Selama Ely membersihkan ruangan itu, Keynan yang sibuk mengatur semua orang yang membantunya. Ia bahkan memesan makan malam untuk semua orang.
Bagaimana ia tega dengan Ely, kalau semua yang terjadi pada gadis itu karena ulah Jhon. Ah, jika ia bisa mengulang waktu, ingin rasanya menolak dan tidak menjalani hubungan dengan lelaki itu. Sepanjang yang ia alami, hanya dengan Jhon dunianya berasa tidak baik-baik saja.
Cukup paham ia, jika Jhon bukanlah orang yang tepat untuknya, tapi bagaimana lagi, jika ia meminta untuk mengakhiri hubungan mereka, pasti ancaman akan mempublikasikan semua yang terjadi di antara mereka, kepada wartawan dan media luas.
Keynan pasrah, ia menjalani semuanya setengah hati. Dan lama-lama menjadi sepenuh hati karena perhatian dari Jhon yang tidak pernah ia rasakan dari orang lain.
"Key, lo ngelamun?" Ely menepuk pundaknya.
Keynan menunduk menatap wajah gadis di depannya. "Gue mau minta maaf!"
"Udahlah, lo kebanyakan minta maaf tahu gak?" Ely terkekeh. "Makasih, ya. Bentar lagi selesai tuh."
Keynan mengalihkan pandangan ke dalam ruangan. "Keren, hanya dalam waktu lima jam bisa jadi serapi ini."
"Itulah tugas kami, Tuan Keynan Alexander." Ely tertawa lebar. "Gue capek banget tapi."
"Nanti pulang gue pijitin."
"Dih ogah. Modus lo."
Keynan sudah menyiapkan beberapa juta untuk lima orang yang membantu Ely. Masing-masing mendapat dua juta untuk pekerjaan mereka malam ini. Ia akan melakukan apa pun demi menyelesaikan masalah yang ditimbulkan Jhon.
"Kalian ada hubungan apa sih sebenarnya?" tanya Anie yang curiga sejak tadi. Ia ikut dalam orang-orang yang membantu Ely menyelesaikan pekerjaan tambahan itu.
"Just friends! Ya kan, Key?" Ely menyikut perut Keynan.
"Yes. Kasihan soalnya Ely kalau harus membersihkan tempat ini sendirian, besok pagi aja belum tentu selesai."
"Tapi kenapa lo yang nyari bantuan?" tanya Anie lagi.
"Bukan gue, tadi Ely yang minta gue nyariin bantuan. Kalau dia sendiri mungkin kalian gak akan mau kan? Makanya gue yang maju."
Anie mengangguk. Entah percaya atau tidak, yang jelas masalah wawancara dengan cewek super kepo itu sudah selesai.
Ely melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul sepuluh malam.
Tinggal mengepel dan setelahnya selesai. Keynan mengambil lima amplop yang sudah disiapkannya, lalu memberikan kepada lima orang itu.
"Ini sebagai ucapan terima kasih gue karena kalian udah bantuin Ely."
"Serius ini buat kita?" tanya Mail, salah satu yang membantu Ely.
Ely mendelik memberi kode pada Keynan.
"Maksudnya Ely pinjem uang sama gue, buat ngasih kalian tanda terima kasih." Lelaki berparas tampan itu terkekeh.
"Buset, lo pinjem sama Keynan, El?" tanya Anie.
"Iya. Nanti balikinnya boleh nyicil kok. Ya masa gue minta tolong kalian tapi gak ngasih apa-apa, kan? Mana tadi awalnya ruangan ini berantakan banget, udah kek pasar setan aja. Sekarang, bersih dan siap untuk dipakai besok pagi."
"Tapi ini gaji kita setengah bulan, El!" Buny melotot melihat lembaran merah berjumlah dua puluh.
"Gak apa-apa. Makasih banyak, ya!"
Mereka pulang setelah selesai dengan pekerjaannya. Anie dijemput kekasihnya, jadi dengan berat hati ia meninggalkan Ely untuk pulang sendiri. Ia belum siap mengenalkan kekasihnya pada Ely.
"Langsung pulang?!"
Ely meluruskan kakinya. "Bentar, Key. Gue capek banget!"
"Lo hebat, El. Gue mana mau kerja kotor-kotoran dan gajinya kecil kek gitu." Keynan terkekeh.
"Ya elo enak, Key, punya wajah tampan. Nah gue? Muka pas-pasan, mau kerja apa lagi kalau gak gini? Jadi model? Jadi artis? Mana ada yang mau ngorbitin gue."
"Sukanya merendah ish. Lo itu manis, El. Dari dulu sampai sekarang."
"Sok tahu. Emang lo udah pernah nyicip?" Ely tertawa lebar.
"Lo lupa waktu itu?"
Wajah Ely blussing. Ia memalingkan wajahnya ke samping menghindari tatapan Keynan.
"Ya udah, yuk pulang!" ajak Keynan.
"Gue capek, Key. Pegal!"
Keynan jongkok di depan Ely. "Sini gendong!"
Hah? Ely menatap punggung Keynan tanpa bisa berkata-kata. Kokoh sekali! Rasanya pengen nemplok.
"El, ayo naik! Gue gendong lo sampai parkiran!"
"Serius? Gue berat!"
"Seberat-beratnya elo, gue masih kuat. Masih beratan juga beban hidup gue."
Ely naik ke punggung Keynan. Dari balik punggung itu, ia bisa menghirup aroma parfum dan shampo yang dipakai suami kontraknya.
"Berat lo berapa sih?" tanya Keynan di sela-sela langkahnya.
"Kenapa? Lo capek, ya?"
"Gak. Kek gendong anak SD gue!"
"Sialan!" Ely memukul punggung lelaki itu. Ia lalu menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata.
Untuk kali ini saja, biarkan ia menganggap Keynan laki-laki normal. Biarkan sekali saja, ia merasakan lagi hangatnya lelaki yang sejak lima tahun lebih ia rindukan kehadirannya.
Mereka sampai di mobil. Keynan memasangkan sabuk pengaman untuk Ely. Wajah mereka sangat dekat, hingga hembusan napas Keynan terasa sampai di hati Ely.
Sangat dekat.
Dengan tanpa aba-aba, Keynan menoleh dan langsung mengecup bibir Ely.
Meski hanya kecupan singkat. Sangat singkat, tapi rasanya tidak hilang sampai malam harinya. Bahkan karena ciuman itu, Ely tidak bisa tidur, terbayang-bayang bibir Keynan yang lembut.
Gadis itu tidak bisa menyembunyikan perasaannya kali ini. Ia akan mulai menunjukkan pada Keynan tentang perasaan yang dimilikinya untuk lelaki cinta pertamanya.
Pukul dua dini hari pintu kamarnya diketuk dari luar.
"El, udah tidur?" Suara Keynan terdengar dari luar.
Ngantuk saja tidak lagi ia rasakan, bahkan lelah karena lembur tak berperikemanusiaan tadi juga tak lagi terasa. Efek bibir Keynan memang benar-benar dahsyat.
"Ely!"
Gadis itu bangun dari posisinya yang tengah berbaring menatap langit-langit. Ia merapikan rambutnya dan menata detak jantung yang tak lagi beraturan.
Dengan perasaan canggung, Ely membuka pintu kamarnya. "Ya, Key!"
Keynan berdiri di depannya. Lelaki itu sama canggungnya dengan dirinya.
"Ada apa?" tanya Ely memberanikan diri.
"Gue mau minta maaf!" Lelaki itu menggaruk kepalanya. "Soal tadi."
Ely mengangguk. "Iya, gak apa-apa."
Setelahnya dua orang tersebut kembali terdiam. Hingga dua menit lamanya, mereka hanya berdiri dan saling diam.
"El!"
"Hem."
"Gue ...."
"Lo kenapa, Key? Laper? Mau gue masakin?" tanya Ely.
"Boleh. Buatin ayam pedas manis, ya."
"Tapi stok ayam di kulkas udah abis, Key. Masak k
seadanya dulu gimana?"
"Em, boleh. Yang penting kamu yang masak deh!"
"Ya udah, gue ambil jedai dulu. Rambut gue berantakan gini." Ely tersenyum.
"Gak usah. Gue punya kok!" Keynan mengeluarkan karet rambut lucu dari sakunya. "Gue mau ngasih ini sama lo, tapi kok kayaknya kekanak-kanakan banget, jadi tadi agak ragu."
"Wah, lo yang beli ini?" tanya Ely melihat karet rambut itu.
"Iya. Ini gue beli pas kita masih kecil, belum sempat gue kasih lo. Waktu itu gue sempat kecewa karena lo pergi gak ngasih tahu gue, bahkan gue gak sempat ngasih kenang-kenangan buat lo."
"Jadi ini karet lo simpen bertahun-tahun?" tanya Ely tercengang.
"Iya."
Ely mendongak menatap pemuda di depannya. Ia berjinjit dan mengecup bibir lelaki itu. "Makasih."
Keynan diam terpaku. "El, lo ...."
"Gue kenapa, Key?"
Keynan meraih pinggang Ely dan kembali mencium gadis di depannya. Ia mengangkat tubuh Ely dan mendudukannya di meja.
Ini ciuman pertama terlama selama mereka bersama.
Keynan mengungkapkan perasaannya dengan lembut, berharap gadis itu bisa menerimanya apa adanya.
"Key, napas gue habis." Ely mendorong dada Keynan.
"Sini gue kasih napas buatan!" Keynan mengerling.
"Key, jangan bikin gue jatuh cinta sama lo."
"Kenapa? Kan emang itu perjanjian kita!"