Harraz menatap nyalang ke arah kakaknya yang tengah membanting vas kesayangan ibunya.
"Apalagi kali ini, Kak? Kamu ingin menghancurkan rumah?" tanyanya.
"Sebentar, aku pamit pulang, ya. Aku rasa tidak baik jika aku di sini," sela Dhea.
"Akan aku antar," jawab Harraz, tapi Dhea menggeleng.
"Tidak-tidak, aku pulang sendiri," tolaknya, lalu dia bangkit dan pergi.
Hissa menoleh hingga punggung gadis itu menghilang dari pandangan. Dia mendekat ke arah Harraz yang memutar bola mata malas.
"Kenapa selalu kamu?" cetus Hissa.
Harraz mengernyitkan alis tidak mengerti bahkan dia tidak melakukan apa pun.
"Apa maksudmu, Kak? Selalu aku?"
"Kasih sayang ayah, ibu, nenek, kakek, dan sekarang Kiana. Aku iri denganmu," ungkap Hissa dengan sorot mata penuh penderitaan..
Bertahun-tahun dia hanya diam saat dibandingkan dengan adiknya, tapi kali ini dia ingin menang. Dia ingin mendapatkan Kiana.
Tapi, sialnya gadis itu masih mencintai Harraz.
