Chereads / Edgar's Prisoner / Chapter 43 - What Plan

Chapter 43 - What Plan

Pelayan yang digoda Adel hanya tersenyum saja.

"Kamu parah banget bikin orang salah tingkah," kata Helen.

"Tidak apa-apa dong, dia soalnya ganteng. Nama dia Erwin," balas Adel.

"Maaf, Kak. Kakak pergi aja, teman saya sudah tidak waras," kata Hanna.

Mereka saling terbahak dan melempar lelucon satu sama lain. Mata Hanna tiba-tiba menangkap mobil seseorang yang dia kenal.

"Kenapa Edgar ada di sini? Apa dia dari tadi mengikuti aku?" gumam Hanna. Dia kembali fokus mendengar cerita teman-temannya.

"Hanna, aku tidak akan pernah melepaskan kamu, apalagi sekarang kamu sudah mulai memberontak," gumam pria itu dari dalam mobil.

Pria itu menunggu Hanna sampai selesai dengan teman-temannya.

Tring tring

Ponsel pria itu berbunyi. Dia mengangkat telepon itu.

"Edgar, pulang. Kamu di mana? Jangan kira Papa tidak tahu kalau kamu hari ini tidak datang ke perusahaan," kata Oscar.

"Iya, Pa. Aku akan kembali hari ini  aku tidak bisa sekarang. Malaman saja," balas Edgar.

Tut

Edgar memutuskan panggilan itu. Tidak lama dia tersenyum saat mendengar suara ketukan di kaca mobil. Dia membuka jendela.

"Ada apa, Edgar? Kenapa kamu mengikuti aku?" tanya Hanna.

"Sayang, kamu sudah selesai?" tanya Edgar.

Edgar turun dari mobil lalu membukakan pintu mobil.

"Aku bisa pulang sendiri. Kamu kembali saja pada orang tua kamu. Mereka tidak mengenali aku, untuk apa kita bersama," kata Hanna.

"Sayang, ayo masuk. Kamu pasti tidak mau aku menyeret kamu masuk," balas Edgar dengan senyum aneh membuat Hanna menjadi takut.

Hanna masuk ke mobil. Edgar menutup pintu lalu menyusul Hanna. Tidak lupa dia menutup jendela kaca mobilnya. Dia langsung melajukan mobilnya.

"Kita mau ke mana?" tanya Hanna.

"Aku antar kamu pulang, terus aku harus mengurus beberapa pekerjaan penting," jawab Edgar.

"Iya pergi saja," kata Hanna.

"Nanti malam aku akan pergi ke apartemen kita lagi," balas Edgar.

"Aku nanti malam kerja, kamu lupa?" tanya Hanna.

"Ya sudah aku antar kamu juga," jawab Edgar.

"Bisa tidak sih kamu biarin aku sendiri dulu? Aku tuh pusing dan capek tahu," kata Hanna.

"Iya aku tahu kamu capek dan pusing, tapi aku harap sekarang kamu mengerti keadaan aku saat ini. Aku akan membawa kamu ketemu orang tuaku lain waktu," balas Edgar.

"Jangan memberikan janji yang tidak bisa kamu penuhi," kata Hanna.

"Iya, Hanna. Aku akan menepatinya," balas Edgar.

Suasana kembali hening saat mereka tidak membicarakan apa pun lagi. Edgar sesekali melirik ke arah kekasihnya yang tidak berbicara setelah perdebatan mereka.

***

Di kediaman Odilio, Oscar mondar-mandir selama menunggu putranya yang tidak jelas pergi ke mana.

"Pa, duduk. Jangan mondar-mandir, Mama pusing lihatnya," kata Agatha.

"Mama pasti sudah tahu hal ini duluan, tapi Mama baru bilang ke Papa bahwa Edgar sedang dekat dengan perempuan dan tidak jelas dari keluarga apa. Kita ini keluarga terpandang, jangan sampai ada yang mencoreng nama keluarga kita," balas Oscar.

Agatha hanya diam dan mendengar saja. Dia merasa sangat bersalah karena sudah membiarkan Edgar melakukan sesuka hatinya.

"Pa, Ma, tenang ya. Aku sudah kirim pesan ke kakak supaya segera pulang," kata Max.

"Kamu juga kenapa tidak bilang kami kalau kakak kamu akhir-akhir ini suka tidak datang dan kadang cuma datang sebentar aja?" tanya Oscar.

"Maaf, Max tidak mau kakak marah sama Max. Nanti dikira aku tidak bisa kerja, padahal aku bisa kok," jawab Max.

"Okelah, tunggu kakak kamu datang," balas Oscar.

Oscar mendudukkan diri di kursi. Dia menunggu putra pertama mereka bersama anak dan istrinya.

Brum brum

Terdengar suara mobil memasuki kediaman Odilio. Tidak lama terdengar suara langkah kaki memasuki ruang tamu.

"Kamu ke mana aja?" tanya Oscar sambil memukul Edgar.

Edgar tersungkur. Dia dipukul papanya berkali-kali membuat Agatha seketika histeris.

"Papa jangan!" teriak Agatha.

Max berusaha memisahkan papanya dari Edgar hingga perkelahian itu berhenti.

"Dasar anak bodoh. Kamu ke mana saja? Bukannya bertanggung jawab pada perusahaan, tapi kamu justru mengurus wanita yang tidak jelas asal usulnya!" teriak Oscar.

Oscar terus berteriak hingga  urat-urat di lehernya menonjol.

"Pa, kita bicarakan baik-baik," kata Agatha.

Edgar dibantu adiknya duduk di sofa, sedangkan Oscar dipeluk oleh Agatha. Perempuan itu tidak mau emosi suaminya memuncak. 

"Pa, maafkan Edgar. Aku ini mendekati wanita itu karena pasti akan membawa keberuntungan bagi kita. Dia wanita yang menarik," kata Edgar.

"Menarik seperti apa? Kamu mau menjadi kekasih wanita itu?" tanya Oscar menatap mata Edgar yang terlihat suka dengan wanita yang dekat dengannya.

"Aku cuma ingin wanita itu bisa membantu usaha kita, Pa. Percaya padaku," jawab Edgar.

"Cukup. Papa yakin itu bukan untuk usaha Papa , tapi sebenarnya kamu menyukai wanita itu. Asal wanita itu saja Papa tidak tahu," balas Oscar.

"Papa harus mendengarkan perkataan Edgar dulu. Papa mau melihat wanita itu? Ini foto wanita itu," kata Edgar.

Edgar membuka ponselnya. Dia memperlihatkan foto Hanna yang ada di galeri fotonya.

"Gadis yang cantik," gumam Oscar.

"Kalian ini usaha apa sih sampai harus menggaet gadis itu?" tanya Agatha.

"Ma, Papa sudah pernah bilang kalau mama jangan terlalu ikut campur. Biarkan saja anak-anak kita belajar bagaimana caranya berbisnis," jawab Oscar.

"Mama harap kalian tidak membuat kesalahan fatal dengan gadis itu. Mama tidak mau kita kena karma atau apa pun yang bisa merusak citra keluarga kita," kata Agatha menatap anak dan suaminya dia ga mau keluarganya salah langkah

Oscar bersama Edgar berlalu dari hadapan Max dan Agatha. Agatha melihat ke arah anak keduanya.

"Max, kamu tahu soal rencana kakak dan papa kamu? Apa kalian merencanakan hal buruk?" tanya Agatha.

"Sudah, Ma, kita tidak perlu ikut campur urusan mereka," jawab Max.

"Kamu ini sama aja sama papa kamu. Mama ini sudah lama kenal papa kamu. Mama tahu bagaimana tabiat papa kamu itu, apalagi dia mau Edgar sama seperti dia. Bukannya Mama menjelekkan papa kamu, tapi papa kamu memang suka bertindak di luar ekspektasi kalau dalam urusan bisnis," Agatha.

"Ayo aku antar Mama ke kamar," kata Max. Dia berusaha membujuk mamanya.

"Kamu pernah bertemu dengan gadis yang di foto tadi?" tanya Agatha.

"Belum, Ma," jawab Max.

"Max, jangan bohong sama Mama. Mama tahu kamu saat ini sedang berbohong," balas Agatha menangkup wajah putranya.

"Oke. Aku pernah ketemu, tapi tidak kenalan sampai sedekat itu," kata Max.

"Boleh Mama minta tolong sama kamu?" tanya Agatha.

"Minta tolong apa, Ma?" tanya Max.

Agatha berbisik di telinga anaknya. Dia tidak mau ada yang dengar pembicaraan mereka.

" Ma, aku tidak mau kalau melakukan itu. Aku nanti bisa dimarahi papa dan kakak," kata Max.

"Sekali saja bantu Mama," mohon Agatha.