Hanna menatap ponselnya. Dia melihat ada pesan masuk dari kedua teman dekatnya, Adel dan Helen yang bertanya tentang keadaan dia. Dia sudah lama tidak menemui mereka. Hanna membalas pesan dari temannya, dia mau ketemu dengan mereka.
"Bisa, Hanna. Aku hari ini libur," kata Adel di dalam pesan.
"Kalau Helen, libur enggak?" tanya Hanna di grup mereka bertiga.
"Aku memang hari ini ambil cuti dan pas banget aku pengen ketemuan sama kalian, apalagi Hanna sombong amat nih. Sudah lama tidak menyapa kita," jawab Helen.
"Enggaklah. Aku kemarin sibuk sama keluarga aku," kata Hanna.
"Iya, Hanna. Aku cuma bercanda. Ya sudah nanti ketemu di mana enaknya?" tanya Helen.
"Bagaimana kalau ketemu di apartemen aku aja?" tanya Adel.
"Wah, ceritanya kita mau dimasakin makanan nih," balas Helen.
Hanna tersenyum-senyum sendiri saat membaca pesan dari temannya membuat Edgar memperhatikan dia menaikkan sebelah alisnya.
"Hanna," panggil Edgar dengan suara beratnya.
Hanna tersadar kalau di hadapannya masih ada kekasihnya. "Iya ada apa?" tanya Hanna dengan raut wajah berubah datar.
"Kenapa kamu tersenyum tidak mengajak aku?" tanya Edgar.
"Aku nanti mau pergi sama teman-temanku. Kami sudah lama tidak ketemu," jawab Hanna ketus.
"Pria atau wanita?" tanya Edgar
Edgar berusaha terlihat santai di hadapan Hanna, tapi sebenarnya dia saat ini sedang menahan amarahnya.
"Bukan urusan kamu. Lagian aku juga tidak pernah bertanya kamu ke mana dan sama siapa," jawab Hanna.
"Sayang, kamu marah-marah mulu dari semalam, ada apa sih?" tanya Edgar mengambil tangan Hanna lalu menggenggamnya.
"Ya kalau menurut kamu aku sebagai kekasih kamu apakah tidak berhak mengetahui semuanya? Kenapa aku jadi merasa seperti wanita simpanan kamu saat ini, ya? Kamu bahkan belum bisa jujur untuk semua tentang kamu," jawab Hanna.
"Sayang, aku tidak jujur apa lagi? Aku sudah memperkenalkan kamu sama adikku, apa lagi yang kamu mau? Teman-temanku kamu juga sudah kenal," balas Edgar.
"Oh begitu, bagaimana kalau aku tanya kamu semalam keluar kamar lalu balik di tengah malam dari mana?" tanya Hanna.
"Sayang, aku ada urusan yang membutuhkan diriku," jawab Edgar.
"Hahaha, urusan apa? Aku tidak sebodoh yang kamu kira. Cukup untuk hari ini, lebih baik kamu jujur sebelum aku tahu sendiri," kata Hanna.
"Sayang, kamu mau ke mana?" tanya Edgar melihat Hanna yang berdiri.
"Aku mau membereskan piring-piring ini lalu pergi menemui teman-temanku," jawab Hanna.
"Biar aku saja yang membereskan. Kamu bersiap saja, aku antar," kata Edgar.
"Tidak perlu, aku bisa pergi sendiri. Aku mohon jangan memaksa aku," balas Hanna mengambil piring-piring itu.
Prang prang
Hanna terkejut dan menatap nanar piring yang dipecahkan oleh Edgar. Dia tidak menyangka pria itu akan berbuat kasar.
"Cukup, Sayang. Aku sudah bersabar, sekarang katakan apa yang kamu lihat kemarin? Apakah kamu melihat aku sedang bersama wanita lain, hmm?" tanya Edgar sambil melemparkan piring-piring itu.
Hanna bergerak mundur. Dia tidak menyangka Edgar akan sangat marah hanya karena penolakan dari dia.
"Iya aku melihatnya!" teriak Hanna dengan mata berkaca-kaca.
Edgar memejamkan matanya. Dia menggenggam tangan Hanna, tapi ditepis.
"Sayang, aku tidak mau melukai kamu dengan memaksa untuk menyentuh kamu," kata Edgar.
"Oh, jadi kamu memilih wanita lain untuk memuaskan kamu dan selingkuh dari aku. Apakah kamu merasa puas dengan wanita itu? Kalau kamu masih berselingkuh dengan wanita lain, anggap saja aku berutang budi pada kamu dan aku akan segera melunasi semua utang," balas Hanna menitikkan air matanya.
"Sayang, Hanna!" teriak Edgar.
Hanna berlari masuk ke dalam kamar. Dia lalu mengunci pintunya.
"Sialan! Seharusnya aku tidak bertemu dengan Betty di sini," gumam Edgar.
Bugh
Egar memukul meja makan di hadapannya. Dia lalu melangkah ke kamar.
***
Hanna yang berada di dalam kamar duduk di depan pintu sambil menangis tersedu-sedu.
"Kenapa dia tega membohongi aku begini?" gumam Hanna.
"Hanna, dengar penjelasan aku dulu. Aku tahu perbuatan aku tidak bisa dibenarkan. Hanna, buka pintunya," kata Edgar menggedor-gedor pintu kamar.
"Biarin aku sendiri, Edgar. Aku mohon, aku butuh waktu," balas Hanna.
"Sayang, aku ini pria. Aku semalam benar-benar tidak kuat, aku menyesal kemarin menyentuh kamu. Aku jadi sangat mendambakan kamu, tapi aku tidak mau menyakiti kamu," kata Edgar.
Cklek
Hanna membuka pintu kamar dengan wajah penuh air mata. Hati dia terasa sangat sakit saat mengingat apa yang dia lihat semalam.
"Iya karena aku tidak bisa memberikan itu. Sekarang kamu bebas berselingkuh. Jangan-jangan selama ini memang kamu suka bermain perempuan dan memberikan mereka pertolongan hingga wanita-wanita itu berutang budi sama kamu," kata Hanna sambil menunjuk wajah Edgar.
"Sayang, aku tidak suka melihat kamu sekasar ini dan menuduh aku tidak ikhlas membantu kamu. Aku minta maaf," balas Edgar sambil menggenggam jari telunjuk Hanna yang menunjuknya.
"Hentikan omong kosong kamu. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan diriku sendiri yang mudah sekali percaya sama kamu. Kali ini aku tidak akan mengulangi hal yang sama. Aku sangat berterima kasih pada kamu karena kamu membantu keluarga aku dan memberikan pekerjaan untuk aku juga. Aku janji akan membayar semuanya," kata Hanna.
"Sayang, maafkan aku. Apakah kamu tidak bisa memaafkan aku? Semua yang aku lakukan itu aku ikhlas," balas Edgar menarik Hanna dalam pelukannya.
Hanna terisak di pelukan pria yang berada di hadapannya. Dia memukul-mukul tubuh Edgar.
"Maaf, Sayang. Jangan tinggalin aku, aku sangat mencintai kamu," kata Edgar.
"Pembohong!" teriak Hanna.
Hanna mendadak digendong Edgar. Dia dibawa ke atas ranjang lalu dipaksa duduk. Hanna mendorong tubuh pria di depannya, tapi tenaga dia tidak kuat.
"Ya kamu tidak apa-apa mengatai aku sepuas kamu, tapi perasaanku ini hanya untuk kamu. Aku janji aku akan mempertemukan kamu dengan orang tua kamu secepatnya kalau mereka sudah di sini," kata Edgar.
"Kenapa orang tua kamu terkesan tidak mau bertemu dengan aku atau kamu sendiri yang memang tidak mau mempertemukan kami?" tanya Hanna.
"Sayang, kenapa kamu berpikir buruk seperti itu?" tanya Edgar.
Tring tring tring.
Ponsel Edgar berbunyi membuat pembicaraan mereka terhenti. Edgar merogoh ponsel dia lalu melihat siapa yang menelepon.
"Kenapa tidak diangkat? Selingkuhan kamu menelepon?" tanya Hanna.
"Bukan, ini mamaku," jawab Edgar.
"Oh, kamu tidak berniat memperkenalkan aku sama mamamu," kata Hanna sambil memutar bola matanya,.
"Oke aku angkat telepon ini. Aku kenalkan kamu," balas Edgar.
Edgar mengangkat telepon dari mamanya dan langsung disambut teriakan dari Agatha.
Edgar! Kamu ini di mana sih? Mama sudah telepon kamu berkali-kali, tapi kamu tidak angkat-angkat. Memang yang kerja di perusahaan cuma adik kamu? Kamu ini tidak mikir apa kalau Mama ini merasa malu sama teman Mama karena kamu tidak datang-datang saat mereka mau kenalin putri mereka?" tanya Agatha.
"Ma, Edgar sudah punya kekasih," jawab Edgar.
"Kamu punya kekasih dari kalangan mana dan siapa?" tanya Agatha terkejut.
"Mama mau aku kenalin sama dia? Aku bisa minta kekasihku berbicara dengan Mama sekarang," jawab Edgar.
"Tidak perlu. Mama mau ketemu langsung, bukan lewat telepon," jawab Agatha.
"Mama ini benar-benar bikin kesal saja," gumam Edgar sambil melirik Hanna yang menatap dia dengan tatapan sinis.