Chereads / Devil Angel / Chapter 17 - Mencari Pengirim Paket Teror

Chapter 17 - Mencari Pengirim Paket Teror

"Astaga!" Ely melempar kotak itu begitu terbuka. Isi di dalamnya membuat perut mual seketika.

Tikus mati dengan leher hampir putus. Mana matanya masih melek lagi.

Dugaan sementara pasti kerjaan Jhon. Tapi ia tak mau berspekulasi lebih jauh, karena jika bukan dari lelaki itu, maka ia sama saja memfitnah orang, kan?

Ponsel yang tadi ia taruh di meja diambilnya, setelah itu memotret paketan itu dan isinya. Suatu saat foto ini akan berguna untuk bukti atau yang lainnya. Ia yakin itu.

"Sumpah, lo punya musuh, El?" Anie memeluk tubuhnya gemetaran. "Kenapa bisa tahu kalau lo ada di kosan gue? Jangan-jangan gue jadi incerannya lagi. Aduh, gimana ini!"

"Lo tenang dulu, An. Gak akan terjadi apa-apa kok."

"Tapi ini membuktikan kalau lo sedang diancam Ely! Masa lo gak ngerasa sih. Keselamatan lo itu terancam."

Ely tersenyum. "Seingat gue, gue gak punya musuh, An. Mungkin bisa jadi salah kirim, atau orang iseng." Ia memeluk sahabatnya. "Eh, jangan-jangan ini prank, ada yang mau ngerjain kita!"

Anie mengerutkan kening. "Oh, bisa jadi. Kita harus cari kamera tersembunyi El. Kalau sampai orang yang mengirim ini ketemu, gue cekek sampai mati dia."

"Yakin lo berani? Nanti mewek lagi pas ketemu."

Anie mendorong tubuh Ely. "Kok lo gitu sih, harusnya berpihak sama gue loh."

"Gue kan emang berpihak sama lo, El. Hanya saja kayaknya kalau lo mau nyekek orang tuh gak bakalan. Lihat kecoa gue injek aja lo mau mewek."

Anie tertawa. Ia mengambil air minum dan meneguk isinya.

"Tadi siapa yang nganterin paketan ini ke sini?" tanya Ely.

"Bu kos. Kenapa?"

"Di sini ada CCTV kan? Kita boleh lihat gak ya? Buat cari tahu orang yang nganter ini ke sini."

"Coba kita tanya Bu Kos yuk!"

Mereka segera menutup pintu kamar dan menguncinya. Sedangkan paketan dan tikus mati itu masih tergeletak di depan pintu. Ely mual, tidak sanggup membersihkan mayat hewan mengenaskan tersebut.

"Eh sebentar." Ely menghampiri tetangganya yang baru saja pulang. "Bang, baru balik?" tanyanya dengan wajah yang dibuat semanis mungkin.

Ely tak mengerti dengan yang dilakukan Anie sekarang. Aneh.

"Eh, Neng cantik. Ada apa nih? Tumben nyapa Abang duluan." Lelaki itu menyisir rambutnya dengan jari, kemudian mengedipkan sebelah matanya.

Ely ingin tertawa, tapi ia tahan sekuat tenaga. Benar-benar unik lelaki di depan Anie. Jika dilihat dari gelagatnya lelaki itu menyukai Anie.

"Bang aku lagi kesusahan nih! Bisa bantuin gak?"

"Bantuin apa Neng Cantik?"

Anie menggeser tubuhnya ke samping. Lalu menoleh ke belakang. "Ada yang iseng ngirim paketan isinya tikus mati. Aku gak berani buang, Bang. Bisa minta tolong?"

Pemuda itu melongok dan melihat bangkai tikus tergeletak. "Buset, siapa yang ngirim? Kejam amat."

"Nah ini aku mau minta tolong lihatin CCTV buat nyari yang ngirim. Abang boleh minta tong buangin?"

"Buat Neng Cantik apa sih yang gak." Lelaki itu meletakkan tas di depan pintu kamarnya, kemudian berjalan mengambil sapu dan serok.

"Ya udah Bang, aku tinggal ke rumah Bu Kos dulu, ya!" Anie tersenyum manja kemudian menghampiri Ely yang masih menunggunya dengan sabar.

"Lo beneran bakat jadi wanita penggoda An." Ely tertawa.

"Sayangnya gue gak bisa godain Pak Melky."

Mereka tertawa bersama. Masalah tikus dan paketan di depan pintu sudah selesai. Kini tinggal mencari orang yang mengirim paketan tersebut.

Ely dan Anie sampai di rumah Bu Kos. Beruntung wanita paruh baya itu tengah berada di depan rumah tengah membersihkan taman. Anie dengan sedikit bercanda mengutarakan maksudnya agar diperbolehkan melihat rekaman CCTV untuk mencari orang yang mengirim paketan tersebut.

"Memang kenapa, Beb?"

Ely mendelik. Bu Kos memanggil Anie beb? Waw sekali.

"Itu loh, Bu masa isinya tikus mati dengan leher hampir putus," adunya.

"Serius?" Bu Kos langsung meletakkan gunting taman. "Kalau begitu, kita cari siapa pengirimnya. Ayo masuk!" Ia mengajak Ely dan Anie masuk ke rumahnya untuk mengecek CCTV.

Anie duduk di depan meja komputer. Bapak Kos yang memutarkan rekaman CCTV.

"Kayaknya ini kurir online, Neng. Jadi mungkin dia juga disuruh orang," ujar Bapak Kos.

Ely mengangguk. "Kayaknya iya. Eh, tapi plat motornya kelihatan gak, Pak?" tanyanya.

Rekaman diperbesar. Plat nomor dicatatnya, tak lupa Ely memotret motor yang dipakai lewat layar komputer.

"Coba kalian cari di kantor ini. Terus cari nomor platnya."

"Ide bagus tuh!" Anie segera mengucapkan terima kasih dan mengajak Ely untuk kembali ke kamarnya.

**

"Lo yakin mau cari orang itu, El?" tanya Anie. Mereka sudah berada di kantor kurir online yang mengantar paketan tersebut.

"Iya. Lo takut, ya?" tanya Ely.

"Bukan takut, tapi gimana kalau yang ngirim paketan itu tahu kalau kita sedang mencarinya?"

Ely menghentikan langkahnya. "Kayaknya lo pulang aja deh, An. Gue gak mau lo ikut-ikutan kena masalah gara-gara gue."

"Tapi nanti lo sendirian, El."

"I am oke. Yang penting lo jangan ikut kena teror. Sana balik. Hati-hati. Nanti gue mampir lagi ke kosan."

Anie mengangguk. Ia kemudian membalikkan badan meninggalkan Ely. Tak lupa memberi info kepada kekasihnya tentang perkembangan kasus teror yang baru tadi dialami.

Ely sampai di depan pintu kantor tersebut, tapi terlambat. Tulisan ditempel di depan pintu menunjukkan kalau jam operasional sudah selesai.

"Ah, apa gue harus balik besok, ya?" Ely menoleh kiri kanan mencari satpam yang berjaga di tempat itu.

Karena tidak menemukan satpam, Ely memutuskan untuk meninggalkan kantor tersebut dan pulang. Biar besok pagi ia kembali ke sini lagi untuk mencari pemilik plat kendaraan yang nomornya sudah ia catat.

Ely baru keluar dari gerbang, ketika Keynan sudah berjalan ke arahnya.

"El. Apa kabar?" Lelaki itu berhenti di depan Ely.

"Mau apa lo ke sini? Kok lo bisa tahu kalau gue ada di sini?" tanya Ely curiga.

"Kita ngobrol di dalam mobil saja, ya!" Keynan menarik tangan istrinya dan mengajaknya masuk ke mobil.

Ely menurut. Ia duduk di kursi penumpang dan menatap ke arah suami kontraknya. "Jawab dulu pertanyaan gue, gimana lo tahu gue di sini?"

Keynan tersenyum canggung. "Gue mau minta maaf."

"Minta maaf untuk yang mana? Yang kemarin? Waktu kalian nganu di ruang tamu? Udah gue maafin, cuma masih kebayang-bayang aja."

"Bukan itu, El. Ada lagi!"

"Oh, pas lo ngajak pacar lo ke mall?"

"Bukan Ely. Bukan itu."

"Lalu apa?"

"Gue ngikutin lo dari tadi, sejak dari kosan teman lo."

"Lah? Lo kurang kerjaan apa? Ngapain ngikutin gue?"

"Karena gue mau minta maaf, Ely. Lo sekarang berada di posisi ini karena gue. Sebenarnya lo gak perlu kok nyari pengirim paket itu, karena gue tahu siapa pelakunya."

"Loh, kok lo bisa tahu gue nyari pengirim paket itu? Kok lo juga tahu kalau gue dapat paketan? Jangan-jangan ...."