berjuang agar Rina mau makan.
"Ayolah Rina ... makan ... emang lu gak kasian apa sama gue? Gue tu gak mau kehilangan lo .. ayolah ..." bujuk Egi.
"Lihat nih badan gue bentol-bentol, emang lu masih mau jadi pacar gue?" ucap Rina sambil menunjukkan lengannya yang terlihat ada beberapa bentol.
"Kenapa enggak? Ya tetap maulah, udah ayo cepat makan," balas Egi sambil kembali membujuk.