"Lo terlalu dramatis, El. Tulangmu masih ada semua, bahkan sangat kuat. Buktinya tanganmu masih melingkar di leher gue." Keynan terkekeh.
Ely melepas tangannya yang melingkar di leher Keynan. Ia memejamkan mata, berharap wajah tampan di depannya segera pergi, agar jantung yang bertalu-talu tak bisa dikendalikan itu segera mereda detaknya.
"Lo mau ngehindarin gue, El? Ayolah buka matanya, karena itu yang membuat gue dipandang bukan sebagai Keynan Alexander, model terkenal yang dipuja bagai dewa, tapi seorang Alfa. Pemuda rapuh yang butuh celotehanmu agar selalu bisa bertahan untuk tetap hidup."
"Lo ngomong apa sih? Gue rasa lama-lama lo makin sok puitis deh." Ely mendorong tubuh Keynan dan berjalan cepat demi menghindari lelaki itu.
Keynan menggelengkan kepala jenaka. Ah, Ely, kenapa kini namanya selalu ada di setiap ia membuka mata?
Mungkinkah ia sedang jatuh cinta? Bisa jadi, tapi ia ragu dengan itu, karena bisa saja perasaan ini hanya sekedar ketertarikan biasa.
Yang jelas, saat ini, Keynan hanya ingin bersama Ely. Berdua saja. Tanpa diganggu oleh siapa pun, termasuk Jhon.
"Lo gak mau milih pakaian yang lain?" tanya Keynan ketika Ely sudah duduk di sofa.
"Mending lo anterin gue ke pasar, Key. Harganya bikin nyesek!"
"Tapi gue gak nyuruh lo bayar, El. Pilih sesuka lo, nanti gue yang akan membereskan semua."
Ely menggeleng. Mereka meninggalkan butik setelah Keynan menjelaskan siapa Ely kepada pemilik butik itu.
Mereka mengurungkan niat untuk pergi, dan memilih balik ke apartemen untuk istirahat.
"Kok ke sini?" tanya Ely keheranan. "Gak ke flat aja?"
"Jhon pasti di sana. Lo mau tarung lagi sama dia?" Keynan membimbing langkah Ely yang terlihat ragu.
Apartemennya di sini tidak banyak orang tahu, bahkan Ely satu-satunya orang yang diajak ke sini.
Mereka masuk ke sebuah ruangan sederhana. Kecil, tapi cukup nyaman.
"Lo sering ke sini, Key?" tanya Ely melihat sekeliling tempat itu.
"Iya. Kalau gue mau menyendiri pasti ke sini. Nanti lo tidur di kamar itu, gue di sini." Keynan menunjuk sebuah ruangan berukuran kurang lebih tiga kali empat meter. "Tapi di sini kamar mandinya di luar." Keyan menunjuk sebelah dapur.
"Oh iya, makasih tadi udah dibeliin baju!" Ely mengangkat belanjaannya.
"Gak mau bilang makasih dengan cara lain?"
"Apa?"
"Cium misalnya?"
Ely menundukkan kepala. "Key, gue bisa jantungan kalau lo terus begini."
"Ya udah, sana tidur. Biar lo gak jantungan."
Ely mengangguk. "Good night, Keynan." Ia berjinjit lalu mengecup bibir lelaki di depannya. Kemudian lari meninggalkan Keynan dan langsung mengunci kamar begitu saja.
Lelaki itu masuk ke kamarnya. Ia memandang langit-langit dan mengulang rasa ketika bibirnya menyapu lembut bibir Ely.
Apa rasanya memang semendebarkan ini?
Indah! Ia bahkan sangat yakin jika sekarang Ely juga tidak akan bisa tidur nyenyak, sama seperti dirinya.
[El.]
Keynan mencoba mengirim pesan untuk istrinya, berharap Ely belum tidur.
[Ya, Key!]
[Lo belum jawab pernyataan cinta gue.]
[Jangan sekarang, gue harus mikir dulu. Gak sabaran amat sih.]
[Lo belum tidur?]
[Udah. Ini balesinnya di dalam mimpi.]
[Gue pengen cerita sama lo. Tapi takut lo ngantuk, jadi besok aja, ya.]
Tidak ada balasan lagi. Tanda online warna hijau juga sudah hilang. Artinya Ely sudah tidur.
Keynan meletakkan ponselnya, kemudian mulai memejamkan mata berharap bertemu papanya di dalam mimpi. Dan ia akan menceritakan tentang gadis yang menjaganya sekarang.
Ely Angelica.
**
"Lo kenapa, El? Kok aneh banget sikap lo hari ini?" tanya Anie.
Jika rumah sakit jiwa dekat dengan tempatnya bekerja, mungkin sekarang Anie sudah menyeret Ely ke sana.
"Ah, gak. Hanya sedikit bahagia saja." Ely tertawa renyah. "Nanti pulang kerja gue traktir thai tea mau gak?"
"Wo jelas mau. Siapa yang nolak kalau dikasih gratisan, kan?"
Ely mengambil alat kebersihan dari tangan Anie. Ia berjalan ringan ke ruangan yang sekarang menjadi tugasnya untuk membersihkan.
Bukankah aneh rasanya? Efek dari ciuman Keynan semalam, membuat mood hari ini membaik meski wajah sinis Jhon memandangnya meremehkan.
Ely tak peduli, lebih tepatnya belajar tidak memperdulikan. Ia hanya ingin fokus pada dunianya. Pada dunia yang diciptakan bersama Keynan.
Selesai kerja, Ely dan Anie berjalan beriringan meninggalkan gedung itu. Mereka sudah melapisi seragam cleaning service dengan jaket.
"El, kayaknya ada sesuatu yang perlu lo katakan sama gue." Anie melihat sahabatnya yang tengah berbunga-bunga. "Siapa cowok itu?"
"Hah? Cowok apa? Gak ada ih!" Ely tidak berani memandang Anie, karena pasti gadis itu akan bisa melihat kebohongannya.
"Jangan mengelak, El. Gue bahkan penasaran jika lo sedang bermain api dengan salah satu model kita, dan yeah, sepertinya memang begitu."
"Gak ada, An."
"Tapi gue yakin banget. Apa lagi teror beberapa hari yang lalu itu."
Ely memalingkan wajahnya lagi. "Untuk sekarang gue belum bisa cerita, tapi nanti pasti akan gue ceritakan sama lo. Oke!"
Ani mengedikkan bahu. "Oke. Whatever."
Ely sudah mengirim pesan kalau ia sedang ada urusan sama Anie. Keynan juga tidak masalah, bahkan lelaki itu menyarankannya untuk tidak perlu izin kepadanya jika akan pergi, karena pasti Keynan mengizinkan.
Sekarang posisinya sangat menguntungkan bagi Ely, hanya saja ia kembali dihadapkan pada kenyataan, saat melihat Keynan masuk ke mobil sport bersama dengan Jhon.
"Sorry, gue mendadak ada urusan. Nih gue kasih lo duit, nanti lo beli thai tea sendiri, ya!" Ely memberikan selembar seratus ribuan, lalu mencari ojek pangkalan dan mengikuti mobil yang dikendarai Keynan bersama Jhon.
Anie hanya menatap kebingungan. Sepertinya Ely memang harus dibawa ke rumah sakit jiwa, minimal psikiater deh.
Tadi berbunga-bunga, sekarang sudah berubah lagi menjadi mode menyebalkan.
Ely mengikuti mobil mereka sampai di sebuah rumah, entah milik siapa ia tak tahu. Dan yang paling membuatnya kembali terluka, Keynan mengandeng lengan Jhon mesra.
Perasaannya sia-sia.
Cintanya mungkin bertepuk sebelah tangan sekarang, karena faktanya, Keynan hanya bilang di mulut jika akan berubah, tapi tetap menempel pada lelaki menyebalkan itu.
Apa ini saatnya untuk menyerah?
Ely tak yakin tentang itu. Sama tak yakinnya, jika ia bisa melanjutkan hubungan dengan Keynan ke arah yang lebih baik.
"Oke, mungkin gue harus kembali memikirkan ulang tentang jatuh cinta kepada Keynan," ujarnya parau.
Ia meyakinkan diri lagi, kalau perasaannya terhadap Keynan hanya sekedar simpati saja, bukan cinta yang sebenarnya. Tapi kenapa rasanya masih sakit dan menyesakkan?
"Sudahlah, ada masanya kamu harus bangun dari mimpi, El. Karena Keynan memang bukan lelaki normal ketika bertemu denganmu beberapa saat lalu." Ia mengusap air matanya dan membalikkan badan meninggalkan tempat itu.
[Selamat bersenang-senang dengan pacar lelakimu.]
Ely mengirimkan pesan untuk Keynan, kemudian mematikan sambungan data seluler.