"El, ulangi! Gue belum denger tadi."
"Gak ada siaran ulang." Ely mendekatkan tubuhnya ke Keynan ketika ada orang yang masuk ke lift dari lantai satu.
Dari jarak sedekat ini, ia bisa mencium bau parfum dari lelaki itu. Sudah berubah lebih maskulin dari terakhir ia tahu.
"Kenapa lo?" tanya Keynan ketika kepala Ely bersandar di lengan atasnya.
Tinggi mereka selisih lebih dari dua puluh centi, jadi ketika berdiri bersisihan seperti ini, kepala Ely hanya sampai di lengan atasnya saja.
"Biar kayak di film-film, romantis di lift."
Lelaki itu tertawa lirih. Mereka bergeser ke belakang lagi ketika ada orang yang masuk ke lift lagi.
"Romantis di lift itu bukan kek gitu."
"Oh, terus gimana?"
"Nanti gue kasih tahu."
Mereka sengaja tidak turun ketika sampai di lantai tempat flat Keynan berada. Sebenarnya Ely hanya mengikuti Keynan saja, di samping itu ia juga penasaran dengan romantisme di lift versi suaminya tersebut seperti apa. Kali aja dapat yang bisa membuat semangatnya kembali berkobar, kan.
Ciuman singkat misalnya.
Dan benar saja, sesaat setelah semua orang di dalam lift sudah turun, Keynan langsung menarik Ely ke pojok di mana CCTV tidak bisa menyorot mereka. Tangannya melingkar di pinggang Ely, kemudian mendekatkan wajahnya. "Mau lihat romantis di lift itu kek apa?"
Ely mengangguk kecil.
Dengan tanpa basa-basi lagi, diciumnya bibir Ely dengan lembut.
Seketika seluruh syaraf yang ada di tubuh Ely melemas. 'Tolong, mau pingsan,' teriaknya dalam hati.
Beberapa detik setelahnya, Keynan melepaskan tubuh Ely. Ia pindah ke belakang tubuh Ely untuk menopang gadis itu yang terlihat melemas. "Gimana?"
Ely diam. Mau menjawab seolah bibirnya tak bisa terbuka.
Mereka keluar lift, dan saat itu terlihat Jhon di yang berjalan ke arah mereka.
"Hei, you! Ngapain dekat-dekat pacar kesayangan aku?" Jhon menunjuk Ely.
"Dih pede. Bukan gue yang deket-deket, tapi Keynan yang mau deket terus. Lagian wajar dong kami dekat, kan sudah sah sebagai suami istri. Ape lo?" Ely menjauhkan diri dari tubuh Keynan. "Urusin dulu orang gak jelas itu, males gue lihat mukanya!"
Keynan menarik tangan Ely. "Mau ke mana?"
"Minggat!"
"Lepasin tangan dia!" Jhon berlari, lalu menepis tangan Keynan yang masih mencekal pergelangan Ely. "Aku cemburu!" Dia merajuk.
Satu sudut bibir Ely tarik ke atas. "Jijik!"
"Pergi sana lo!" Jhon mendorong tubuh wanita itu.
"Jangan kasar, Jhon!"
"Wait! Kamu manggil aku apa? Jhon? Gak pake sayang? Kamu berubah, Keynan!"
Ely berjalan cepat meninggalkan kedua lelaki itu. Peduli amat dengan Jhon yang merajuk dan bertingkah manja layaknya cewek, bahkan dia mengancam Ely sebelum akhirnya membeberkan perasaan cemburunya selama Ely dan Keynan bersama.
Akhirnya ia bisa dapat pembelaan dari Keynan.
Bahagia? Jelas!
Itu berarti kesempatan untuk membuat Keynan kembali ke jalan yang seharusnya masih ada. Semoga saja ini menjadi awal yang baik untuk pekerjaan yang sedang Ely jalani, yaitu membuat Keynan kembali menyukai wanita.
Satu jendela sudah terbuka, yaitu tentang Keynan yang ternyata Alfa. Ah, bukan, hanya teman masa kecil Ely. Berharap jendela lainnya akan turut terbuka, dengan begitu, Ely bisa mengintip ke dalam ruang hati Keynan, dan menemukan penyebab dia menjadi seperti sekarang.
"El! Bisa minta tolong sebentar!" teriak Keynan.
Mereka sudah berada di dalam flat Keynan.
Ely menghela napas, kemudian menyiapkan telinga, karena pasti Jhon akan menyemburkan kalimat menyakitkan nantinya.
"Apa?" tanya Ely ketika sudah ada di depan mereka berdua.
"Boleh minta tolong ...."
"Belikan aku pizza!" Jhon menyambar.
"What?"
"Kuping kamu gak budeg, kan? Belikan aku pizza! Sekarang!"
"Gue bukan pembantu lo! Tadi minta spaghetti, sekarang pizza, nanti apa? Honda Jazz?"
"Heh, jangan mentang-mentang kamu ...."
"Sudahlah! Kita bisa beli lewat aplikasi, kan?" Keynan menarik napasnya. "Ely lagi capek, dia harus istirahat."
"Ish, bela aja terus!" Jhon berdiri, lalu menghentakkan kakinya ke lantai dan masuk kamar.
Ely menahan tawa melihat tingkah pacar lelaki Keynan tersebut.
"Sorry, ya. Jhon emang gitu orangnya." Dia menunduk.
"Dan lo masih mau sama dia? Duh, Alfa!" Ely melipat tangan di depan dada.
"Lo manggil gue apa?"
"Alfa!"
Keynan tersenyum. "Lo masuk kamar sana! Nanti gue panggil kalau Jhon udah pergi."
"Mau ngusir boneka mampang itu? Oke deh!"
**
"Kenapa dia? Sinis amat ngelihatnya!" Ely mendekati Keynan yang baru saja kembali dari pemotretan outdoor di pantai.
"Ya gara-gara kemarin lusa itu." Keynan menjawab lemas.
"Oh. Baguslah!" Ely meneruskan mengepel lantai. Semoga saja Jhon mutusin Keynan, dengan begitu, tugasnya akan semakin mudah.
Setelah semua pekerjaan selesai, Ely berniat rehat sebentar. Pegal sekali rasanya pinggang dan pundak. Hari Senin memang menjadi hari paling melelahkan, selain masih mager karena baru libur, juga pekerjaan yang berganti-ganti setiap minggunya.
Setelah minggu kemarin mendapat bagian membersihkan lantai dua, minggu ini hanya mendapat bagian mengepel lantai saja, tapi seluruh tempat ini.
"Sudah selesai?" tanya Anie.
Ely mengangguk. "Capek banget! Semakin lama kek disiksa kerja di sini, Beb."
"Ah, gak. Kayaknya biasa aja."
"Biasa? Empat lantai loh, aku ngepel empat lantai semua." Kali ini, gedung sebelah menjadi tempat kerja Ely yang baru. Bukan baru, tapi memang seluruh cleaning service dirolling dari gedung kanan ke kiri setiap bulannya.
Anie tertawa. "Kayaknya ada yang ngerjain lo, Beb. Baru kali ini loh ada sistem kerja gini. Sebelumya gak kan?"
"Nah makanya!"
"Gue jadi inget masalah lo sama Jhon."
Ely pun sama. Karena setelah hari di mana lelaki itu playing victim, pekerjaannya tambah banyak. Entah disuruh nyapu ulang, entah yang membuang sampah bahkan sampai nunggu truk pengangkutnya datang, dan sekarang disuruh ngepel semua tempat di kantor ini.
Ah, sialan!
Ely melirik arloji yang melingkar di pergelangan. Lima menit lagi waktunya pulang. Lebih baik beres-beres dan setelahnya cepat kabur dari tempat ini.
Baru saja selesai meletakkan alat pel di gudang, supervisor menghadang. "Mau ke mana?" tanyanya. Jhon berdiri di samping lelaki buncit itu.
Perasaan Ely tidak enak.
"Pulang, Pak!"
"Pekerjaan kamu sudah selesai?"
Aku mengangguk.
"Kamu lembur. Bersihkan ruangan di samping gudang belakang. Pastikan tidak ada debu yang menempel, baru setelah itu boleh pulang!" perintahnya.
'Belum puaskah dia menyiksaku seharian? Dan saat waktunya pulang, dia menyuruhku untuk membersihkan tempat yang orang saja enggan masuk itu? Hais, pasti ini ulah si lelaki menyebalkan yang sekarang tersenyum sinis sambil menatapku itu,' batin Ely.
Dari pada berakhir dengan mendapat SP lagi, Ely mengangguk pasrah. Dengan keberanian yang penuh, ia buka ruangan yang harus dibersihkan. Dengar-dengar, tempat ini salah satu ruangan yang paling seram, karena pernah ada salah satu model yang bunuh diri di sini.
Pertama melihat seisi ruangan badan langsung lemas. Berantakan sekali!
"Bye bye pelakor! Semoga kau tidak dihantui penunggu ruangan ini!" Jhon berbisik di telinga Ely, lalu pergi sambil tertawa puas. Kapan dia datang? Tiba-tiba saja sudah berada di belakangku.
"Lo itu hantunya!" teriak Ely.
"Hantu yang akan membuat hari-harimu menderita!" Dia balas berteriak, lalu tubuhnya hilang setelah berbelok ke kiri dan masuk ke lorong, yang menghubungkan gedung utama dan gedung belakang.
Kan, sudah diduga kalau lelaki itu yang membuat hari ini menjadi suram dan melelahkan. Ingin rasanya pergi dan kabur, dari pada sendirian di sini. Pastinya tengah malam baru kelar, karena pasti tidak akan selesai kurang dari empat jam.
Ely duduk di depan pintu. Kepala menoleh ke kanan dan kiri, berharap ada orang yang datang menyelamatkan, tapi nihil. Ruangan ini berada di bagian belakang gedung, yang pastinya jarang orang ke sini.
Tapi selang beberapa menit, terlihat Keynan berjalan ke arahnya. Di belakangnya, lima orang dengan seragam yang sama dengan Ely mengikuti langkahnya. Gadis itu tersenyum senang.
"Gak usah manyun, nih gue bawain pasukan!"
Uh, so sweet. Jadi pengen meluk deh.