Chereads / Devil Angel / Chapter 21 - Tidak Percaya Wanita

Chapter 21 - Tidak Percaya Wanita

"Masih marahan?" tanya Ely pada Keynan yang baru saja pulang kerja.

Lelaki itu mengangguk, lalu membuka pintu kulkas dan mengambil satu kaleng softdrink. "Biarin aja. Nanti juga bosan sendiri."

"Syukurin! Lagian mau-maunya punya pacar kek gitu." Ia duduk di samping Keynan. "Udah makan?"

Dia menggeleng. "Gak nafsu tadi. Capek banget rasanya."

"Capek tapi enak." Aku mengambil jas yang Keynan taruh di sofa, lalu membawanya ke keranjang baju kotor. "Kerja sekalian jalan-jalan. Empat hari di Bali dapat kenalan cewek gak?" tanya Ely memancing.

"Satu-satunya cewek yang dekat sama gue itu cuma elo, El."

Ely meringis. "Kalau cowok banyak?

Kini gantian Keynan yang meringis. "Sini!" Dia melambaikan tangan, lalu menepuk sofa di sebelahnya. "Pijitin!"

Ely menghampiri lelaki itu, lalu duduk di sampingnya dan mulai memijit bahu.

"Dunia sempit ya, El. Gue gak tahu kalau wanita kang ngosek toilet itu ternyata gadis samping rumah gue dulu."

"Ya sama. Emang gue tahu kalau model terkenal yang bernama Keynan Alexander itu Alfa!"

Keynan tertawa kecil. "Gue beruntung bisa ketemu lo lagi."

"Kenapa?"

"Karena emang selama ini gue nyariin lo. Pas malam setelah kita nikah itu, sempat ingin tanya, karena gue lihat bekas luka di pinggang lo itu."

Ely meraba pinggang. Bekas luka ini memang terbentuk dari kejadian waktu itu.

Ketika umurnya tujuh tahun, mereka pernah dikejar anjing di komplek perumahan. Alfa yang saat itu panik langsung terjun ke parit yang ada di samping komplek, sedangkan Ely tidak terpikir sampai situ. Ia memilih memanjat pohon untuk menghindari si anjing.

Malang tak dapat ditolak, ranting yang dipijak rapuh. Dengan mulusnya, tubuh terjun ke tanah dan jatuh tepat di depan anjing itu. Hewan bergigi runcing tersebut langsung berlari ketakutan ketika Ely mengambil ranting yang patah itu dan memukul kepalanya dengan keras.

Sayangnya pinggang Ely terkena batu runcing yang ada di bawah pohon. Darah mengalir dari sana, bahkan sampai dibawa ke rumah sakit karena harus dijahit.

"El!" Keynan menepuk pipi gadis di sampingnya.

Lamunan Ely buyar seketika. "Sorry!" Kembali ia memijat bahunya. "Boleh tanya sesuatu?"

Keynan menarik napas, lalu menghembuskan kasar. "Gue tahu apa yang mau lo tanyain."

"Kenapa?" Pijatannya berhenti, kali ini dengan serius Ely mendengarkan apa yang akan diceritakan oleh Keynan.

Lelaki berahang keras itu menoleh, dia melihat wajah Ely dan tersenyum. "Gue gak percaya perempuan!"

"Hah?"

Dia mulai bercerita tentang masa lalunya sampai tidak lagi bisa mempercayai wanita.

Keynan dibesarkan di dalam keluarga broken home. Sekilas memang terlihat biasa saja dari luar, karena mereka pintar menyembunyikan masalah. Bahkan Ely saja tidak tahu jelas, kalau bukan menjadi tetangga mereka bertahun-tahun, tidak akan percaya apa yang dikatakan lelaki di depannya.

Ibunya seorang pekerja keras. Dia salut untuk itu. Tapi semenjak sang ibu bekerja menggantikan ayahnya, keluarga mereka hancur. Wanita yang melahirkan Keynan itu sering pulang malam, bahkan beberapa kali tidak pulang dan memilih tinggal di tempat pacarnya.

Ayahnya sering mengingatkan tentang status wanita itu yang sudah berkeluarga dan mempunyai seorang anak, tapi karena cinta buta, nasihat dari ayahnya hanya dianggap angin lalu.

Pernah suatu ketika Keynan terpaksa tinggal di rumah bersama ibunya, karena sang ayah memutuskan merantau ke Korea untuk mencari uang. Itu menjadi awal mula Keynan benci terhadap ibunya.

"Wait, maksudnya ... lo?" Ely menutup mulut dengan kedua tangan.

Lelaki itu mengangguk.

"Oh, gue baru tahu!" Ia beringsut mendekatinya, lalu memeluk Keynan yang terlihat hancur dan menahan emosi.

Kadang, kita menyimpulkan suatu hal hanya dari satu sudut pandang saja, tapi menghakimi seolah merasa paling benar tak pernah punya dosa.

Seperti yang terjadi pada Keynan. Ely baru tahu, karena dulu dia tidak pernah menceritakan ketika mereka sering bersama. Lelaki yang ia kenal sebagai ayahnya waktu itu ternyata pacar ibunya Keynan. Mereka tinggal bersama, saat ayah kandungnya sedang berjuang mencari nafkah di negeri orang.

"Gue merasa gak pantas hidup, El. Lo tahu itu?" Dia terisak. Iya, seorang Keynan Alexander terisak di dalam pelukan Ely.

Jika belum tahu penyebabnya, mungkin Ely akan menertawakan Keynan. Ya kali seorang lelaki tampan, model yang namanya sedang naik daun menangis di pelukan wanita. Aneh, kan?

"Gue udah balik, Al. Lo akan baik-baik aja. Oke!"

Dia korban pelecahan! Bertahun-tahun oleh lelaki yang dibawa ibunya masuk ke rumah. Sakit! Jelas! Ely tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya Keynan waktu itu, dan sialnya, dia tidak pernah bercerita atau menunjukkan kesakitannya sama sekali.

Jika boleh mengumpat, mungkin sekarang Ely akan melakukannya. Dia depan lelaki yang membuat Keynan seperti ini tentu saja.

"Kalau gue nolak, dia gak beri gue makan seharian, El. Makanya sering kali gue minta makan sama lo, kan!"

Ely mengangguk.

"Pernah gue pengen bunuh diri, tapi ketahuan sama ibu."

"Lalu?" Ia mengambil tisu, kemudian membersihkan air mata Keynan.

"Dia marah. Tapi ketika pacarnya kembali, dia malah menyalahkan gue, katanya gue yang menggoda pacarnya sampai terjadi hal seperti itu."

It's fucking!

"Lo gak ada niat buat nyantet mereka gitu? Emosi gue!"

Keynan tertawa kecil. "Lo kenapa marah? Harusnya gue yang marah sama mereka."

"Ya gimana, heran aja ... ah, sialan! Kalau gue jadi lo, udah gue santet biar itunya melendung trus meletus." Ely berdiri, kemudian mengambil air putih dan meneguknya hingga tandas. Tak lupa mengambilkan untuk Keynan juga.

"Gue aneh, ya, El?" Keynan menerima uluran gelas dariku, lalu meminumnya sedikit. "Masa cowok suka sama cowok!"

"Ah, gak!" Ely menggeleng kuat-kuat. Kalau kemarin, dua bulan yang lalu, ia memang melihatnya sebagai orang aneh tidak normal. Sekarang, ketika mengetahui penyebabnya, Ely jadi merasa kasihan kepada lelaki itu.

Orang tua seharusnya menjadi pelindung bagi anaknya. Rumah seharusnya menjadi tempat teraman, dari pada dunia luar. Tapi jika rumah menjadi tempat yang paling berbahaya bagi anak, apakah masih bisa disebut sebuah "rumah"?

Ia rasa tidak.

"Kenapa lo gak kabur?" tanya Ely lagi.

Keynan membuka kemeja putihnya, lalu kaos oblong yang dia pakai.

"Eh, lo mau ngapain?" Ely menutup mata dengan telapak tangan.

"Ini." Dia memperlihatkan bekas luka di dada kiri agak bawah. "Gue pernah berniat kabur, tapi ketahuan, laki-laki itu memukul dengan patahan pagar besi yang ada di depan rumah. Tulang rusuk gue retak, ini juga bekas jahitannya masih terlihat."

"What?"

Keynan tersenyum.

"Ayo berangkat!" Ely beranjak dari sofa, kemudian menarik tangan Keynan.

"Ke mana?"

"Dukun santet!"

Keynan tertawa. "Nanti gue boleh tidur sama lo gak?"

"Hah?"