"Hah? Lo gak lagi salah minum obat, kan?" Ely menempelkan telapak tangannya di dahi Keynan.
"Gaklah. Gue sehat." Keynan menatap lembut gadis di sebelahnya.
"Tapi keknya lo lagi demam deh!"
"Gak, Ely!"
Keynan tertawa melihat ekspresi Ely yang kebingungan. Ia lalu mengikuti langkah Ely ketika gadis itu masuk ke kamar. Lalu dengan santainya merebahkan diri di samping istrinya.
Ely tidak berkomentar. Ia hanya melihat Keynan yang semakin aneh menurutnya.
"El!"
"Hem!"
"Gue sayang sama lo!" Keynan mengambil bantal dan menutupkan ke wajahnya karena malu.
"Apa? Bilang sekali lagi?" Ely mencoba membuka bantal yang menutupi wajah Keynan. Tapi Keynan tidak membiarkan bantal itu berpindah dari sana.
Mereka saling tarik menarik, hingga akhirnya Keynan melepas bantal itu dan membuat Ely jatuh terjungkal dari ranjang.
"Aduh!" Ia mengelus kepalanya yang terjedot lantai.
"Sorry gue gak sengaja!" Keynan membantu Ely bangun dan memijat tangan Ely yang sakit karena tepentok meja.
"Sakit tahu!"
"Iya maaf. Bercanda aja tadi. Ya udah, sekarang tidur, yuk!" Keynan menaruh tangannya di bawah kepala Ely. Ia menjadikan lengannya sebagai bantal. "Gue cuma mau meluk lo doang, gak ngapa-ngapain kok."
"Padahal gue diapa-apain juga pasrah!" bisik Ely.
"Apa El?"
"Ah, gak! Lengan kamu pas dijadiin bantal."
**
Pagi harinya, mereka bangun dengan tidak langsung turun dari ranjang. Ely yang lebih dulu bangun tidak bergerak, ia takut menganggu Keynan yang masih pulas.
Dilihatnya wajah tampan yang sekarang hanya berjarak satu jengkal dari wajahnya. Tangannya terulur, ia membelai wajah Keynan dengan sayang.
"Kalau lo gak kayak sekarang, mungkin gue udah jatuh cinta sama lo berkali-kali, Key!"
Ia tersenyum.
"Tapi melihat lo sama Jhon kemarin, gue masih terbayang-bayang. Tapi gak apa-apa, gue akan berusaha untuk menerima lo apa adanya, asal lo mau berubah, ya!" Ia menenggelamkan diri di pelukan Keynan, kemudian memejamkan mata lagi.
Pukul tujuh, Keynan mulai bangun, ia melihat Ely yang tertidur lelap di pelukannya. Hatinya menghangat, saat melihat gadis yang dicintainya begitu tenang di dekapan.
Takut kalau Ely terganggu, akhirnya Keynan memilih untuk tidur lagi dan menunggu Ely lebih dulu bangun.
Barulah jam sembilan mereka membuka mata bersamaan, Ely yang melihat Keynan sudah bangun langsung menjauhkan diri dari pelukan lelaki itu.
"Laper!" Keynan mengelus perut dan memecah kecanggungan yang terjadi setelah mereka bangun.
"Gue masakin!" Ely langsung melompat dari ranjang dan pergi ke dapur. Ia mencuci wajah dan menggosok giginya di kamar mandi dekat dapur, karena canggung dengan Keynan jika melakukannya di kamar.
Ely memasak nasi goreng yang simple, ia juga menggoreng ayam ungkep. Mereka makan sambil bercanda dan menceritakan masa kecil dulu.
"Lo ada niat buat meninggalkan Jhon gak? Maksudku, em ... kembali suka sama cewek gitu!" Ely mengambil piring kotor di depannya, kemudian membawa ke wastafel dan mencuci bekas tempat sarapan mereka.
"Itu juga alasan gue nyari istri pura-pura. Dan beruntungnya cewek yang gue temukan itu elo, Angel gue saat kecil."
"Tapi beneran loh, ya, lo janji mau kembali ke kodrat yang seharusnya?"
"Gue gak bisa janji kalau gak yakin bisa nepatin. Tapi untuk yang satu ini, gue janji sama lo." Keynan mengangkat jari kelingkingnya.
Ely menyunggingkan senyum. "Gue akan bantu sebisa gue, Key."
Lelaki itu memeluk Ely dari belakang. Ia memejamkan mata dan menghirup aroma rambut Ely yang manis. Ah, jika bisa, ia ingin seperti ini selamanya. Bersama Ely, tanpa ada yang mengganggu hubungan mereka lagi.
Diurainya pelukan pada Ely, kemudian mengajak gadis itu untuk bersiap dan pergi ke suatu tempat. Menurutnya, pasti nanti Jhon akan ke sini, untuk menghindari kekasih lelakinya itu, lebih baik ia mengajak Ely pergi bersamanya.
"Lo sering ke tempat itu?" tanya Ely.
Sambil menyetir, Keynan menggeleng. "Jarang. Tapi sekarang lagi pengen."
"Jauh gak?"
"Nanti juga lo tahu sendiri, El."
Sepanjang perjalanan Ely terus saja bercerita tentang banyak hal. Tentang orang tuanya, tentang semua yang ia alami setelah meninggalkan rumah lamanya tanpa sempat berpamitan dengan Keynan dulu.
"El!" Keynan membelokkan mobilnya ke sebuah butik milik temannya.
"Ya?"
"Lo belum balas pernyataan cinta gue!"
Ely memalingkan wajah ke luar. Ia tidak yakin dengan perasaan Keynan, terlebih lagi perasaannya. Memang ada rasa berbeda saat Keynan mengatakan siapa dia sebenarnya, tapi bukan itu yang ia inginkan. Entahlah, Ely sendiri tidak paham dengan perasaan yang kini ia rasakan.
"El!"
"Kasih gue waktu, Key! Gue perlu menerima semua yang terjadi tiba-tiba di hidup gue ini."
"Tapi jangan lama-lama, ya!"
"Diusahakan. Nanti kalau saatnya tiba, gue pasti akan jujur kok sama lo."
Keynan mengangguk. Ia lalu mengajak Ely untuk turun dan masuk ke butik milik temannya. Mungkin membeli beberapa dress untuk gadisnya tidak masalah, siapa tahu dengan begitu Ely akan luluh.
"Bisa lo private dulu gak? Gue mau tempat yang lebih privasi." Keynan langsung meminta kepada sahabatnya.
"Lo mau ...?"
"Nganterin istri gue." Ia berkata sambil menggandeng tangan Ely. "Lo bisa jaga rahasia, kan? Dan please, gue mau selama gue di sini butik ditutup buat orang luar."
"Baiklah. Asal kau akan jujur tentang siapa wanita manis di sampingmu itu."
"Oke."
Keynan menarik tangan Ely ke deretan dress dengan potongan dada rendah. Ia mengambilkan satu dress berwarna navy dan menyodorkan kepada Ely. "Cobain!"
"Tapi gue ...."
"Gak usah protes! Tenang aja, ini gak potong gaji lo!"
Ely menatap Keynan yang penuh kejutan. Ia menerima dress itu kemudian berjinjit mengecup bibir Keynan. "Makasih, Key! Lo beneran cowok paling baik yang gue kenal."
Ia lalu masuk ke fitting room dan mencoba dress yang diberikan Keynan. Memang pas, seolah Keynan mengambilkan ini untuknya.
"Al, gimana?" Ely keluar dari fitting room dan berdiri di depan Keynan.
Keynan mengalihkan pandangannya dari ponsel ke gadis yang ada di depannya. "Waw, kamu cantik sekali, El!" Ia berdiri, kemudian berputar mengagumi sosok Ely yang berbeda jauh dari biasanya.
"Tapi harganya dua bulan gaji gue." Wajahnya memelas. "Gila banget!"
"Lo ambil semua yang lo mau, nanti gue yang bayar."
"Serius?"
"Iya. Tapi gue minta satu hal sama lo."
"Apa?"
Keynan menarik Ely masuk ke fitting room, kemudian mengunci pergerakan gadis itu ke tembok. "Gue minta ini!" Ia mencium bibir Ely dengan penuh perasaan.
Tubuh Ely melemas. Meski ini bukan ciuman pertamanya, tapi kali ini Ely merasakan kalau Keynan benar-benar menciumnya dengan perasaannya. Manis dan lembut.
"El!" Keynan menopang tubuh gadis di dekapannya.
"Tulang gue ilang semua."